Mojokerto - Ratusan mahasiswa Stikes Bina Sehat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di Mojokerto menggelar demo menolak dualisme ketua yayasan yang akan berdampak pada penutupan kampus, Rabu (6/7/2022).
Mereka berdemo di halaman kampus yang berada di Jalan Raya Jabon, Kecamatan Mojoanyar dan membentangkan poster tuntutan bertuliskan "Persatuan Perawat Kabupaten Mojokerto menolak pemimpin yang pernah digerebek dalam kos-kosan". Juga tulisan "Karyawan dan Mahasiswa Menolak HM Hartadi".
Pendemo menyampaikan beberapa tuntutan, seperti fasilitas perkuliahan, pembayaran yang masih tetap sama meski pembelajaran melalui daring dan yang terakhir adanya dualisme kepengurusan Yayasan Kesejahteraan warga Perawatan-Perawat Nasional Indonesia (YKWP PPNI) Kabupaten Mojokerto.
Baca juga: Demo PMII Surabaya, Tuding Tren Penanganan Korupsi Minim
Salah satu peserta demo, Yosi Hardian Ramadhan mengatakan, dualisme yang terjadi di tubuh YKWP PPNI Kabupaten Mojokerto terjadi setelah adanya pergantian ketua dalam Musyarawarah Daerah (Daerah) VIII yang dilakukan Februari 2022 lalu.
Menurut Yosi, dalam pemilihan tersebut, Mas'ud Susanto terpilih sebagai Ketua DPD PPNI Kabupaten Mojokerto menggantikan Hartadi. Namun Hartadi sebagai ketua yayasan yang lama tidak terima.
"Ketika pemilihan kemarin, Pak Hartadi ini tidak terima keputusan final hasil pemungutan suara pemilihan ketua," terang Yosi.
Dia menambahkan, akibat permasalahan dualisme ini, akhirnya ada kekosongan jabatan. Hartadi juga masih mengklaim aset-aset yang ada di organisasi Keperawatan Kabupaten Mojokerto sebagai miliknya dan memegang SK STIKes Bina Sehat PPNI yang telah berganti universitas.
"Pergantian nama universitas kampus ini terjadi sebelum pemilihan pada Tahun 2021-2022. Sehingga SK tersebut masih tertulis nama Hartadi. Sementara dosen dan yayasan yang sekarang ini memengang SK STIKes Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto yang lama," jelasnya.
Baca juga: UMM Gelar Deklarasi dan Diskusi Konflik Israel-Palestina di Malang
Saat ini kasus klaim aset dan dualisme jabatan ini telah masuk dalam ranah hukum, sehingga membuat mahasiswa kebingungan dan terdampak. Oleh karena itu, ia berharap konfilik dualisme kepemimpinan yayasan bisa segera diselesaikan.
"Ini juga sudah digugat di pengadilan karena pak Hartadi mengugat dan mengeklim ini adalah aset milik Hartadi. Nantinya dampak jika gugatan pak Hartadi menang STIKES ini bisa di tutup dan mahasiswa bisa tidak di wisuda, dan sebaliknya jika gugatan pihak kampus menang maka perkuliahan akan berjalan dengan normal," papar dia.
Sementara mantan Ketua DPD PPNI Kabupaten Mojokerto, HM Hartadi menjelaskan, tuntutan dan tudingan kepadanya dinilai salah sasaran. Ketika dirinya menjabat, dirinya tidak bersinggungan terhadap operasional kampus seperti biaya kuliah, gaji dan tunjangan tenaga pendidik atau dosen.
Hartadi menyebut, statusnya saat itu di Yayasan Kesejahteraan Warga Perawatan-Perawat Nasional Indonesia YKWP-PPNI Kabupaten Mojokerto adalah sebagai pembina.
Baca juga: Umsida Gelar Aksi Bela Palestina di Sidoarjo, Serentak dengan 171 Kampus
"Kalau tuntutan itu ditujukan ke saya, salah alamat. Karena terkait operasional itu wewenang ketua yayasan atau bendahara. Saat itu ketuanya Bambang Priyono. Terkait (tuntutan) itu belum ada laporan langsung ke saya," ungkapnya.
Menurut Hartadi, yayasan yang menaungi kampus dengan jabatan Ketua DPD PPNI Kabupaten Mojokerto yang diembannya saat itu tidak ada keterkaitan.
"Jadi harus bisa membedakan mana urusan organisasi dengan yayasan. Itu jelas berbeda. Itu fitnah yang ditujukan ke saya. Ini termasuk pencemaran nama baik. Menurut saya, mahasiswa ini diprovokasi untuk menjatuhkan saya," pungkasnya.