jatimnow.com - Lima Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair) melakukan penelitian berjudul "Integrasi Keuangan Sosial Islam Berkelanjutan melalui Pendekatan Analytic Network Process Benefit Opportunity Cost dan Risk".
Kelima Dosen FEB Unair yang terlibat penelitian tersebut di antaranya Dr. Tika Widiastuti, Puji Sucia Sukmaningrun, Dr. Sri Ningsih, Dr. Imron Mawardi dan Dr. Sri Herianingrum.
Deseminasi penelitian digelar secara daring pada Sabtu (11/9/2021). Kegiatan ini menghadirkan akademisi hingga pengelola Lembaga Amil Zakat, yaitu Direktur Ekonomi Syariah KNEKS, Ahmad Juwaini; Akademisi Ekonomi Islam FEB Unair, Muhamad Nafik Hadi Ryandono.
Baca juga: Mahasiswa Unair Ikhlas Temukan Senyawa Obat Cegah Sel Kanker
Juga dihadiri Direktur Program Inisiatif Zakat Indonesia, Nana Sudiana; Kementerian Agama Jawa Timur, Supriyadi; Direktur PUSKAZ BAZNAS, Muhamad Hasbi Zaenal dan Direktur Eksekutif LAZ Al-Azhar, Sigit Iko Sugondo.
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi solusi dan strategi prioritas dalam integrasi keuangan sosial Islam yang berkelanjutan yang dapat diimpelementasikan pada jangka pendek dan jangka panjang dengan menganalisis benefit, opportunity, cost, dan risk dari enam aspek yang meliputi tata kelola, pembiayaan berkelanjutan, kelembagaan, SDM di lembaga, regulasi dan penggunaan teknologi," jelas Ketua tim peneliti, Dr Tika Widiastuti.
Dia menjelaskan, dalam penelitian yang dilakukan selama empat bulan tersebut merupakan penelitian kualitatif dengan metode Analytic Network Process Benefit, Opportunity Cost dan Risk (ANP BOCR) yang di kembangkan oleh ilmuan Saaty dan Vargas (2006) di mana ANP merupakan teori pengukuran secara umum yang diterapkan pada dominasi pengaruh (dominance of Influence).
"Implikasi dari hasil penelitian ini menyoroti pentingnya peningkatan kualitas SDM berbasis teknologi maka dari itu, pelatihan big data management kepada para pengelola dana filantropi Islam harus menjadi perhatian stakeholder terkait," jelas Dr Tika.
Menurutnya, pemerintah sebagai regulator perlu mendukung lembaga filantropi Islam untuk menyediakan fasilitas atau sarana prasarana peningkatan kualitas SDM pengelola.
"Regulator diharapkan segera melakukan revisi UU ISF untuk mengakomodir segala bentuk perubahan pengembangan filantropi Islam," bebernya.
Baca juga: Lemlit Unitomo Gelar Klinik Proposal Hibah Penelitian DRTPM 2024
Dr Tika menambahkan hasil penelitian ini juga menyoroti pentingnya integrasi keuangan dalam pembiayaan dan integrasi data nasional.
"Asosiasi yang bergerak di bidang filantropi Islam dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai landasan berfikir dalam pengembangan asosiasinya ke depan," tandasnya.
Akademisi Ekonomi Islam FEB Unair, Muhamad Nafik Hadi Ryandono sebagai salah satu penanggap desiminasi tersebut mengungkapkan sebelum Tahun 2000, pernah ada Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang telah mengintegrasikan mal dan tanwil.
"Hasil strategi prioritas antara expert judgment tidak sinkron dengan jangka pendek dan panjang (kalau memang berbeda jangan dijadikan dalam satu tabel yang sama. Yang perlu diperhatikan dalam hal integrasi adalah integrasi program dan peran lembaga zakat," ungkap Nafik.
Direktur PUSKAZ BAZNAS, Muhamad Hasbi Zaenal mengungkapkan, visi zakat dan wakaf dalam jangka panjang itu berbeda. Namun dalam peningkatan SDM sangat diperlukan, begitu juga hal lain yang patut diperhatikan, seperti masa kerja para tenaga pengelola zakat.
Baca juga: Mahasiswa IPB Ditemukan Meninggal Saat Penelitian di Pulau Sempu Kabupaten Malang
"Fatwa MUI belum clear terkait dana zakat untuk qardhul hasan. Namun juga diperlukan fatwa fatwa MUI untuk optimalisasi pengelolaan dana sosial Islam," beber Hasbi.
Direktur Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNKS), Ahmad Juwaini menambahkan, integrasi yang paling prioritas yaitu integrasi zakat dan wakaf yang bisa dilaksanakan jika disetujui dengan adanya perubahan undang-undang.
Selain itu, integrasi zakat dan wakaf dengan keuangan Islam lainnya atau komersial. Integrasi keuangan sosial Islam dengan instrumen keuangan fiskal.
"Dalam pembahasan ini lebih setuju didahulukan pusat data nasional, baru integrasi ke instrumen fiskal. Karena integrasi pusat data dapat dilakukan tapa adanya revisi UU. Sedangkan integrasi dengan instrumen fiskal negara tentu membutuhkan revisi UU dan juga terdapat tantangan sensitivitas masyarakat dalam hal pengelolaan dana sosial Islam," ungkap Juwaini.