jatimnow.com - Kisah ini bermula dari sebuah ekspedisi seorang jurnalis asal Surabaya untuk mendokumentasikan mitologi yang ada di pesisir selatan Banyuwangi, pada 2010 silam. Saya (penulis) sendiri menjadi pemandu selama ekspedisi berlangsung.
Meski sudah 8 tahun berlalu, tapi pengalaman itu masih cukup kuat tertanam diingatan hingga saat ini. Terlebih dengan sosok perempuan misterius berkebaya yang saya jumpai di kawasan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP).
Cerita bermula, saat seorang teman jurnalis sebuah media cetak asal Surabaya datang ke Banyuwangi yang bermaksud untuk ekspedisi di pesisir selatan Banyuwangi. Pria berambut gondrong, ini ingin mendokumentasikan mitologi masyarakat pesisir.
Perjalanan kami mulai dari pantai Grajagan, Kecamatan Purwoharjo. Dengan menggunakan dua sepeda motor trail sewaan. Kami menyusuri rute yang sudah ditentukan. Sehari kemudian, kami bergeser ke pantai Pulau Merah, Pancer dan Rajegwesi.
Setelah beberapa hari berpindah-pindah, perjalanan berakhir di Pos Pancur pantai Trianggulasi masuk kawasan konservasi Alas Purwo, persis pertengahan hari. Disini, kami menginap di sebuah warung berkontruksi kayu dan semi terbuka.
Saat malam tiba, penerangan lampu hanya berasal dari listrik diesel. Itupun hanya sekitar 3 jam saja. Praktis, selebihnya kami bermalam berteman dengan cahaya api lilin. Dan dihibur suara serangga hutan nokturnal.
Bangku panjang warung yang hanya seukuran badan kami pilih sebagai alas tidur. Saya dan teman jurnalis Surabaya tidur bersebalahan, terpisah meja panjang. Meski badan lelah namun mata sulit untuk dipejamkan. Hal ganjil pun mulai terasa.
Kabut tipis perlahan datang hingga masuk ke warung. Seiring dengan itu tercium semerbak harum bunga setaman yang begitu kuat. Tak beberapa lama, terlihat sosok orang berjalan pelan masuk ke warung. Tak begitu jelas.
Namun sosok itu jelas terlihat saat tiba-tiba sudah duduk diujung kursi panjang tempat saya rebahan, nyaris menyentuh telapak kaki. Terlebih, sosok itu adalah seorang perempuan ayu nan anggun.
Dia mengenakan kemben (pakaian Jawa kuno) bermotif garis vertikal berwarna mangsi (tinta) yang menutup sebatas dada. Disalah satu pundaknya terlihat selendang dengan warna selaras. Rambutnya tertata rapi bersanggul. Sesaat dia memandang ke arahku yang berupaya bangun untuk duduk.
"Kang mas," begitu dia menyapaku lirih.
Saya, hanya melempar senyum kebingungan kearahnya karena jantung ini langsung berdetak kencang. Belum selesai dibenak bertanya-tanya, perempuan misterius itu kembali melempar sapaan kepadaku.
Dia menyebut sebuah nama, sembari mengubah posisi duduknya lebih dekat kepadaku. Nama yang kental dengan masa peradaban Jawa Kuno. Nama yang sama dengan nama seorang putri era kerajaan Majapahit.
"Gayatri," begitu dia menyebut namanya.
Gayatri bercerita meski saya tak meminta, bahwa dia sudah lama sekali tinggal di Alas Purwo. Jauh sebelum negara ini ada. Saya, lagi-lagi hanya bisa menjawab dengan anggukan kepala dan senyuman. Gayatri seolah mengerti dengan perasaan saya yang sedang tak karuan.
"Kang mas, dengarkan saja ya," pintanya dengan bahasa Jawa yang kosakatanya ada yang terdengar asing ditelinga. Meski begitu saya masih memahami subtansi perkataannya.
Dia mengaku jika hidup di Alas Purwo ada sebuah tugas yang kekal. Menebar kedamaian melalui perilaku dan tutur kata. Bukan hanya ke sesama manusia, namun kepada seluruh penghuni alam semesta. Seolah wejangan itu menyindir hiruk pikuk kehidupan bersosial pada saat ini.
"Saya pamit kang mas," ucapnya berpamitan kepadau sembari berjalan ke arah kegelapan meninggalkan wangi harum di sekitarku.
Anehnya, selepas Gayatri pergi rasa kantuk yang sangat langsung menyergapku. Esok pagi harinya, seorang petugas TNAP yang bertugas di Pos Pancur menghampiriku. Rupanya, dia mengetahui pertemuanku dengan Gayatri.
"Mas, tadi malam disambangi ya? Itu Diajeng Gayatri, saya kerap berjumpa," katanya.
Menurutnya, meski sejak lama menghuni Alas Purwo, namun Gayatri tidak pernah menganggu. Dia sosok mahluk gaib yang lembut dan ramah. Namun tidak semua orang bisa berinteraksi dengannya.
"Saya kesengsem dengan Gayatri, sampai-sampai saya membuat kidung untuknya," selorohnya sembari tersenyum.
Rasa penasaran membuat saya mencari tahu siapa gerangan sosok Gayatri. Sejumlah literatur sejarah menyebutkan sebuah nama Gayatri Sri Rajapatni. Seorang putri kerajaan Majapahit yang memilih menjadi Biksu Budhis daripada menjadi raja.
Penulis: Irul Hamdani
Editor: Arif Ardianto
Gayatri, Perempuan Misterius Penghuni Alas Purwo
Kamis, 30 Agu 2018 15:19 WIB
Reporter :
jatimnow.com
jatimnow.com
Berita Banyuwangi
Bank Mandiri Taspen Tanam 450 Bibit Alpukat di Banyuwangi
Agus Hermanto, Guru Pelosok Banyuwangi Sang Penjaga Mimpi Anak Desa
Pemenang Puteri Indonesia 2025 Firsta Yufi Ternyata Jebeng Banyuwangi 2019
Sekolah Rakyat di Banyuwangi Dibuka Juli 2025, Ini Persiapannya
Bupati Ipuk Ajak Ikawangi Perkuat Soliditas Membangun Banyuwangi
Berita Terbaru
Melihat Ujicoba Wisata Offroad di Surabaya
Gubernur Khofifah: Jatim Siap Suplai Hewan Kurban Provinsi Lain
Mas Dhito Terjunkan Tim DKPP ke Kandang Peternak, Pastikan Kelayakan Hewan Kurban
Kata Warga Jember Tentang Kisah Perjuangan Letkol dr RM Soebandi
Parade Surabaya Vaganza: Keajaiban Dongeng Rakyat Lokal Hingga Mancanegara
Tretan JatimNow
Agus Hermanto, Guru Pelosok Banyuwangi Sang Penjaga Mimpi Anak Desa
Kisah Wanita Single Parent jadi Pengemudi Ojol di Jember, Bawa Anak Tiap Hari
Kisah Wiwin Isnawati, dari Penjual Beras ke Kursi Legislatif DPRD Jatim
Profil Sofie Imam, Warga Tulungagung Asisten Pelatih Fisik Timnas Dampingi PK
Terpopuler
#1
Bupati Fawait Bakal Bangun Street Food di Jember, Begini Kata Akademisi
#2
Pesan Fawait pada Pelajar Pinggiran Jember: Saya Anak Desa jadi Bupati
#3
Bupati Fawait Nginap di Tenda, Kenang Masa Retreat di Magelang
#4
Hari ke-6 Petugas Tambah Alat Berat Pencarian Korban Longsor Trenggalek
#5