jatimnow.com - Jembatan Pelor di Kota Malang, Jawa Timur, menjadi salah satu akses jalan tersibuk. Setiap pagi dan sore nampak padatnya lalu lalang kendaraan roda dua yang melewati jalan penghubung antara Kelurahan Samaan dan Kelurahan Oro-oro Dowo itu.
Sekilas, Jembatan Pelor memiliki nama yang unik. Keberadaan akses jalan alternatif tersebut memiliki jejak sejarah sebagai jalur rel lori atau kereta pengangkut tebu.
Hal itu diungkapkan oleh Pemerhati Budaya dan Sejarah Kota Malang, Agung Buana.
Baca juga: Ngalup Collaborative Network X Bangun Bangsa Ajari Disabilitas di Malang Bikin Logo
"Dibangunnya sekitar 1900 awal, dulu untuk kebutuhan mengangkut hasil tebu, jadi dulu tidak menggunakan truk, tetapi kereta lori. Sehingga, dibuat jalur rel lori, termasuk Jembatan Pelor, penghubung kawasan sisi utara dan selatan, menghubungkan ladang tebu menuju pabrik," kata Agung Buana pada Rabu (1/11/2023).
Dulu, keberadaan jalur rel lori ini di tepi ladang tebu. Saat itu, terdapat perkebunan tebu di daerah Malang Utara seperti Tunjung Sekar, Singosari, termasuk Kelurahan Samaan dan sekitarnya.
"Bisa dicek juga, jalurnya masih ada, dari arah utara menuju jalan bunga-bunga, Jalan Mawar, masuk ke daerah Samaan juga," katanya.
Agung mengatakan, sebenarnya ada dua Jembatan Pelor, yakni di sisi utara, dan satunya berada di selatan. Namun, untuk saat ini, hanya tersisa Jembatan Pelor di sisi utara. Sedangkan, jembatan di sisi selatan sudah tidak ada lagi bangunannya.
Baca juga: Teater Api Indonesia Raih Anugerah Sabda Budaya 2024, Kurator: Inspiratif!
"Dulu jembatan ini terdiri ada dua. Pertama, melintasi Sungai Brantas. Kedua, di sisi selatan melintasi Jalan Brigjend Slamet Riyadi. Yang sisi selatan sudah tidak ada lagi bentuknya, sekarang sudah menjadi masjid," katanya.
Agung juga tidak tahu persis sejak kapan Jembatan Pelor tersebut mulai beralihfungsi dari rel lori menjadi jalur alternatif untuk sepeda motor. Namun, dia menduga, bahwa perubahan fungsi itu terjadi antara tahun 1950 hingga 1957.
"Saat itu, kereta lori di perusahaan gula di Malang sudah tidak lagi ke arah utara, jadi diarahkan ke arah selatan, karena ladang tebu di area utara sudah menjadi permukiman warga," katanya.
Baca juga: Cagub Jatim Risma Optimistis Jeruk Malang Bisa Go Internasional
Agung juga tidak tahu pasti alasan mengapa akses tersebut sering disebut masyarakat sebagai Jembatan Pelor.
"Mungkin plesetan dari rel lori. Jadi disebutnya Jembatan Pelor. Untuk memudahkan. Entah kenapa orang-orang menyebutnya seperti itu," katanya.