jatimnow.com - Ritual adat Barong Ider Bumi kembali digelar warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Minggu (23/4/2023) kemarin. Seribuan orang turut serta mengarak barong berumur ratusan tahun, keliling kampung.
Wakil Bupati Banyuwangi Sugirah mengungkapkan bahwa hal tersebut adalah bagian dari upaya pelestarian adat.
"Ini merupakan kewajiban kami untuk melestarikan budaya leluhur, dan juga upaya peningkatan ekonomi bagi masyarakat," tutur Sugirah.
Baca juga: Festival Endhog-endhogan, Cara Banyuwangi Peringati Maulid Nabi Muhammad SAW
Sugirah juga mengapresiasi keguyuban masyarakat Kemiren dalam menguri-nguri budaya.
“Kemiren sudah lama menjadi jantung budaya Banyuwangi. Ke depan, kiranya ini tetap dilestarikan oleh generasi muda, sehingga budaya dan adat istiadat Osing tetap lestari,” ungkapnya.
Sepanjang jalan Desa Kemiren penuh sesak dengan masyarakat yang mengawal arak-arakan Barong khas Banyuwangi yang digeber setiap 2 Syawal atau hari kedua Idulfitri tersebut. Bahkan, bukan hanya warga Kemiren dan sekitarnya, tidak sedikit pula warga asal luar Kecamatan Glagah maupun wisatawan asal luar daerah yang sengaja datang untuk menyaksikan dari dekat acara tersebut.
"Mumpung jalan-jalan ke sekitar Desa Kemiren, lalu lihat ada Barong Ider Bumi. Saya langsung menepi dan ikut arak-arakan. Seru dan sangat kental budayanya," kata salah satu Wisatawan asal Lamongan, Mella Aggun Pradana (23).
Keseruan tradisi Barong Ider Bumi juga dirasakan oleh wisatawan asal Kanada Jovency Aileen (28). Jovency bersama rombongan ikut mengarak Barong dan mengaku takjub dengan tradisi-tradisi yang ada di Banyuwangi.
"Aku tidak percaya ini berlangsung ratusan tahun dan warga masih melestarikannya. Ini harus dijaga dan dilestarikan, ya karena ini bukti peradaban masyarakat Banyuwangi terdahulu. Semua orang pasti suka ini," ucap Jovency.
Tradisi yang sudah berlangsung sejak tahun 1800-an lalu ini berjalan meriah. Panas terik matahari tak menghalangi antusias lalare cilik (anak-anak) menirukan tarian-tarian yang dilakukan oleh para barong.
Baca juga: Tradisi Unik Maulid Nabi di Bangkalan, Berebut Barang hingga Ternak
Kepala Desa kemiren, Muhammad Arifin, mengatakan selamatan Barong Ider Bumi bertujuan untuk menolak bala. Dikatakan, orang dahulu percaya, kalau arak-arakan barong tidak digelar, Desa Kemiren, sering ditimpa musibah. Termasuk penyakit mematikan.
"Menyikapi pagebluk yang melanda, para sesepuh desa berinisiatif ziarah ke Makam Buyut Cili. Mereka berharap mendapat petunjuk menghilangkan pagebluk yang menyengsarakan masyarakat. Beberapa hari setelah ziarah, para sesepuh desa mendapat wangsit melalui mimpi," ungkap Arifin.
Wangsit tersebut mengisyaratkan bahwa masyarakat Desa Kemiren harus mengadakan upacara selametan dan arak-arakan melintasi jalan desa. Setelah masyarakat Desa Kemiren menggelar apa yang menjadi petunjuk dari Buyut Cili, pagebluk pun hilang.
Dalam ritual Barong Ider Bumi, barong diarak keliling desa. Arak-arakannya diiringi nyanyian macapat (tembang Jawa) yang berisi doa dan pemujaan terhadap Tuhan.
Baca juga: Melihat Tradisi Ulur-Ulur Telaga Buret, Pj Bupati Tulungagung Beri Pesan Ini
Ider berarti berkeliling kemana-mana. Sementara bumi artinya jagat atau tempat berpijak. Dari arti kedua kata tersebut dapat dimengerti bahwa Ider Bumi dimaksudkan sebagai kegiatan mengelilingi tempat berpijak atau bumi.
"Jadi, inti dari ritual Barong Ider Bumi adalah mengarak barong memutari desa," ujar Arifin.
Sebelum arak-arakan digelar, ritual diawali dengan berziarah alias nyekar ke petilasan (makam) Buyut Cili. Warga setempat meyakini, Buyut Cili merupakan orang yang kali pertama tinggal sekaligus mbahu reksa (menjaga, mengayomi, dan melindungi) Desa Kemiren.
Arak-arakan barong dimulai dengan sembur uthik-uthik yang dilaksanakan oleh 2 orang tetua dengan menebar beras kuning, bunga dan uang logam sebagai simbol mengusir kejahatan dan menolak penyakit.
Arak-arakan Barong Ider Bumi diakhiri dengan selamatan di atas gelaran tikar. Selamatan itu dibuka dengan pembacaan doa dalam dua bahasa, yakni doa dalam Bahasa Osing dan Bahasa Arab. Setelah doa dipanjatkan, masyarakat bersama-sama menikmati sajian kuliner khas Osing yakni Pecel Pitik.