Blitar - Warga Kabupaten Blitar memenangi gugatan clas action terhadap PT Greenfields Indonesia.
Dalam sidang putusan yang digelar Senin (7/3/2022) lalu, Pengadilan Negeri (PN) Blitar memutuskan PT Greenfields terbukti melanggar hukum dengan mencemari lingkungan.
Peternakan mereka yang berada di Desa Ngadirenggo, Kecamatan Wlingi, dinyatakan bersalah karena membuang limbah kotoran sapi ke sungai. Akibatnya sungai yang digunakan untuk ragam kebutuhan rumah tangga menjadi keruh dan berbau.
Baca juga: AirNav Indonesia Dorong Pemanfaatan Biogas di Lereng Wilis Tulungagung
Kinan, salah seorang penggugat menerangkan, PT Greenfields Indonesia membuka peternakan kedua di kawasan tersebut sejak 6 Maret 2018. Selama proses pembangunan tidak ada sosialisasi kepada masyarakat.
Kata dia, warga tidak mengetahui rencana pembangunan di lokasi lahan bekas perkebunan ini. Warga baru tahu jika di lokasi tersebut digunakan untuk peternakan sapi setelah proses pembangunan selesai.
"Tidak ada undangan sosialisasi apapun, kita hanya mendengar dari kabar bahwa perusahaan akan mempekerjakan warga lokal, sosialisasi terkait dampak dan lainya tidak pernah ada," ujar Kinan, Sabtu (12/3/2022).
Setelah peternakan tersebut beroperasi, warga mulai resah karena sungai yang biasanya bersih berubah warna menjadi kotor dan keruh. Sungai juga penuh dengan kotoran sapi, sehingga warga tidak lagi menggunakan airnya untuk kebutuhan sehari-hari. Kotoran sapi juga dibuang ke area perkebunan dan mencemari sejumlah sumber mata air.
"Warga di sini banyak yang tidak menggunakan sumur dan langsung mengambil air dari sungai atau sumber mata air dengan mengalirkan langsung lewat pipa ke dalam rumah," tutur Kinan.
Kinan menambahkan, warga kemudian menemukan PT Greenfields melakukan pembuangan limbah kotoran sapi ke sungai. Perusahaan menggunakan modus pembungan malam hari sehingga warga tidak ada yang tahu secara langsung.
Selain itu perusahaan juga memanfaatkan situasi saat turun hujan deras, untuk membuang limbah tersebut ke sungai. Mengetahui hal itu, warga kemudian melakukan protes ke perusahaan. Namul hal tersebut tidak mendapatkan tanggapan serius dari PT Greensfields.
"Kita juga melaporkan ke dinas terkait, tapi tidak ada tanggapan serius dan perusahaan masih melakukan hal yang sama," jelasnya.
Berdasarkan catatan, dampak pencemaran ini dirasakan oleh warga desa di dua Kecamatan, yaitu Wlingi dan Doko. Karena merasa tidak mendapatkan respon, pada Juli 2021, sebanyak 242 kepala keluarga dari Kecamatan Doko dan Wlingi melakukan gugatan class action pada PT Greenfields Indonesia.
Dalam gugatan itu, mereka menuntut ganti rugi materiil dan immateriil dengan total miliaran rupiah, akibat kerugian yang mereka derita sebagai dampak yang ditimbulkan dari pencemaran di lingkungan. Besarnya gugatan materiil bervariasi, mulai Rp 2,4 hingga Rp 40 juta per 2 tahun.
Dan gugatan immateriil sebesar Rp 100 juta per kepala keluarga yang jumlah totalnya mencapai miliaran rupiah. Gugatan didaftarkan ke PN Blitar pada Senin 5 Juli 2021 dengan Nomor Perkara: 77/Pdt.G/LH/2021/PNBlt dan jadwal sidang pertama pada 21 Juli 2021.
"Ini merupakan langkah kita untuk membuktikan bahwa yang dilakukan oleh PT Greensfields ini salah," ungkapnya.
Setelah beberapa kali persidangan, Majelis Hakim PN Blitar yang diketuai Ari Wahyu Irawan serta anggota Maimunsyah dan M Syafii, memutuskan mengabulkan sejumlah materi gugatan tersebut.
Dalam amar putusan Nomor: 77/Pdt.G/LH/2021/PNBlt yang diterbitkan secara online, tertulis mengadili, dalam eksepsi menolak eksepsi tergugat. Dalam pokok perkara, ada tiga poin keputusan, di antaranya mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian.
Juga menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum yaitu pencemaran lingkungan. Menghukum tergugat membuat kajian serta membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang memadai sesuai kapasitas usaha tergugat.
Kinan pun mengapresiasi keputusan yang dilakukan oleh majelis hakim. Meskipun tidak semua gugatan dikabulkan, tapi putusan itu sangat cukup. Putusan ini membuktikan bahwa PT Greensfield Indonesa terbukti melakukan pencemaran lingkungan dengan membuang limbah ke sungai.
Selanjutnya Kinan bersama warga lain akan mengawal putusan ini dan melaporkan hasil persidangan ke Kementerian Lingkungan Hidup. Mereka berharap kementerian tidak memberikan izin pembukaan peternakan milik PT Greenfields Indonesia ketiga, yang rencananya juga akan didirikan di Blitar.
"Ini merupakaan kejahatan lingkungan, sudah seharusnya pemerintah tidak menerbitkan izin bagi PT Greenfields Indonesia untuk membuka peternakan sapi lagi," tegas Kinan.
Sementara Kuasa Hukum PT Greenfields, Michael Jhon Amalo Sipet akan menunggu dan mempelajari dulu salinan putusan PN Blitar tersebut. Karena masih ada 14 hari untuk menentukan sikap, apakah banding atau menerima putusan tersebut.
"Kami masih sebatas membaca amar putusan saja. Belum menerima salinan putusan dan pertimbangan majelis hakim. Jadi belum tahu pertimbangannya," ungkap Michael.
Menurut Michael, pihak perusahaan telah mengetahui putusan Majelis Hakim itu. Namun karena belum menerima salinan putusan, mereka belum menentukan sikap dan langkah selanjutnya.
Meski begitu, Michael membantah bahwa perusahaan membuang limbah kotoran ke sungai. Kata dia, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) saat ini sedang dalam proses.
"Mau ada putusan atau perkara ini atau tidak, pembuatan IPAL tetap kita lakukan untuk melestarikan lingkungan, agar tidak ada dampak lingkungannya. Kita akan terus melakukan itu," terang dia.
Dilansir dari situs resmi PT Greenfields Indonesia, peresmian peternakan kedua di Wlingi dilakukan pada 6 Maret 2018. Peternakan ini terbentang di lahan seluas 172 hektar yang menjadi dan menampung 9.500 ekor sapi yang mampu menghasilkan 45 juta liter susu setiap tahunnya.
Mereka menyebut peternakan ini memiliki standar kelas dunia, dengan fasilitas yang modern dan dioperasikan secara otomatis. Perusahaan ini memproduksi susu berkualitas tinggi yang memuhi standar internasional, tanpa adanya sentuhan tangan manusia selama proses berlangsung.