Mojokerto - Enceng gondok merupakan tumbuhan liar yang hidup di air. Kebanyakan orang menganggapnya sebagai hama. Tapi di tangan Suliadi, enceng gondok mampu disulap menjadi barang berharga.
Ya, Suliadi memang seorang perajin enceng gondok. Ia mengubah tumbuhan liar tersebut menjadi kerajinan tangan seperti tempat tisu, sandal, topi dan tas. Sehingga memiliki harga jual cukup tinggi.
Pria 44 tahun warga Desa Jeruk Seger, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto itu menjadikan eceng gondok sebagai handmade sejak 2015 silam. Hasil karyanya telah dipasarkan ke sejumlah daerah. Bahkan, ia kerap ikut pameran yang digelar Disperindag Kabupaten Mojokerto maupun Dinas Koperasi dan UKM Jawa Timur.
Baca juga: Nestapa Nelayan Lamongan, Penghasilan Anjlok Terdampak Enceng Gondok
"Pembeli terjauh dari Makassar, itu terjual saat saya titipkan di galeri Dinas Koperasi dan UKM Jawa Timur. Pembeli terbanyak masih dari Surabaya," ucap Suliadi, Kamis (4/8/2022).
Ayah tiga anak ini sedikit terkendala dengan keberadaan eceng gondok kering di Kabupaten Mojokerto. Jadi, ia harus membeli tanaman dengan nama latin Eichhornia Crassipes dari Surabaya dengan harga Rp11 ribu per kg. Bahan utama anyaman itu harus didapatkan walau harus berebut dengan perajin lain dari berbagai daerah yang juga membeli di Surabaya.
"Dulu banyak tumbuh liar di Sungai Brantas Mojokerto, tapi sekarang jarang ada. Kalaupun ada, lompongnya menyusut kalau dikeringkan. Beda dengan eceng gondok Surabaya, lompongnya besar," kata Suliadi.
Pemilik home industri Banyu Putih Art ini menjelaskan, satu tas anyaman dibanderol seharga Rp150 ribu. Untuk kerajinan tangan lain seperti tempat tisu, sandal dan topi, biasanya dijual antara Rp100 ribu hingga Rp200 ribu per unit.
Baca juga: Akar Masalah Mangkraknya Alat Berat dan Enceng Gondok Tutup Sungai di Sidoarjo
Suliadi menambahkan, 1 kg eceng gondok kering bisa dijadikan anyaman tas. Namun produk tas hanya dibuat ketika ada pesanan saja atau display pameran.
"Hampers yang banyak dipesan. Kemarin saat puasa Ramadan, kami sampai kualahan. Kalau untuk produk anyaman lainnya seperti keranjang pakaian kotor, sandal, tempat tisu, sprei bantal, topi, alas untuk piring dan gelas serta tas pesanannya landai saja," ungkap Suliadi sambil menenteng tas hasil anyamannya.
Kalau pesanan ramai, Suliadi bisa meraup keuntungan hingga puluhan juta rupiah. Bahkan dirinya juga merekrut tenaga kerja untuk mengerjakan anyaman di rumahnya atau bisa dikerjakan di rumah para pekerja tersebut.
Baca juga: DPRD Soroti Soal Enceng Gondok yang Tutupi Sungai di Sidoarjo
"Dulu 2015, Bu Risma order 5 ribu biji anyaman eceng gondok. Saya kerjakan selama 6 bulan dengan bantuan 35 penganyam. Kalau sekarang setiap bulan, order sekitar puluhan hingga ratusan saja," cetusnya sambil tersenyum.
Sebelum merekrut atau mempekerjakan orang, Suliadi melatihnya terlebih dahulu. Jika sudah fasih atau terampil baru diizinkan membuat kerajinan.
"Tekniknya nggak susah kok, asal serius belajar sehari saja langsung bisa. Saya dulu juga belajar otodidak saat tour ke Jogja. Saya beli tas eceng gondok, lalu saya pelajari di hotel. Eh lha kok hasilnya bagus dan laku dijual," pungkasnya.