Pixel Code jatimnow.com

Harum Kopi dan Asa Petani di Balik Kabut Gunung Arjuna

Editor : Tim Jatimnow   Reporter : Ali Masduki
Sejumlah petani memetik kopi Arabika di Lereng Gunung Arjuna, Pasuruan, Jawa Timur, Senin (04/8/2025). Foto: Ali Masduki/JatimNow.com
Sejumlah petani memetik kopi Arabika di Lereng Gunung Arjuna, Pasuruan, Jawa Timur, Senin (04/8/2025). Foto: Ali Masduki/JatimNow.com

Gunung Arjuna. Ya, gunung ini memang sangat populer di Jawa Timur. Para pendaki bilang, Arjuna Welirang. Bagi sebagian komunitas pecinta alam, dua gunung itu merupakan medan pendakian wajib sebelum menaklukkan tanjakan-tanjakan yang lebih ekstrim di Indonesia.

Arjuna Welirang bukan satu, tapi dua gunung yang letaknya bersebelahan. Sebutan itu muncul lantaran para pendaki kerap menaklukkan Arjuna Welirang sekali jalan. Meskipun berdekatan, kedua gunung itu sangat berbeda. Gunung Arjuna sudah tidak aktif, sedangkan Gunung Welirang masih aktif.

Puncak Arjuno dikenal dengan nama puncak Ogal Agil yang berada di ketinggian 3.399 mdpl. Dari puncak Arjuna, kita dapat menikmati pemandangan alam yang sangat luar biasa indahnya. Bercokol di ketinggian 3.156 meter di atas permukaan laut, Gunung Welirang menawarkan keindahan alam dan pemandangan yang menarik, termasuk area fumarol dan tambang belerang tradisional.

Bertahta di panggung yang sama, Arjuna Welirang menjadi nafas panjang masyarakat yang menghuni perkebunan sekitar lereng. Ragam tanaman pertanian hingga peternakan yang dikelola dengan pola agroforestri, menjadi tumpuan hidup mereka.

Kali ini saya mengajak pembaca budiman untuk membahas Arjuna, terutama potensi ekonomi yang tersembunyi di balik kabut dan rindangnya lereng gunung. Selain menjadi destinasi wisata alam, setiap sudut lereng Arjuna menyimpan permata yang begitu berharga. Aneka ragam tanaman produktif tumbuh subur di area tersebut.

Penginapan di kawasan wisata  Jendela Langit, Tegal Kidul, Jatiarjo, Prigen, Pasuruan. Area yang dikelola LPHD Arjuna Lestari ini merupakan program CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus. Foto: Ali Masduki/JatimNow.comPenginapan di kawasan wisata Jendela Langit, Tegal Kidul, Jatiarjo, Prigen, Pasuruan. Area yang dikelola LPHD Arjuna Lestari ini merupakan program CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus. Foto: Ali Masduki/JatimNow.com

Sekedar diketahui, terletak di perbatasan Kota Batu, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pasuruan dan berada di bawah pengelolaan Taman Hutan Raya Raden Soerjo, Gunung Arjuno merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Timur setelah Gunung Semeru, serta menjadi yang tertinggi keempat di Pulau Jawa.

Namun di antara tiga wilayah itu, saya tertarik menginjakkan kaki di bagian selatan lereng Gunung Arjuna. Tepatnya di Dusun Tegal Kidul, Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Disana, udaranya sejuk, anginnya segar, kabutnya juga terlihat bagus. Bahasa populernya, slow living. Maklum, desa Jatiarjo dan kecamatan Prigen secara keseluruhan memang berada di antara lereng Gunung Arjuno-Welirang dan Gunung Penanggungan.

Orang bilang, hutan dan gunung adalah simbol kekuatan, keindahan, dan tempat perlindungan. Dalam berbagai budaya, mereka dihormati sebagai tempat tinggal para dewa dan leluhur, serta sumber inspirasi dan pembelajaran. Segala aspek tersebut termaktub ketika saya berada di lereng Gunung Arjuna.

Awal pekan lalu, pada Senin, 4 Agustus 2025, lereng Gunung Arjuna masih menawan seperti biasanya. Suasana Jendela Langit masih sama. Kabut tipis menyelimuti Gunung Ringgit dan Gunung Arjuna, menciptakan suasana syahdu yang menenangkan. Jendela Langit sendiri merupakan destinasi wisata yang digandrungi orang kota. Setiap akhir pekan selalu sesak pengunjung. Namun awal pekan begitu tenang tanpa wisatawan.

Namun di tengah sepinya wisatawan, masih ada lalu lalang petani yang beraktifitas di perkebunan. Dalam hati saya bertanya "Mereka sedang apa kok banyak yang lewat area wisata?" tanyaku dalam batin. Penasaran, saya pun menghampiri beberapa petani yang sedang istirahat.

Ibarat peribahasa "pucuk dicinta ulam pun tiba". Rupanya sekelompok petani ini bukan petani biasa. Dengan hangat mereka menerima saya, yang belum dikenal. "Monggo mas pinarak" sapanya dalam bahasa Jawa. Pinarak artinya silahkan duduk. Saya pun duduk bersimpuh di tanah bersama para penjaga hutan itu. Setelah basa-basi sedikit, saya baru menanyakan kesibukan mereka.

"Kami istirahat dulu. Tadi habis panen kopi," kata Hidayat. Dia adalah ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa atau LPHD Arjuna Lestari.

Kopi merupakan salah satu komoditas utama di perkebunan lereng Arjuna. Jenisnya pun beragam. Tapi yang paling banyak Kopi Arabika. Begitulah jika sudah bicara kopi, tidak ada habisnya. Petani lereng Gunung Arjuna sangat memahami setiap tangkai yang mereka rawat. Bahkan dari hulu hingga lilir. Hanya saja, para pekebun di Perhutanan Sosial itu memilih peran sebagai petani saja. Tercatat, sebanyak 735 orang dari 1000 pertani yang tergabung dalam program Perhutanan Sosial (PS).

Setelah hampir satu jam berbincang soal kopi, munculah perntanyaan iseng. Setingkat petani pegunungan yang jauh dari hiruk pikuk kota, ternyata mereka begitu lihai dalam bertutur. Istilah-istilah asing yang begitu sulit, tentang perkopian, managerial, sampai pada soal pemasaran, petani tersebut mampu menceritakan dengan enak dan meyakinkan.

Ya, tidak salah, para petani ini bukanlah petani biasa. Meski tidak mengenyam pendidikan sarjana, mereka terdidik dari pengalaman dan pelatihan. Salah satunya adalah dari PT Pertamina Patraniaga Jatimbalinus. Melalui CSR, Pertamina menerjunkan tim khusus untuk melakukan pendampingan para petani di lereng Arjuna itu.

Tak ayal, dari obrolan santai, tata cara merawat hingga biji kopi siap jual, tidak berjalan ala kadarnya. Mereka bukan lagi petani tradisional yang asal tanam dan asal panen. Ada resep jitu di setiap tahapan. Hal itu tentunya juga berimbas pada harga jual produk. Kopi Arabika dari ladang LPHD Arjuna Lestari, selalu jadi rebutan. Hasil panen yang naik turun seiring perubahan cuaca, terkadang membuat petani kewalahan memenuhi permintaan pasar. Untuk harga, 1 kg kopi Arabika dalam bentuk biji ditawarkan Rp150.000. Kemudian untuk kopi kemasan sebesar Rp75.000 per 250 gram.

Senyum Merekah Kala Panen Raya

Usai istirahat, sekitar pukul 11.30, para petani bergegas. Tanaman kopi tidak jauh, hanya 10 meter dari rerumputan tempat bersanda gurau. Senyum tulus dan tawa lepas menghiasi wajah-wajah mereka saat jemari lincah memetik biji kopi Arabika berkualitas tinggi.

Begitu wajar, jika ekspresi petani begitu ceria. Saat panenlah mereka bisa mengumpulkan rupiah. Lumayan, kalau menggunakan sistem borongan per kilonya pemetik mendapatkan upar 3.000 rupiah. Satu orang biasanya mampu memetik sampai 40 kilogram. Tapi kalau untuk sistem harian perharinya 75.000 rupiah.

Asmari, buruh petik kopi berpose disela-sela memetik kopi Arabika di Lereng Gunung Arjuna, Dusun Tegal Kidul, Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Senin (04/8/2025). Foto: Ali Masduki/JatimNow.comAsmari, buruh petik kopi berpose disela-sela memetik kopi Arabika di Lereng Gunung Arjuna, Dusun Tegal Kidul, Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Senin (04/8/2025). Foto: Ali Masduki/JatimNow.com

Asmari, salah satunya. Buruh tani ini terus saja tersenyum melihat setiap biji yang ia petik. Bagi dia, kopi adalah nafas panjang kehidupan keluarganya. Selain mendapat upah dari memetik kopi, bapak dua anak ini juga kerap mencari biji-biji kopi yang tercecer usai dimakan oleh tupai maupun luwak.

"Saya mencari di kebun-kebun yang kotoran luwak maupun sepan-sepan dari tubai. Per hari kadang bisa dapat 3 kilo sampai 4 kilo," ungkapnya. Per kilo kopi luwak basah bisa laku Rp100 ribu.

Ketua LPHD Arjuna Lestari, Hidayat, menuturkan, ada dua jenis kopi yang tumbuh di atas ketinggian 1.000 hingga 1.400 MDPL ini. Arabika dan Robusta. Akan tetapi, kopi Arabika lebih dominan sehingga sepanjang kaki melangkah di kawasan hutan negara seluas 368 hektare, akan banyak ditemui pohon kopi Arabika. Robusta hanya beberapa petak dan hasilnya kurang maksimal.

Ada beberapa varietas kopi Arabika yang dibudidaya. Di antaranya Kopi Arabika Yellow Caturra. Varietas kopi Arabika ini dikenal karena buahnya yang berwarna kuning saat matang, berbeda dengan kebanyakan kopi Arabika yang berwarna merah.

Kemudian Kopi Arabika Lini S. Jenis kopi yang berasal dari India dan banyak dikembangkan di Indonesia. Varietas ini dikenal karena kualitas rasanya yang baik, namun juga rentan terhadap hama dan penyakit. Lini S dikembangkan untuk mengatasi penyakit karat daun (coffee leaf rust) dan meningkatkan produktivitas.

Ada juga Kopi Arabika Kartika, Varietas Bourbon, dan Komasti. Di antara lima varietas Arabika, Yellow Caturra menjadi unggulan, karena banyak digemari oleh pecinta kopi mancanegara.

"Panen raya tahun 2024 kemarin, produksi kopi kami mencapai sekitar 80 ton kopi. Namun untuk tahun 2025 ini terjadi penurunan hasil panen hampir 50% karena curah hujan yang tinggi, sehingga produksi diperkirakan hanya mencapai sekitar 50 ton," ungkap Hidayat.

Petani menunjukkan varietas Kopi Arabika, saat memetik kopi di Lereng Gunung Arjuna, Pasuruan, Jawa Timur, Senin (04/8/2025). Foto: Ali Masduki/JatimNow.comPetani menunjukkan varietas Kopi Arabika, saat memetik kopi di Lereng Gunung Arjuna, Pasuruan, Jawa Timur, Senin (04/8/2025). Foto: Ali Masduki/JatimNow.com

Secara pengelolaan, rata-rata para petani memproses kopi secara mandiri. Ada tiga tempat pengelolaan kopi dalam bentuk green bean, yang belum dijual langsung ke pasar. Pemasaran kopi sendiri dilakukan ke berbagai kafe di sejumlah kota di Indonesia, antara lain Surabaya, Yogyakarta, Batam, dan Jakarta.

"Kota Pasuruan dan Malang juga menjadi pasar lokal utama, dan di kota-kota tersebut kami bekerjasama dengan roasteri yang menjadi tempat pengiriman kopi kami," kata dia.

Selain pasar domestik, LPHD Arjuna Lestari juga bekerja sama dengan perusahaan eksportir yang mengirim kopi ke beberapa negara di Asia dan Eropa, seperti Jepang, Amerika, Rusia, dan Turki. "Tahun ini, kami mendapatkan pesanan 5 ton varietas kopi Yellow Caturra dari Amerika Serikat," ucap Hidayat.

Segar Dimusim Kemarau

Sudah menjadi fenomena alam, setiap datang musim kemarau, kawasan pegunungan kerap dilanda kekeringan. Untuk kebutuhan pengairan, petani harus bersusah payah mengangkut air dari sumber yang jauh. Hal itu pun sempat dialami oleh ratusan anggota LPHD Arjuna Lestari.

Baca juga:
Foto: Memetik Energi Baik di Lereng Arjuna

Kini, berkat pipanisasi yang didanai Pertamina, air bersih telah menjangkau hampir seluruh area seluas 362 hektare. Sumber air diambil dari Tahura Air Suryo, yang berjarak dua jam perjalanan dari lokasi perkebunan.

Petani kopi mencuci hasil panen kopi Arabika di salah satu kran air bersih di Lereng Gunung Arjuna, Dusun Tegal Kidul, Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Senin (04/8/2025). Air bersih tersebut merupakan bantuan pipanisasi dari Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus. Foto: Ali Masduki/JatimNow.comPetani kopi mencuci hasil panen kopi Arabika di salah satu kran air bersih di Lereng Gunung Arjuna, Dusun Tegal Kidul, Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Senin (04/8/2025). Air bersih tersebut merupakan bantuan pipanisasi dari Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus. Foto: Ali Masduki/JatimNow.com

Ketersediaan air bersih ini sangat krusial, terutama selama musim kemarau, menjaga agar tanaman kopi tetap subur dan produktif. Tak hanya untuk pertanian, akses air bersih juga meningkatkan kualitas hidup para petani, memenuhi kebutuhan minum dan keperluan ibadah sehari-hari.

Jernihnya air pegunungan yang dialirkan lewat kran itu juga bisa digunakan untuk mencuci biji kopi yang baru saja dipanen. Petani sudah tidak resah untuk mendapatkan akses air, karena kran air sudah terpasang di setiap sudut dan titik strategis.

Aroma Kopi Lereng Arjuna di Kota Metropolitan

Bagi yang penasaran, dimana kopi lereng Arjuna ini bisa ditemui? Hidayat bilang, ada salah satu cafe di kota Surabaya yang hingga kini masih memburu Yellow Caturra. Yakni Cafe Drama Roastery, di Jalan Tunjungan Surabaya, Jawa Timur. Untuk menemukan cafe berjeraring ini tidaklah sulit. Kedainya berada di dalam Pasar Tunjungan, deretan utara. Pengunjung bisa masuk lewat pintu timur, seberang Hotel Majapahit.

Barista menyajikan kopi pesanan pelanggan di Cafe Drama Roastery, Jl. Tunjungan Surabaya, Jawa Timur, Senin (04/8/2025). Cafe berjejaring ini merupakan salah satu pengguna kopi Arabika dari Lereng Gunung Arjuna. Foto: Ali Masduki/JatimNow.comBarista menyajikan kopi pesanan pelanggan di Cafe Drama Roastery, Jl. Tunjungan Surabaya, Jawa Timur, Senin (04/8/2025). Cafe berjejaring ini merupakan salah satu pengguna kopi Arabika dari Lereng Gunung Arjuna. Foto: Ali Masduki/JatimNow.com

Cafe Drama Roastery Tunjungan memang tidak begitu luas. Tapi cafe ini merupakan cabang pertama Drama Roastery di kota pahlawan. Saat ini sudah ada beberapa cabang di tempat lain, seperti di kawasan Manyar Surabaya, dan kota lain di luar Surabaya. Drama, bahasa lain dari spirit, menawarkan banyak varian dan jenis kopi.

Namun Sang Barista, Friendly Septianu Saputra, mengakui bahwa kopi Arabika varietas Yellow Caturra banyak disukai oleh pelanggan. "Aku suka banget sama Arjuna. Karakter Arjuna rata-rata coklat-coklatan gitu. Terus ada sedikit hint oranye. Kayak gitu," ujarnya. Septian pun juga pernah mendatangi langsung muasal kopi yang ia pasarkan.

"Pernah, itu di tahun 2019, terakhir aku kesana, di Jendela Langit. Disitu cuma belajar proses intinya aja sih, ya pertani itu gimana," kata dia sambil mengenang ganasnya wabah Covid-19.

Sebagian besar pelanggan Cafe Drama menyukai teknik V60, penyeduhan kopi menggunakan teko dan corong menggunakan dripper dengan nama V60. Foto: Ali Masduki/JatimNow.comSebagian besar pelanggan Cafe Drama menyukai teknik V60, penyeduhan kopi menggunakan teko dan corong menggunakan dripper dengan nama V60. Foto: Ali Masduki/JatimNow.com

Aroma yang selalu dirindukan dari kopi lereng Arjuna ini juga diakui oleh Rizky, pelanggan setia Cafe Drama di Surabaya. Rizky paling suka menikmatinya dengan teknik V60. Sebuah teknik penyeduhan kopi menggunakan teko dan corong menggunakan dripper dengan nama V60.

CSR Pertamina, Oase Penjaga Hutan

Para petani yang bernaung di LPHD Arjuna Lestari mengakui bahwa program CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus menjadi oase di tengah perjuangan menjaga kelestarian hutan. Mereka pun berharap, dukungan Pertamina akan terys berlanjut, membantu mereka mencapai kemandirian dan berkontribusi bagi perekonomian negara melalui pembayaran pajak.

Area Manager Communication, Relations & CSR PT. Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Ahad Rahedi, menjelaskan bahwa program Perhutanan Sosial ini adalah salah satu program CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus. Itu merupakan tindaklanjut dari Nota Kesepahaman antara Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan PT Pertamina (Persero).

Diantaranya melalui unit operasi Pertamina Patra Niaga Integrated Terminal Surabaya melakukan program CSR Perhutanan Sosial yang dimulai dari tahun 2024 di Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

PT Pertamina Patra Niaga Aviation Fuel Terminal (AFT) Juanda dan PT Pertamina Patra Niaga Integrated Terminal (IT) Surabaya, berkolaborasi dengan Dinas Kehutanan Jawa Timur dan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL), menggelar Bimbingan Teknis (BIMTEK) Administrasi dan Keuangan Kelompok di Jendela Langit, Pasuruan, Jawa Timur, pada 30 Januari 2025. Foto/Dokumentasi PertaminaPT Pertamina Patra Niaga Aviation Fuel Terminal (AFT) Juanda dan PT Pertamina Patra Niaga Integrated Terminal (IT) Surabaya, berkolaborasi dengan Dinas Kehutanan Jawa Timur dan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL), menggelar Bimbingan Teknis (BIMTEK) Administrasi dan Keuangan Kelompok di Jendela Langit, Pasuruan, Jawa Timur, pada 30 Januari 2025. Foto/Dokumentasi Pertamina

Sasaran dari program tersebut, kata Ahad, yaitu Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Arjuna Lestari yang terdiri dari 30 orang pengurus. LPHD Arjuna Lestari di Desa Jatiarjo dipilih menjadi salah satu program Perhutanan Sosial dikarenakan Prigen merupakan lokasi yang terdekat dari Surabaya.

Baca juga:
Video: Mengunjungi Destinasi Alam Jendela Langit di Pasuruan

Program Perhutanan Sosial yang dilaksanakan tim Pertamina Patra Niaga Integrated Surabaya ini dilaksanakan dengan sistem keberlanjutan melalui roadmap yang dimulai dari tahun 2024 hingga tahun 2028.

"Kegiatan pada program ini pada intinya adalah pengelolaan hutan Lestari yang dilaksanakan pada kawasan hutan negara, melalui pola pemberdayaan dan dengan tetap berpedoman pada aspek kelestarian lingkungan," terangnya.

Pemberdayaan masyarakat pada program ini dengan cara memberikan kesempatan bagi warga di sekitar hutan, untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah. Setelah mendapatkan persetujuan, maka masyarakat dapat mengolah dan mengambil manfaat dari hutan dengan cara-cara yang ramah lingkungan.

”Tujuan kami bukan hanya merawat hutan tapi menjadikannya sumber kehidupan, kami ingin masyarakat bisa hidup layak tanpa harus merusak alam,” tegas Ahad.

Lebih detail, tujuan dilaksanakannya program ini antara lain adalah sebagai berikut. Pertama, program ini bertujuan untuk memberikan akses kepada masyarakat, terutama petani miskin, agar dapat mengelola hutan secara langsung sehingga pendapatan mereka dapat meningkat.

Selanjutnya, program juga berfokus pada pemanfaatan hutan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengedepankan prinsip pelestarian melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Selain itu, peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan hutan yang lestari menjadi aspek penting dalam program ini, agar pengelolaan sumber daya hutan berjalan berkelanjutan.

Di sisi lain, program ini juga memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga keamanan wilayah hutan, demi mencegah kerusakan dan konflik lahan. Terakhir, salah satu tujuan program yang tidak kalah penting adalah melakukan penghijauan wilayah hutan guna menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem yang ada.

"Harapannya melalui program Perhutanan Sosial ini dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar hutan serta menciptakan usaha produktif berbasis hasil hutan," tambah Ahad.

Selain manfaat dari sisi ekonomi, diharapkan juga masyarakat dapat ikut serta melestarikan lingkungan dan keanekaragaman hayati, sehingga mendukung tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya dalam hal Penanganan Perubahan Iklim (TPB 13) dan Ekosistem Daratan (TPB 15).

"Pertamina sebagai perusahaan di bidang energi, berkomitmen dalam mendukung target net zero emission 2060, dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) melalui Program Perhutanan Sosial tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina," tandasnya.