jatimnow.com - Pasangan petahana Mochamad Nur Arifin dan Syah M Natanegara dipastikan bakal melawan kotak kosong di Pilkada Trenggalek tahun ini. Mereka memborong semua rekomendasi partai politik.
Selain itu pasangan Bacabup dan Bacawabup dari jalur perseorangan juga dipastikan tidak dapat mendaftar karena kekurangan bukti dukungan. Kondisi ini dinilai merupakan bagian dari realitas politik yang biasa terjadi.
Pengamat Politik Institut Demokrasi dan Keberdesaan, Nurani mengatakan melawan kotak kosong dalam Pilkada sah dan tidak melanggar.
Baca juga: KPU Trenggalek Target Partisipasi Masyarakat 75 Persen, Yakin?
Kondisi ini menjadi bagian dari demokrasi. Meskipun begitu Pilkada dirasa kurang menarik karena tidak ada kontestasi wacana yang seimbang.
"Karena tidak ada lawan maka visi dan misi yang diusung tidak ada lawannya, ini yang menjadikan Pilkada melawan bumbung (kotak) kosong tidak menarik," ujarnya, Selasa (27/8/2024).
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pasangan petahana ini melawan kotak kosong. Diantaranya adanya kepuasan dari masyarakat atas kinerja pasangan petahana tersebut.
Berbagai gerakan dan kegiatan pasangan petahana dalam hal seni dan budaya dapat meraih simpati masyarakat.
Baca juga: Dampingi Khofifah di Trenggalek, Mas Ipin: Saya Tegak Lurus Menangkan Risma
"Ini yang saya dengar dari suara rakyat dari obrolan di warung kopi, mereka cukup puas dengan kinerja pasangan petahana," tuturnya.
Selain itu partai politik juga gagal membentuk kader dan tokoh yang mampu menyaingi pasangan petahana.
Sebagai organisasi pengkaderan, menurut Nurani, seharusnya partai politik mampu menciptakan tokoh yang mampu bertarung dalam Pilkada. Namun realitanya tidak ada nama yang dapat menyamai kualitas maupun elektabilitas pasangan petahana.
"Realitanya seperti itu, pengkaderan di partai politik kurang maksimal sehingga tidak ada tokoh yang muncul," tuturnya.
Baca juga: Demokrat Sebut Cawabup Trenggalek Bohongi Parpol
Meskipun melawan kotak kosong, namun Nurani mengingatkan pasangan petahana untuk tidak terlena. Hal ini dikarenakan muncul suara minor dari masyarakat yang berkembang di media sosial. Jika hal ini tidak diantisipasi akan berpengaruh pada hasil Pilkada.
"Ada kejadian yang kalah dengan bumbung (kotak) kosong juga, artinya petahana tidak bisa menganggap remeh bumbung kosong ini," pungkasnya.