jatimnow.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya menggandeng Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim menggelar sosialisasi Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya 2020.
Kegiatan bertema 'Peran Media Dalam Menyukseskan Pilkada Serentak 2020' itu digelar di Graha PWI Jatim di Jalan Taman Apsari, Surabaya, Senin (26/10/2020).
Komisioner KPU Surabaya, Naafilah Astri Swarist mengatakan, peran media sangat dibutuhkan dalam mensosialisasikan berbagai aturan baru pilkada di saat Pandemi Covid-19.
Baca juga: Machfud Arifin Hadiri Langsung Sidang Sengketa Pilwali Surabaya di MK
"Saat ini ada 12 aturan baru dalam pelaksanaan pilkada Desember (2020) mendatang. Tentu butuh peran media agar aturan tersebut sampai di masyarakat," ujar Naafilah.
KPU Surabaya juga berharap bahwa dengan media menyampaikan informasi yang benar terkait pilkada, akan mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memberikan hak suaranya dalam pilkada serentak, 9 Desember 2020.
Baca juga: Tim Ipuk-Sugirah Yakin MK akan Tolak Gugatan Yusuf-Riza
"Harapan kita dengan informasi yang tersampaikan kepada masyarakat yang benar, akan bisa meningkatkan partisipasi publik dalam pilkada mendatang. KPU Surabaya setidaknya menargetkan partisipasi masyarakat nanti di atas angka 70 persen," terang Naafilah.
Sementara Ketua PWI Jawa Timur Ainur Rohim mengingatkan media massa untuk netral dalam pelaksanaan pilkada. Sebab media merupakan bagian atau pilar demokrasi dan tidak boleh berpihak. Selain itu peran media harus netral itu juga merujuk pada berbagai aturan.
"Media massa harus menjadi imparsial, tidak boleh memihak. Bahasa lugasnya tidak boleh menjadi team sukses paslon," ujar Ainur.
Baca juga: MK Juga Gelar Sidang Sengketa Pilbup Lamongan dan Banyuwangi
Ainur menyampaikan betapa sulitnya media untuk bersifat adil dalam pemberitaan. Meski memberikan porsi pemberitaan yang sama, tapi media tetap menempatkan berita paslon pada jam berbeda yang bisa jadi menjadi tanda ketidaknetralan media dalam proses pilkada.
"Kita sering melihat bahwa porsi pemberitaan yang sama, tapi di jam yang berbeda. Paslon yang disukai media bersangkutan beritanya dinaikkan pada prime time. Sementara paslon lainnya di jam nonprime time. Ini kan bisa menjadi tanda ketidaknetralan media," tandasnya.