jatimnow.com - Menteri Sosial (Mensos) Juliari P. Batubara ditetapkan sebagai tersangka. Politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19.
Pada 7 Oktober 2020, Juliari datang ke Surabaya untuk melaunching bansos berupa beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) itu di dua tempat sekaligus, yaitu di Kantor Pos Kebon Rojo dan Kecamatan Gayungan.
Sar itu, Juliari juga membagikan bantuan secara simbolis bersama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma).
Baca juga: Juliari Divonis 12 Tahun, Menderita karena Dihina Masyarakat Masuk Pertimbangan
Ketua Dewan Kehormatan IPHI (Ikatan Penasihat Hukum Indonesia) Abdul Malik saat itu juga sudah menyorotinya. Katanya, sebenarnya program itu diluncurkan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau pada September 2020. Namun ternyata diluncurkan lagi ke Surabaya.
Baca juga: Mensos Juliari Korupsi Bansos Covid-19, SCWI Sebut Risma Patut Waspada
Malik saat itu meminta pihak berwenang mengawasi dengan ketat penyaluran beras sosial itu, karena bertepatan dengan masa kampanye Pilwali Surabaya 2020. Sehingga jangan sampai disalurkan untuk kepentingan pemenangan salah satu pasangan calon.
"Anggota dewan, kepolisian dan pegiat anti korupsi harus bersama-sama memastikan, bantuan beras ini tepat sasaran. Tidak digunakan untuk kepentingan-kepentingan politik," tegas Malik saat itu.
Kini, Mensos Juliari sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Malik pun mengapresiasi tindakan tegas KPK tersebut.
"Dengan adanya menteri sosial tertangkap KPK, alhamdulillah Allah sudah menunjukkan jalan yang benar," terang Malik, Minggu (6/12/2020).
Sebagai seorang praktisi hukum, Malik meminta penyelidikan tak hanya berhenti di Jakarta, tapi juga harus sampai ke Surabaya.
Baca juga: Pernah Disurvei Jadi Juara Penanganan Virus Corona, Netizen Tertawa
"Karena bagaimanapun bansos yang di Surabaya bukan resmi diberikan. Sudah kami protes waktu ada bansos di Gayungan," tuturnya.
Menurut Malik, bantuan sosial harus diberikan tanpa ada tedeng aling-aling (alasan) bagi yang memang membutuhkan.
"Tidak untuk kepentingan salah satu partai dan paslon," tegas dia.
Secara khusus Malik meminta agar KPK melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Dinas Sosial Suharto Wardoyo. Menurutnya, Suharto Wardoyo adalah orang yang lurus.
Malik berani menjamin hal itu beredar kabar bahwa Suharto Wardoyo menerima ancaman akan dicopot dari kepala dinas sosial Surabaya lantaran tidak mau menuruti kemauan Wali Kota Risma.
Baca juga: Mensos Juliari Korupsi Bansos Covid-19, SCWI Sebut Risma Patut Waspada
"Itu pak Suharto Wardoyo saya minta KPK memeriksa. Karena Pak Suhato itu kepala dinas yang tak mau mengikuti perintah Bu Risma," lanjutnya.
Malik juga memberikan apresiasi terhadap Suharto Wardoyo. Karena menurutnya, Suharto Wardoyo paham betul apa yang semestinya dikerjakan, apa yang tidak boleh dikerjakan.
Dan soal kabar usulan pencopotan Suharto Wardoyo, Malik pun menanggapinya.
"Bagaimanapun juga pencopotan yang dilakukan sejak enam bulan terakhir masa dinas itu tak bisa dilakukan. Itu tak diperbolehkan oleh undang-undang," tambahnya.
"Saya salut pada Pak Suharto. Saya minta KPK periksa Pak Suharto. Karena dia adalah salah satu yang tidak setuju dengan bansos yang disalurkan untuk kegiatan kampanye," pungkas pria yang juga menjadi Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jatim ini.