jatimnow.com - Penemuan Sumur Jobong di kawasan Peneleh menjadi satu dari banyaknya peninggalan bersejarah di Kota Surabaya.
Konon kawasan ini disebut sebagai salah satu pemukiman tertua yang ada di kota Pahlawan.
Menurut Juru kunci Sumur Jobong Agus Santoso, Sumur Jobong ditemukan pada tanggal 31 Oktober 2018. Saat itu, ditemukan secara tidak sengaja, oleh warga yang tengah bekerja untuk menggali tanah proyek box culvert pembangunan saluran air.
Baca juga: Menteri ATR/BPN - PWNU Jatim Teken Kerja Sama Sertifikat Tanah Wakaf
Di tengah proses penggalian, warga menemukan Sumur Jobong yang terbuat dari tembikar terakota ( tanah liat) dengan kedalaman mencapai 2 meter, dengan diameter 83 cm dan ketebalan 2,5 cm terkubur dalam tanah.
Selain sumur, di lokasi tersebut juga ditemukan tulang kerangka manusia, batu bata merah peninggalan zaman Kerajaan Majapahit serta serpihan mangkok dan benda lainnya.
Temuan tersebut selanjutnya dilaporkan ke Dinas terkait untuk dilakukan penelitian.
Hasilnya, sumur tersebut memiliki bentuk yang sama seperti temuan Sumur Jobong pada situs Trowulan, Mojokerto.
Kemudian, berdasarkan penelitian dari Pusat Kajian Kematian Universitas Airlangga Surabaya, hasil penelitian terhadap kerangka tulang yang ditemukan di lokasi Sumur Jobong menunjukkan bahwa tulang tersebut berusia sekitar 590 tahun atau hidup di tahun 1430 M.
"Awalnya oleh warga mau dihancurkan. Namun, saya tahan agar tidak dihancurkan. Temuan itu lantas saya laporkan ke pihak RW dan diteruskan ke Desa dan diteruskan ke Pemkot Surabaya untuk dilakukan penelitian lebih lanjut," ungkapnya.
"Setelah dilakukan penelitian oleh tim dari Balai Cagar Budaya Trowulan Jatim, disebut bahwa sumur Jobong erat kaitannya dengan massa kerjaan Majapahit. Kemudian hasil penelitian dari Unair dan hasil uji karbon tulang dari Australia dan sampel DNA orang sini menunjukkan bahwa tulang tersebut diperkirakan berusia 1430 an dan masih ada kaitannya dengan DNA orang sini (Peneleh)," sambungnya.
Jauh hari sebelum ditemukan, ungkap Cak Agus, Dia bermimpi bertemu dengan sesosok orang sepuh (tua) mengenakan baju putih dan berjenggot serta berambut serba putih.
Baca juga: Arus Peti Kemas TPS Naik 9,77 Persen Hingga Oktober 2024, Ekspor-Impor Tetap Stabil
Dalam mimpinya, wajah sosok tersebut terlihat samar. Posisinya berada di sekitar lokasi penemuan sumur tersebut sebelum dilakukan penggalian.
Namun, karena kaget Cak Agus kemudian melemparnya dengan batu bata merah. Anehnya setelah dilempar batu, sosok itu tetap berada di lokasi tersebut, dan malah memancarkan aura kesabaran dan ketenangan.
Konon sumur tersebut dijaga atau dibuat oleh seorang resi (orang suci penasehat spiritual raja jaman dahulu).
"Setelah ditemukannya sumur ini, daerah sekitar sini yang awalnya nampak suram atau menakutkan. Sekarang sudah tidak lagi, malah ramai setiap hari ada orang yang berkunjung," ujarnya.
Masyhurnya Sumur Jobong membuat kawasan ini kerap didatangi oleh masyarakat dari berbagai daerah. Mereka rata-rata penasaran ada pula yang melakukan ritual spiritual di sumur tersebut. Konon, menurut peziarah sumur Jobong dapat mendatangkan berkah dan menyimpan benda pusaka.
"Bahkan ada pejabat malam-malam datang ke sini, ada pula calon kepala daerah dan banyak lagi pernah ke sini hanya sekedar membasuh muka atau mengambil air dari sumur ini," ungkapnya.
Baca juga: BBJT Gelar Festival Teater Berbahasa Daerah, 20 SMA/SMA dan Sanggar Adu Akting
Anehnya lagi, rasa dari air sumur Jobong tidak berubah meskpun lokasinya berada di antara saluran air.
"Meski pun samping kanan kirinya sumur ini saluran air. Tapi, rasanya tidak terkontaminasi. Kata orang tergantung dari amal perbuatan orangnya (niatnya). ada yang bilang rasanya (air) manis, ada orang yang bilang seperti air zam-zam dan ada yang menyebut seperti ada bau gasnya," jelasnya.
Namun, Cak Agus percaya bahwa sumur tersebut adalah peninggalan leluhur warga kawasan Peneleh. Sumur Jobong selanjutnya ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemkot Surabaya sejak tahun 2019 yang lalu.
Bagi pengunjung yang ingin melihat sumur Jobong dari deket dilarang menyentuh tembikar atau bibir sumur yang sudah rapuh dimakan usia.
"Pengunjung yang kesini selalu saya ingatkan agar meminta kepada Allah Tuhan yang maha Esa sambil terus berusaha dan bekerja keras, jangan minta pada sumur. Ini hanya peninggalan sejarah yang harus dilestarikan," tambahnya.