Tulungagung - Masyarakat 4 desa di Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, menggelar upacara adat tradisi Ulur-ulur di Telaga Buret, sebagai bentuk syukur melimpahnya air telaga yang mengairi area persawahan di Desa Sawo, Gedangan, Ngentrong dan Gamping, meski di musim kemarau.
Ketua Paguyuban Sendang Tirto Mulyo, Heri Setiyono menuturkan, upacara ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu, dan rutin digelar setiap bulan Selo dalam penanggalan Jawa, pada hari Jumat Legi.
"Ini merupakan tradisi dan bentuk rasa syukur kami atas limpahan air dari Telaga Buret untuk mengairi sawah warga," ujarnya, Jumat (24/06/2022).
Baca juga: Festival Endhog-endhogan, Cara Banyuwangi Peringati Maulid Nabi Muhammad SAW
Upacara diawali dengan arak-arakan ratusan masyarakat yang membawa aneka sesajen yang diletakkan dalam tandu. Mereka kemudian meletakan sesajen di depan dua arca yang merupakan perwujudan dari Dewi Sri dan Joko Sedono.
Baca juga: Tradisi Unik Maulid Nabi di Bangkalan, Berebut Barang hingga Ternak
Kedua arca ini dipercaya sebagai simbol kemakmuran petani. Arca kemudian dimandikan dan diberi hiasan berupa mahkota dari janur, serta kalung ronce bunga melati. Beberapa perwakilan kemudian menaburkan bunga di atas telaga.
"Selama ini petani di empat desa tidak pernah kekurangan air meskipun di lain daerah sedang musim kemarau," imbuhnya.
Baca juga: Melihat Tradisi Ulur-Ulur Telaga Buret, Pj Bupati Tulungagung Beri Pesan Ini
Sementara itu, Dwi Cahyono, seorang arkeolog mengungkapkan, ritual ini sudah ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda di Indonesia. Dosen Ilmu Sejarah Universitas Negeri Malang ini memperkirakan situs ini sudah ada sejak era zaman kerajaan Majapahit. Dugaan ini berasal dari sebaran beberapa benda bersejarah yang ada di sekitar telaga.
"Ada temuan seperti ambang pintu, reruntuhan candi di sekitar daerah ini, dugaannya sudah ada sejak zaman dulu," sebutnya.