jatimnow.com - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini marah besar atau murka saat mengetahui dua mobil laboratorium dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diperbantukan khusus untuk Kota Pahlawan dialihkan ke daerah lain.
Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Pemerintah Provinsi Jawa Timur pun menjelaskan kronologi kedatangan dua mobil laboratorium (mobil mesin Polymerase Chain Reaction (PCR) dan penggunaannya.
Baca juga:
Baca juga: Intip Pertemuan Surabaya dengan Inggris: Ada Program Pelatihan ke Liverpoll Rek
- 2 Mobil PCR Bantuan BNPB Layani Tes Swab di Tulungagung dan Lamongan
- Dua Mobil PCR Bantuan BNPB Dialihkan ke Daerah Lain, Risma Marah
- Ini Isi Pembicaraan Lewat Telepon Wali Kota Risma saat Marah
- Video: Mobil Bantuan Ditarik, Wali Kota Risma Murka
"Terkait bantuan mobil lab PCR bahwa bantuan BNPB oleh Pak Doni Monardo (Kepala BNPB) ditujukan untuk Pemerintah Provinsi Jawa Timur mungkin kami akan jelaskan kronologisnya," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, Suban Wahyudiono saat jumpa pers bersama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa serta tim Gugus Tugas Covid-19 Jatim di Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jumat (29/5/2020).
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, Suban Wahyudiono
Suban menceritakan kronologisnya. Pada 11 Mei 2020 Gugus Tugas Covid-19 Pemprov Jatim berkirim surat ke Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Pusat, perihal permohonan dukungan percepatan penegakkan diagnosis Covid-19.
"Di dalam surat kami, permohonan mesin RT-PCR sebanyak 15 unit," katanya.
Juga permintaan cartridge sejumlah 3.500 buah bagi rumah sakit yang memiliki kemampuan melakukan TCM GeneXpert.
"Di samping surat permohonan itu, malam hari Ibu Gubernur langsung telepon Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia Bapak Jenderal Doni Monardo," ujarnya.
"Dan Bapak Pangdam juga berkomunikasi dengan Kepala BNPB untuk segera ada bantuan mobil Unit PCR ini. Di samping itu, saya sendiri WA (WhatsApp) ke Bapak Doni diarahkan segera komunikasi kepada Pak Dodi Deputi I Kedaruratan BNPB," terangnya.
Suban menerangkan, perbincangannya dengan Deputi I Bapak Dodi pada malam hari dikirim 1 unit mobil isinya 2 mesin PCR.
Dodi juga menyampaikan nomor telepon driver yang membawa mobil PCR maupun kru untuk berkoordinasi tentang penerimaan mobil PCR dari Jakarta itu.
"Kita sepakat dengan Pak Dodi Deputi I bahwa kedatangan mobil unit PCR kita terima di RS Lapangan di Jalan Indrapura Surabaya. Itu kronologis awal," paparnya.
Suban menambahkan, selama perjalanan mobil PCR dari BNPB terus dipantau oleh Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur. Mobil PCR itu tiba di Surabaya pada pukul 04.00 Wib.
"Jadi, pada 27 Mei mobil sudah beroperasi di Rumah Sakit Unair dan di Asrama Haji. Di rumah sakit Unair mengerjakan 200 sampel dan di Asrama Haji mengerjakan 100 sampel. Jadi totalnya ada 300 sampel di Surabaya," urainya.
Kamis 28 Mei mobil unit PCR diarahkan ke Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Lamongan.
"Karena apa, di Sidoarjo juga banyak yang harus di-lab ini," terangnya.
Suban juga menyampaikan tentang surat dari Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tentang permohonan bantuan swab PCR tanggal 22 Mei 2020.
"Kalau kita mencermati, saya juga disurati Ibu Wali Kota, permohonan bantuan swab PCR tanggal 22 Mei 2020 ke kami. Padahal mobil unit PCR ini datangnya pada 27 Mei. Jadi surat wali kota pun saat ini belum kita jawab karena mobil ini langsung beroperasi," ujarnya.
"Jadi kenapa kita harus menjelaskan, karena ada pemberitaan kurang jelas," tambahnya.
Kalaksa BPBD Jatim ini juga menjelaskan tentang kegunaan bantuan mobil PCR.
"Saya sampaikan ini kejelasan bagaimana kronologi bantuan dari BNPB yang mobil PCR untuk Provinsi Jawa Timur. Mobil lab ini tidak hanya untuk Surabaya tapi spesifikasinya menyebut kota lain seperti Sidoarjo, Lumajang," jelasnya.
Suban juga menjelaskan kenapa mobil lab PCR itu dibawa ke Kabupaten Tulungagung.
"Kenapa harus di Tulungagung, karena di sana memerlukan bantuan. Karena terkendala kapasitas swab yang di sana harus perlu dilayani. Karena di Tulungagung PDP-nya tertinggi nomor dua di Jawa Timur," jelasnya.
Baca juga: Pembangunan RS Surabaya Timur Capai 98 Persen
Berdasarkan jumlah PDP dengan jumlah 588 pasien dimana terdapat 172 pasien yang meninggal dalam status PDP sebelum sempat diswab.
"Itulah kronologis kenapa ada kita juga menyampaikan kronologis penerimaan bantuan mobil PCR. Oleh karena itu mobil lab ini berkeliling ke daerah-daerah yang membutuhkan," jelasnya.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengatakan koordinasi secara teknik dengan Gugus Tugas Pusat dan BNPB adalah Suban sebagai koordinator rumpun logistik Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur.
"Dan beliau adalah Kalaksa BPBD Provinsi Jawa Timur. Tetapi dalam mengkoordinasikan mobilitas mobile PCR tes adalah Pak Dokter Joni. Monggo Pak Dokter Joni," katanya.
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Covid-19 Jatim, dr Joni Wahyuadi menerangkan mobil PCR tersebut digunakan untuk mempercepat tes PCR.
"Kita tahu tes PCR diperlukan di rumah sakit-rumah sakit maupun di Dinas Kesehatan. Karena dengan PCR yang cepat maka bisa melakukan isolasi dengan tepat. Bisa mengidentifikasi mana yang sakit mana yang carrier dengan tepat," jelasnya.
dr Joni yang juga Direktur Rumah Sakit Umum dr Soetomo ini menambahkan, banyak sekali yang minta segera dan data-datanya juga ada.
"Tadi sudah disebutkan hari pertama kita kirimkan ke Rumah Sakit Airlangga, karena memang PCR itu ditujukan untuk mensubtitusi sementara Universitas Airlangga ITD yang PCR-nya ada masalah. Jadi memang itu kita kirimkan ke RS Unair untuk melanjutkan PCR di sana," terangnya.
Pada sore harinya, dr Joni koordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya dan diarahkan ke Asrama Haji. Karena sudah sore hanya 10 sampel. Kemudian dilanjutkan hari berikutnya di Asrama Haji untuk mendiagnosis secara pasti orang-orang yang diisolasi di sana.
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Covid-19 Jatim, dr Joni Wahyuadi
Baca juga: Pembangunan Surabaya Waterfront Land, Eri Cahyadi Janji Pertahankan Lingkungan
"Malamnya mobil PCR datang. Setelah kita rundingan, Sidoarjo itu sudah menunggu lama yang beberapa hari belum di-PCR, sehingga kita kirimkan ke Sidoarjo seharian di sana," paparnya.
Hari kedua kata Joni, mobil PCR distandbykan di rumah sakit darurat atau rumah sakit lapangan. Sebelummnya pada sore harinya sudah diskusi bagaimana besok mobil PCR ini bekerja, karena banyak sekali yang minta.
"Dan kita tahu di Tulungagung dan Lamongan sasarannya juga banyak," ujarnya.
dr Joni menambahkan, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya menugaskan stafnya bernama Bu Deni.
"Tapi Bu Deni tidak menyampaikan, hari ini acaranya Surabaya apa. Sehingga mobil kita kirim ke Lamongan dan Tulungagung. Di tengah perjalanan ternyata pagi-pagi beliau telpon ke saya minta mobil keduanya berada di Surabaya. Padahal di Lamongan dan Tulungagung sudah siap mereka," urainya.
"Saya sudah bilang, besok saja bu. Karena ini sudah janjian di Tulungagung dan Lamongan. Saya ngomongnya datar-datar saja, besok pagi kita acarakan lagi maksudnya. Dan besok pagi, tadi sudah diskusi lagi dengan Bu Deni dan Pak Kabagops, besok direncanakan keduanya (mobil PCR) ada di Surabaya," terangnya.
Mobil PCR besok akan beroperasi di Rumah Sakit dr Soewandhi rencananya 100 sampel dan di Rumah Sakit Husada Utama 100 sampel. Kemudian di Kampung Tangguh dan di rumah sakit darurat di Jalan Indrapura.
"Ini baru rencana untuk besok. Tapi satu mobil (PCR) ini belum pulang. Di Lamongan banyak, jadi mobilnya belum pulang. Jadi begitu berat memang tugas mereka," paparnya.
Mobil lab PCR itu memang memiliki kapasitas hingga 600 sampel. Namun dengan pengamatan seperti melakukan swab, jika dipaksa 600 bisa capai petugasnya.
"Kalau dipaksa 600, bisa capai juga petugasnya. Ternyata tiga jam selesai 25. Jadi kita harus melihat kemampuan petugasnya," jelasnya.
"Jadi begitu sebetulnya. Mungkin ada miss tadi (antara Wali kota Risma). Jadi kita enak-enakan saja menjalankan pekerjaan ini supaya pasien-pasien yang belum terkonfirmasi segera terkonfirmasi dan segera terisolasi," jelas dr Joni.