jatimnow.com - Upaya pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) di kawasan pesisir Surabaya terus dilakukan, meski mengalami sejumlah penolakan.
Kawasan pesisir ini rencananya akan direklamasi menjadi pulau-pulau tambahan mulai dari Kenjeran hingga Wonorejo.
Juru bicara pengembang PT Granting Jaya pada Surabaya Waterfront Land, Agung Pramono mengungkapkan, untuk kelengkapan syarat masih terus digarap hingga saat ini.
Baca juga: Pembangunan Surabaya Waterfront Land, Eri Cahyadi Janji Pertahankan Lingkungan
Dalam merealisasikan PSN ini, dia mengatakan, semua unsur syarat wajib melewati kajian dari akademisi.
"Tentu dari situ kita juga melihat prospek ke depan. Kan juga ada visibility studies dari sisi pengembang. Kita lihat plus minusnya apa. Yang minus pasti kita mitigasi," kata Agung, Kamis (5/9/2024).
Dia mengakui, pembangunan mega proyek Surabaya Waterfornt Land tak bisa lepas dari dampak negatif pada lingkungan sekitar.
Agung menegaskan, intervensi dan demo penolakan yang dilakukan oleh warga sekitar, unsur nelayan, ataupun ormas tak akan mampu menghambat jalannya mega proyek SWL tersebut.
"Reklamasi ini kan sudah jadi PSN, jadi yang bisa membatalkan ya (pihak) yang sama dengan yang mengeluarkan persetujuan proyek ini (pusat)," ucap Agung.
Lebih jauh, saat ini pembahasan mengenai proyek ini masih terus berlangsung. Mulai dari AMDAL hingga realisasi dari pulau-pulau yang akan dibuat nantinya.
Dia mencontohkan salah satu pengembangannya adalah bertambahnya jumlah pulau.
Rencananya, pulau yang akan dibuat dalam proyek ini hanya empat. Namun kini bertambah menjadi enam pulau dengan alasan pembuatan kanal. Dua pulau baru itu adalah hasil pengembangan dari pulau yang paling besar yakni pulau C dan pulau D.
"Pulaunya bertambah karena kita memperbesar kanal-kanalnya. Jadi kalau kemarin D itu hanya satu pulau, sekarang dua pulau. C juga dua pulau. Karena ada kanalnya di tengah. Jadi ada enam pulau. Pembangunan ini fokus pada wisata. Salah satunya adalah wisata mangrove untuk yang di pulau A yang nempel dengan existing," jelas Agung.
Pro Kontra Perkara Lumrah
Penolakan dari warga pesisir yang terdampak proyek reklamasi di kawasan pesisir timur Surabaya dinilai sebagai dinamika yang lumrah.
Agung Pramono mengaku, pihaknya akan tutup telinga. Meski kerap keli dilanda penolakan pihaknya akan terus melakukan dialog untuk memberikan pemahaman kepada warga mengenai realisasi dari proyek yang diberi nama Surabaya Waterfront Land (SWL) itu.
Baca juga: Warga Keberatan Proyek Surabaya Water Frontline, Ini Sikap DPRD Jatim
Munculnya fenomena penolakan dari masyarakat pesisir ini harus disikapi dengan arif dan bijak.
"Langkah pertama AMDAL adalah sosilaisasi. Sosialisasi ini kami lakukan untuk wilayah pesisir ada 4 kecamatan. Saya kira pengembang tentu akan mempelajari dan akan berkomunikasi dengan pihak-pihak yang masih dalam tanda kutip belum memahami proyek ini," kata Agung.
Menurut Agung, munculnya penolakan dari warga ini lantaran ada penerimaan yang bias dan butuh penjelasan lebih detail.
Sehingga, PT Granting Jaya akan terus berusaha membuka peluang-peluang dialog dengan warga sekitar.
"Ini baru diujung (diawal) kok. Jangan kalau sudah AMDAL terus akan begini akan begitu, ini masih jauh (tahapannya)," ucapnya.
Dia melanjutkan, kendati ada penolakan dari warga, proyek ini tetap akan berlanjut. Sebab, sejumlah prosedur juga masih terus berjalan.
Salah satu yang ingin dikebut adalah ijin untuk reklamasi.
Baca juga: Risma - Gus Hans Bersama Warga Tolak Reklamasi di Surabaya
"Kita tetep melaksanakan sesuai prosedur. Habis tahapan PSN keluar, kemudian perijinan pengelolaan lautnya, terus AMDAL untuk reklamasi. Nanti akan ada persyaatan lain dan masih banyak. Setiap perijinan, pasti ada kajian akademis yang memang harus kami lakukan. Perijinannya masih panjang. Ini masih belum pelaksanaan," ujarnya.
Diketahui, proyek SWL ini diperkirakan mereklamasi seluas 1.084 hektare, dengan luas tanah pesisir pantai yang membentang dari Surabaya utara (Kenjeran) hingga selatan (Rungkut).
Rancangan pembangunan tersebut terdiri dari 4 blok. Dengan nilai biaya sebesar Rp72 triliun. Proyek ini akan mengubah wajah Kota Pahlawan menjadi waterfront ala Singapura.
Blok A, memiliki luas 84 hektare dengan fungsi menjadi pusat pariwisata dan hunian, lengkap dengan perkantoran, hotel, ruko, dan kawasan rekreasi. Blok ini juga akan memiliki area konservasi mangrove yang memperkaya ekosistem pesisir.
Blok B seluas 120 hektare akan didedikasikan untuk zona perikanan. Blok ini akan dilengkapi dengan pelabuhan modern, pasar ikan segar, cold storage, pusat lelang perikanan, fasilitas pemeliharaan kapal, pusat perbelanjaan, industri olahan hasil laut, UMKM hasil laut, balai latihan perikanan, pusat pembibitan serta perumahan nelayan modern.
Blok C seluas 260 hektare akan menjadi zona kemaritiman, menampung kompleks marina, museum maritim nasional, convention center, hotel, dermaga, pusat pengembangan ilmu pengetahuan kemaritiman, perguruan tinggi aspek kemaritiman, ruko, area komersial, villa estate, apartemen, dan kompleks pendidikan umum.
Blok D utara seluas 620 hektare akan menjadi pusat hiburan dan bisnis, dengan hall pertunjukan, hotel, apartemen,kompleks ruko, SWL Square, pasar produk ekonomi kreatif, dan industri zero emission yang ramah lingkungan.