jatimnow.com - Pemkab Trenggalek merekonstruksi sejarah pembangunan Dam Bagong dengan melakukan Kirab Mahesa.
Mahesa yang berarti kerbau ini dikirab dari Desa Kerjo, Kecamatan Karangan menuju Pendopo Manggala Praja Nugraha. Selanjutnya kerbau diserahkan kepada para sesepuh untuk dibawa menuju ke Sentono Bagong di Kelurahan Ngantru. Kerbau tersebut nantinya akan disembelih dan dibagikan kepada masyarakat.
Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin mengatakan, pada tahun ini prosesi Nyadran Dam Bagong dibuat berbeda. Tak hanya sekedar melarung kerbau, mereka mencoba melakukan rekontruksi ulang secara utuh kisah pembangunan Dam Bagong.
Baca juga: Ratusan Warga 2 Desa di Trenggalek Protes Jalan Rusak, Cabup Siap Perbaiki?
Sosok Mbok Roro Krandon yang dimakamkan di Desa Kerjo, diceritakan adalah seorang yang mempunyai gajah putih yang dipinjam oleh Menak Sopal. Namun ternyata gajah putih tersebut justru ditumbalkan untuk membuat Dam Bagong agar Trenggalek terbebas dari bencana banjir.
"Kita merekonstruksi ulang tetapi dengan nilai yang baru dan pendekatan yang baru. Yang direkonstruksi ulang, Dulu Menak Sopal meminjam Gajah dari Mbok Roro Krandon. Ternyata dari akad pinjam nya dengan kenyataannya itu berbeda," ujarnya, Kamis (15/06/2023).
Baca juga: Uji Coba Makan Siang Bergizi, Bupati Trenggalek: Tidak Gratis Lho
Rangkaian Nyadran Dam Bagong, sudah dimulai pada hari Rabu (14/06) malam. Pucak upacara tradisional ini akan digelar besok. Saat upacara akan dilarung kepala kerbau beserta kaki. Upacara tersebut merupakan agenda tahunan yang dilaksanakan rutin.
"Jadi kegiatan hari ini sebenarnya kegiatan rutin tahunan. Yaitu nyadran Dam Bagong ditandai dengan sedekahan daging Kerbau kepada masyarakat di kelurahan Ngantru, " tuturnya.
Nyadran Dam Bagong sebenarnya merupakan perwujudan rasa syukur dari warga sekitar dan petani yang dialiri oleh aliran sungai Dam Bagong. Mereka bersyukur karena sebelumnya Trenggalek merupakan rawa-rawa tandus yang kering ketika musim kemarau dan banjir ketika musim penghujan.
Baca juga: Bupati Trenggalek Raih Tanda Kehormatan Satyalencana Wirakarya Koperasi dan UMKM
Berawal dari tokoh yang bernama Menak Sopal, keadaan ini dirubah. Dengan membangun sebuah dam atau bendungan kecil di area Bagongan. Tanah yang dulunya tandus ketika kemarau dan banjir ketika hujan menjadi areal persawahan yang subur.
Sedangkan cerita-cerita lain di balik pembangunan dam, yakni dengan menyembelih gajah putih yang pada waktu itu milik Mbok Roro Krandon, menjadi cikal bakal upacara adat nyadran sekarang. Cuma hewan yang disembelih digantikan dengan seekor kerbau.