Mojokerto - Petugas Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Dlanggu, Kabupaten Mojokerto diduga mengarahkan 11 agen e-waroeng bantuan pangan non tunai (BPNT) untuk mengambil komoditi beras dan jeruk ke supplier tertentu.
Hal itu diungkapkan oleh salah satu agen di Kecamatan Dlanggu saat ditemui di lokasi.
Agen yang enggan disebutkan namanya itu mengatakan, pengarahan dilakukan pada pertemuan TKSK dan agen e-waroeng BPNT pada 20 Desember 2021 lalu di rumah salah satu pedamping sosial bantuan pangan yang berada di Desa Sumbersono, Kecamatan Dlanggu.
Baca juga: 2.345 KPM Mojokerto Terima Bantuan Non Tunai, Pj Wali Kota Beri Pesan Ini
"Kita diarahkan atau diinstruksikan untuk mengambil beras ke satu supplier oleh TKSK. Kalau tidak ambil di situ kita dilaporkan ke Kadinsos (Kepala Dinas Sosial Kabupaten Mojokerto)," kata sumber tersebut, Sabtu (25/12/2021).
Ia menambahkan, seluruh agen di Kecamatan Dlanggu sebenarnya keberatan untuk mengambil beras dari supplier tunjukan TKSK. Namun, mereka takut akan dilaporkan ke Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kabupaten Mojokerto.
"Tidak ada kesepakatan, intinya kita diarahkan mengambil ke satu supplier. Kalau tidak ambil semua takut dicoret sebagai agen," ungkapnya.
Padahal jika dilihat dari segi regulasi dan aturan, TKSK hanya bertugas mengawasi dan mendampingi jalannya program BPNT tersebut. Sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 20 tentang Penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai tahun 2019.
Agen lain yang juga namanya tidak ingin disebutkan identitasnya, menjelaskan, pengambilan beras kepada supplier tunjukkan TKSK Kecamatan Dlanggu itu tanpa di sertai order terlebih dahulu.
"Mengambil beras kepada supplier tunjukkan TKSK itu tanpa disertai order terlebih dahulu. Berbeda ketika kita mengambil di supplier lokal desa kita, harus pakai order dulu," paparnya.
Menurutnya, sebenarnya para agen ingin mengambil beras dari supplier atau pengusaha lokal saja, karena dapat ikut serta membantu usaha pengusaha lokal.
"Sebenarnya kita mau ambil beras di pengusaha lokal saja. Tapi ya mau bagaimana lagi, kita sudah diarahkan begitu. Kadang-kadang kita kasihan kepada pengusaha lokal," tuturnya.
Selain itu, para agen juga mengeluhkan tingginya harga beras dan keterlambatan pengiriman dari supplier itu.
"Harga beras dari supplier itu Rp 9.800 per kilo. Harganya lebih tinggi jika dibanding kita mengambil ke supplier lokal, harganya cuma Rp 9.200. Padahal kualitasnya sama saja," terangnya.
Baca juga: Temuan Beras BPNT Tak Layak Konsumsi, Begini Aturannya Menurut Dinsos Jombang
Lebih lanjut, ia menyampaikan, penyaluran dilakukan pada 24-25 Desember 2021. Namun, barang baru dikirim tepat pada 24 Desember 2021.
"Seharusnya dikirim kemarin (23/12/2021), mungkin karena banyaknya agen yang dikirim beras jadi terlambat," cetusnya.
Ditanya terkait supplier jeruk, ia juga menegaskan bahwa supplier jeruk diarahkan oleh TKSK.
"Katanya semuanya harus satu pintu, ke satu supplier yang mereka tunjuk. Jadi semuanya ya mengambil ke sana (supplier tunjukkan TKSK). Kita tidak berani menolak," jelasnya.
Saat barang tiba di toko agen, ada sejumlah beras yang kemasannya tidak ada cap lebel atau polos. Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Perdagangan Nomor 59 Tahun 2018 tentang Kewajiban Pencantuman Label Kemasan Beras. Perubahan ini tertuang dalam Permen Perdagangan Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peramen Perdagangan Nomor 59 Tahun 2018 Tentang Kewajiban Pencantuman Label Kemasan Beras.
Dalam aturan tersebut, pasal 4 ayat 2 (b) mewajibkan pelaku usaha mencantumkan pada label kemasan beras dengan memuat keterangan kelas mutu beras, berupa premium, medium, atau khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dikonfirmasi terlait hal tersebut, TKSK Kecamatan Dlanggu, Nur Khasanah belum merespon saat dihubungi. Pesan tidak direspon dan telepon pun tidak dijawab.
Baca juga: Cerita Sukatmi, Warga Tulungagung saat Terima Dana BPNT yang 'Hilang' 4 Tahun
Sementara Plt Kepala Dinas Sosial Kabupaten Mojokerto, Ludfi Ariyono menyebut beras itu tidak berlabel karena tidak cukup waktu untuk mencetak labelnya.
"Sempat ada beberapa supplier yang laporan, bulan ini kan cairnya banyak, mereka ngomong kalau nyetak (label karung beras) lagi tidak cukup waktunya," terangnya.
Pria yang menjabat Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Mojokerto itu menambahkan, jika ada beras tidak berlabel seharusnya dilakukan penarikan.
"Kalau ada beras seperti itu harusnya ditariklah, tergantung yang di bawah itu prosesnya gimana, saya tidak tahu," tegasnya.
Ludfi menampik kabar keterlibatan dirinya terkait persoalan dugaan TKSK Kecamatan Dlanggu yang mengarahkan 11 agen e-waroeng BPNT untuk mengambil komoditi beras dan jeruk ke supplier tertentu.
"Tidak benar itu," pungkasnya.