jatimnow.com - Rumah Rendy Ravelino Saputra, penari cilik Bujang Ganong di Jalan Tlurtur, Kelurahan Jingglong, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo itu penuh dengan pernak-pernik reog.
Pernak-pernik itu digantung di dinding ruang tamu seluas 7 kali 6 meter. Selain itu, berbagai topeng juga membentang di dinding ruang tengah hingga ruang belakang.
Saat jatimnow.com berkunjung, Rendy sedang melihat video penari Bujang Ganong favoritnya. Ia kemudian menirukannya. Rendy terlihat luwes saat menirukannya.
Baca juga: Ratusan Penari di Tulungagung Meriahkan Perayaan Hari Tari Sedunia
Ya, rupanya Rendy sedang mematangkan variasi gerakan untuk persiapan tampil di Malang. Rendy terlihat atraktif.
Setelah itu ia baru berhenti dan mengajak berbincang tamu yang datang. Namun, gamelan mulai terdengar, tangan sigapnya meraih topeng Bujang Ganong yang diletakan di kursi. Seketika ia memamerkan atraksi salto menyesuaikan irama gamelan.
Begitu bunyi gamelan mulai terdengar lirih dan perlahan merendah hingga tidak terdengar lagi, Rendy membuka topeng. "Capek juga sih kak," katanya.
Kendati capek, Rendy tetap melanjutkan latihannya. Tak ada satupun yang bisa menghentikannya. Termasuk sang ibu, Desy Unggul Dananty.
Sang ibu, mengaku sudah mengenalkan anaknya sejak umur 2 tahun. Sehingga tak salah jika Rendy sudah mahir menjadi penari Bujang Ganong saat umur 8 tahun.
"Saya mengenalkannya sejak umur 2 tahun. Ya kami kenalkan lewat video. Anaknya melihat dengan seksama," kata Desy.
Baru kemudian, ia mengikutinya sedikit demi sedikit. Ia menjelaskan, bakat anaknya sudah ada. Apalagi kakeknya juga seorang pembarong.
"Jadi maklum saja cuma melihat video Rendy sudah bisa menirukan gerakan tarian Bujang Ganong, tanpa ada latihan khusus," bebernya.
Baca juga: Mengenal Sanggar Wikus, Komunitas Tari Profesional di Gresik
Namun, Desy mengaku sepakat dengan suami tetap memasukkan Rendy ke sanggar. Hal itu bukan tanpa alasan. "Ya biar Rendy lebih mahir," katanya.
Desy menjelaskan, Rendy tidak hanya mahir. Namun kecintaannya pada seni tari dari Ponorogo yang mendunia itu terlihat dari gaya berpakaiannya. Rendy tidak mau ganti baju lain selain kaos loreng merah putih bergambar reog yang menjadi ciri khas Ponorogo.
"Pernah bajunya saya cuci. Tapi Rendy menangis. Akhirnya terpaksa saya pakaikan lagi walau basah-basahan," bebernya.
Saat ini, koleksi baju reognya banyak sekali. Hal itu dilakukan agar si anak tidak merengek minta memakai baju reog.
Ia mengatakan, berbicara tentang bakat sang anak tidak ada habisnya. Karena Rendy juga menunjukkan saat di sekolah.
Baca juga: Penari Kontemporer Kediri Kenalkan Kisah Panji di Heritage Melaka Malaysia
"Rendy menjadi anak aktif yang sering mengajak dan mengajari teman sekelasnya bermain. Hingga membuat gurunya kewalahan menghadapi keaktifan Rendy," katanya serambi ketawa.
Namun demikian, prestasinya justru melejit dan memiliki kemampuan di atas rata-rata teman sekelasnya. ‘’Sempat khawatir menggangu pelajaran karena sering mendapat undangan perform pada malam hari. Eh, ternyata justru bagus nilainya, meskipun kata gurunya dia termasuk anak aktif, tidak mau diam,’’ tutur Desy.
Penampilan pertamanya di Desa Demangan, Kecamatan Siman, Ponorogo membius mata penonton waktu itu. Dari situlah akhirnya nama Rendy tidak asing lagi di kalangan warga Ponorogo. Tidak hanya itu, malah dia kerap mendapat undangan perform di luar kota.
Mulai Madiun, Surabaya, hingga Malang. Karakter lucu dengan dua gigi besar yang selalu diperlihatkan ke penonton saat manggung menjadi ciri khas bocah yang masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar itu.
Reporter: Mita Kusuma
Editor: Erwin Yohanes