jatimnow.com - Pemerintah memprediksi musim kemarau tahun ini bakal mengakibatkan 48.491.666 jiwa terancam kekeringan di 28 provinsi.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) musim kemarau yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia terjadi mulai Juli sampai Oktober 2019.
Sedangkan, hasil prakiraan curah hujan, menurut BMKG, sebanyak 64,94 persen wilayah Indonesia mengalami curah hujan kategori rendah (di bawah 100 mm/bulan) pada bulan Agustus 2019.
Baca juga: Usut Aliran Dana ACT, BNPT Lakukan Kerjasama Internasional
BMKG menyatakan musim kemarau tahun 2019 akan terjadi kekeringan panjang akibat beberapa faktor yaitu fenomena El Nino, kuatnya Muson Australia, dan anomali peningkatan suhu udara akibat perubahan iklim.
Merujuk data ketersediaan air yang disusun Pusat Litbang Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR, satu orang di Jawa misalnya saat ini bisa mendapat 1.169 meter kubik air per tahun.
Ketersediaan air untuk setiap satu penduduk di Jawa diprediksi akan terus menurun hingga mencapai 476 meter kubik per tahun pada 2040.
Senior Vice President ACT, N Imam Akbari mengatakan kekeringan pada kemarau yang berkepanjangan ini akan ada banyak aspek yang disoroti.
"Dengan terjadinya kemarau ada kualitas kehidupan sosial yang terdampak. Misalnya, debit air yang berkurang, akan mempengaruhi konsumsi air. Sedangkan, air adalah kebutuhan vital manusia. Manusia sendiri masih bisa bertahan ketika tidak makan, namun ketika tidak ada air (tidak minum), hanya akan bertahan dalam hitungan hari," katanya dalam pesan tertulis yang diterima jatimnow.com, Jumat (16/8/2019).
Kejadian Kemarau Panjang Dunia
Sebuah riset yang dirilis di Eropa belum lama ini bahkan menunjukkan bahwa bulan Juli atau pertengahan tahun 2015 adalah bulan dengan suhu rata-rata terpanas sejak seabad terakhir.
Misalnya, di India, bencana suhu panas tinggi akibat musim kemarau panjang di India pada tahun 2015 menurut riset dari World Resources Institute (WRI) telah membunuh lebih dari 2 ribu jiwa hanya dalam waktu sebulan.
Suhu di Mumbai sebagai salah satu kota terpadat di India bahkan menembus 50 derajat celsius. India saat itu sedang mengalami krisis air atau kekeringan terparah di muka bumi.
Selain itu, Juli 2011 hingga pertengahan tahun 2012 kekeringan melanda Afrika Timur. Republik Rakyat Cina (RRC) pun mengalami kekeringan terparah tepatnya pada tahun 2010-2011.
Akibat bencana ini jutaan hektar ladang gandum gagal panen dan ribuan rumah penduduk harus direlokasi dan masih banyak lainnya sejarah kekeringan di belahan dunia lain (Texas, Vietnam, Australia, Brazil, dan lain-lain).
Kemiskinan dan Gizi Buruk sebagai Dampak Kekeringan
Baca juga: Izin Dicabut Kemensos, Kantor ACT di Madiun Masih Beroperasi
Stunting adalah Kekurangan gizi pada balita yang berlangsung lama. Indonesia ditetapkan sebagai Negara dengan status gizi buruk karena 30,8 persen balita di Indonesia menderita stunting.
WHO menetapkan batas toleransi stunting maksimal 20 persen jumlah keseluruhan balita World Food Programme (WFP) menyatakan adanya hubungan timbal balik antara gizi buruk dan kemiskinan.
Di Nusa Tenggara Timur (NTT), sektor pertanian menjadi yang paling terdampak atas terjadinya kemarau panjang. Akibatnya, jumlah penduduk miskin makin tinggi, dan NTT tercatat sebagai Provinsi dengan prevalensi balita stunting terbesar di Indonesia (42,6 persen)
Sebagai gambaran, ACT pun pernah membersamai bagaimana dampak kekeringan yang terjadi di Somalia pada tahun 2011. Somalia dilanda kekeringan selama 4 tahun lamanya.
Imam menambahkan, banyak sekali korban kekeringan hingga hampir semua balita mengalami gizi buruk dan dampak sosial lainnya.
"Tentu hal ini jangan sampai terjadi di negeri kita. Melalui Mobile Water Tank dan Sumur Wakaf, ACT terus berinovasi memberikan bantuan baik yang sifatnya jangka pendek hingga jangka panjang," ujarnya.
Kondisi Terkini
Puncak musim kemarau tahun 2019 di Indonesia diprakirakan terjadi pada bulan Juli hingga September, dengan komposisi puncak musim kemarau di 44 ZOM (Zona Musim) terjadi pada bulan Juli, 233 ZOM di bulan Agustus, dan 51 ZOM di bulan September.
Baca juga: ACT Masifkan Operasi Pangan Gratis dan Distribusi Kurban di Masa PPKM Darurat
ZOM adalah penyebutan untuk daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan jelas antara periode musim kemarau dan musim hujan.
Berdasarkan kajian studi latar belakang RPJMN Bidang Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas 2018, ketersediaan air di Pulau Jawa hanya mencapai 100 juta m3. Sementara, kebutuhannya mencapai 120 juta m3.
Pada 2020, diperkirakan sebagian besar wilayah Pulau Jawa berada pada zona kuning atau kritis. Berdasarkan kondisi itu, Imam pun mengajak masyarakat Indonesia untuk langsung beraksi dengan kondisi yang ada.
"Kami mengajak semua masyarakat untuk bahu-membahu mengirimkan bantuannya melalui aksi-aksi nyata untuk saudara-saudara kita di bit.ly/DermawanAtasiKekeringan. Satu hal bahwa sesungguhnya, apa yang kita keluarkan sebenarnya untuk diri kita. Apabila kita memberikan kebaikan, maka sebuah kebaikan itu akan kembali ke diri kita termasuk keburukan," tuturnya.
"Alam semesta itu tergantung respon kita. Sejatinya, kita adalah seberapa besar kita lakukan apa yang kita lakukan untuk orang lain, itulah yang memaknai seberapa hebat hati kita. Mari kita atasi kekeringan yang mematikan ini dengan menjadi dermawan. Dermawan, mari atasi kekeringan," tambahnya.