Lamongan - Beragam cara dilakukan agar cabai rawit tetap laku di saat harganya menembus Rp100 ribu per kilogram. Seperti para pedang di Lamongan yang mulai menyiasatinya dengan cara oplosan untuk menekan harga cabai.
Para pedagang mencampur cabai rawit merah dengan cabai hijau. Bukan rahasia lagi, tindakan itu lumrah dilakukan para pedagang ketika musim cabai mahal tiba.
"Kalau dioplos harga bisa ditekan, menjadi Rp75 - Rp80 ribu/Kg, dengan begitu pembeli tidak terlalu terbeban dengan harga selangit itu," ungkap Saini, salah satu pedagang di Pasar Sidoharjo Lamongan kepada jatimnow.com, Selasa (7/6/2022).
Baca juga: 2 Upaya Pemkot Mojokerto Kendalikan Harga Cabai
Kenaikan harga cabai rawit ini juga mempengaruhi daya beli masayrakat terhadap cabai. Akibatnya para pedagang mengaku merugi karena umur cabai yang diketahui membusuk.
"Sejak mahal ini penjualan penurun, alhasil cabai busuk sering sekali terjadi," ujarnya.
Baca juga: Harga Cabai Rawit Naik, Capai Rp72 Ribu Per Kg di Pasar Larangan Sidoarjo
Selain mengoplos, guna menghindari kerugian yang lebih besar akibat cabai yang membusuk dan akhirnya terbuang juga dilakukan pengolahan. Pedagang seperti Saini memilih mengolah ulang cabai yang tidak laku dan nyaris membusuk.
"Kan ada tanda-tandanya kalau mau busuk langsung direbus, dijemur, setelah kering dihaluskan bisa jadi cabai kering, tapi itupun harga jual menurun kadang satu kresek Rp10 ribu. Tapi lebih baik seperti itu dari pada terbuang," tungkas Saini.
Baca juga: Harga Bahan Pangan Pasar Larangan Sidoarjo Naik
Sementara, menurut Plt Kadisperindag, M Zamroni menyampikan penyebab utama harga mahal ini terjadi karena stok yang menurun akibat perubahan cuaca, hama.
"Alhasil produktivitas petani cabai menurun, dan terjadilah kondisi ini. Mahalnya harga cabai juga terjadi pada 4 pasar induk di Lamongan yakni Sidoharjo, Mantup, Babat, dan Blimbing," ungkap Zamroni.