jatimnow.com - Penyitaan belasan mobil mewah atau supercar oleh Polda Jatim berbuntut. Komisi III DPR RI berencana memanggil Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan.
"Kita akan panggil. Kita klarifikasi tentang apa yang dilakukan Polda Jatim. Kita tidak mengatakan ada dugaan, tapi Kapolda Jatim melakukan kesewenang-wenangan," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, Rabu (18/12/2019).
Sahroni yang juga Presiden Tesla Club Indonesia ini menegaskan, ada kesewenang-wenangan yang dilakukan Polda Jatim yang melakukan penyitaan terhadap supercar.
Baca juga: Wow! Supercar Made In Madura Ini Berbahan Besi Bekas
"Faktanya jelas terjadi kesewenang-wenangan. Katanya bodong, tapi ada yang dikembalikan. Ada buktinya dan ada surat-surat kendaraannya, tapi tetap ditangkapi. Mobil lagi dicat di bengkel, ada surat-suratnya, tapi tetap ditangkapi. Ini sudah jelas salah tangkap dan juga membuat khawatir para pemilik bengkel," jelasnya.
Sahroni yang juga Presiden Brotherhood Club Indonesia ini menambahkan, dirinya akan mengapresiasi apa yang dilakukan Kapolda Jatim, apabila melakukannya dengan cara sesuai aturan hukum..
"Kapolda harusnya menelisik dulu mobil supercar yang ada di wilayah Jawa Timur. Kan semua tahu, supercar di Surabaya sedikit, tidak banyak. Karena sedikit, kan gampang untuk dikonfirmasi kebenarannya," tuturnya.
Baca juga:
- 14 Supercar yang Disita Polda Jatim Dicek Fisik
- Satu dari 14 Supercar yang Disita Polda Jatim Dikembalikan
- 600 Supercar di Jawa Timur Disebut Belum Bayar Pajak
Ia menyebut, jika polisi melakukan razia di jalan raya 24 jam sekalipun, untuk menindak pengendara roda dua maupun roda empat, itu dinilai sah. Bahkan, mendukung 1000 persen razia di jalan.
"Tapi ini polda melakukan razia ke rumah-rumah yang punya supercar. Razia di tengah malam tanpa dilengkapi surat dinas yang jelas, tidak izin yang punya wilayah seperti RT, RW atau sekuriti pun," ujarnya.
"Tahu-tahu datang, masuk ke dalam rumah, meminta identitas supercar, setelah dikasih STNK, kan STNK-nya jelas, bisa dicek di lantas melalui SMS untuk melihat benar atau tidak. Sudah dikasih surat-suratnya, ada Form A, tetap saja dibawa," bebernya.
Ia mencontohkan kejadian di Malang. Ketika anggota Polda Jatim hendak membawa supercar, sedangkan pemiliknya berada di Jepang, sehingga terjadi cek-cok komunikasi di handphone dan akhirnya mobil tidak jadi dibawa ke Mapolda Jatim.
"Tapi ada mobil di beda rumah, sudah dikasih STNK, tapi dimintai BPKB. Padahal BPKB kan bisa saja di deposit box di bank. Ini kan aneh," ujarnya.
Ia mencontohkan kembali, ada mobil rusak di pinggir jalan, kemudian diangkut untuk diperbaiki supaya bagus. Barang rongsokan tinggal tulang-tulang, diperbaiki kemudian menjadi bagus dan dipajang untuk dilihat-lihat. Tiba-tiba polisi datang dan menanyakan BPKB, menanyakan surat-suratnya.
"Kalau dalam keadaan di jalan, itu ditindak boleh. Itu ada aturannya untuk memberhentikannya. Tapi kalau mobil diam tidak bergerak, tidak boleh dong. Azas praduga apa, mendatangi apa," bebernya.
Menurutnya, institusi yang melakukan penindakan terhadap barang selundupan adalah Bea Cukai. Bahkan Kapolri Jenderal Idham Aziz beberapa waktu lalu memberikan instruksi ke direktorat reserse kriminal khusus seluruh Indonesia, untuk membackup bea cukai dalam menindak penyelundupan.
Baca juga: Kasus Tiga Supercar yang Disita Polda Jatim Masuk Tahap Penyidikan
"Seharusnya bea cukai berkoordinasi dengan kepolisian. Ini loh ada mobil selundupan. Jadi delik aduan. Bea cukai yang menindak, bukan polisi," ungkapnya.
Ia menyayangkan Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan yang memerintahkan anggotanya untuk melakukan tindakan tidak benar.
"Masak karena imbauan Pak Presiden. Memangnya Pak Presiden menyuruh kapolda. Kayak orang merampok saja, datang hingga tengah malam ke rumah dan membawa paksa supercar. Kalau memang nggak benar ya ditilang. Dan ditilang itu dasarnya apa. Saya protes sikapnya Kapolda Jatim," tegas Sahroni.
Polda Jatim menyita 14 supercar di wilayah Surabaya dan Malang. Dari 14 unit itu, sudah dikembalikan satu unit supercar, karena pemiliknya menunjukkan surat-surat kelengkapan kendaraannya. Dari 13 unit supercar itu, ada salah satu supercar yang tertempel stiker ASC (Ahmad Sahroni Center).
"Stiker itu memang ASC. Tapi itu bukan mobil saya," ucapnya.
Ia membandingkan langkah Polda Jatim dengan Polda Metro Jaya dalam menertibkan kendaraan yang belum membayar pajak. Pada awal tahun 2019 lalu, tim dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya melakukan pencegahan pada kendaraan di jalan raya. Setelah diperiksa dan tidak ada STNK-nya, langsung dikandangkan ke Polda Metro Jaya.
Baca juga: Catat! Pejabat Dilarang Bocorkan Rahasia Wajib Pajak ke Publik
"Tindakan dari Kapolda Metro Jaya saya apresiasi, karena melakukan tugas dengan benar, menindak dan merazia kendaraan di jalan raya. Dan tidak datang ke rumah seperti layaknya mau merampok saja," jelas Sahroni.
Dengan tindakan sewenang-wenang Kapolda Jatim dan jajarannya, Politisi DPR RI dari Partai NasDem ini mengkritiknya.
"Komentar saya sebagai bentuk kritikan sesuai fungsi pengawasan saya," ujarnya.
Sahroni kembali menegaskan, Komisi III tidak akan memanggil Kapolri terkait upaya paksa penyitaan supercar di wilayah Jawa Timur.
"Tidak memanggil kapolri. Tapi memanggil Kapolda Jatim, karena yuridisnya di wilayah Jawa Timur," tegasnya.
Rencana pemanggilan Kapolda Jatim terkait penangkapan supercar itu akan dilakukan awal tahun 2020.
"Rencananya habis tahun baru kita akan panggil, kita klarifikasi," tandasnya.