jatimnow.com - Indonesia memasuki era baru literasi digital yang jauh lebih kompleks dan inklusif. Transformasi dari konsumen pasif menjadi inovator AI menjadi kunci kemajuan bangsa.
Hal itu ditegaskan oleh pakar komunikasi Jatim, Dr. Dra. Zulaika, M.Si, dalam acara “Jagongan Bareng” Rumah Literasi Digital (RLD) yang digelar pada Selasa, 26 Agustus 2025.
Menurut Zulaika, literasi AI adalah fondasi penting dalam era digital ini. "Masyarakat tidak bisa lagi hanya sekadar menghindari tautan mencurigakan," ujarnya.
Baca juga: Hoaks Merajalela? Ini Cara Jurnalis Surabaya Selamatkan Kita!
"Mereka harus memahami bagaimana algoritma bekerja, potensi bias yang ada, serta bahaya deepfake yang semakin mudah dibuat," sambungnya.
Pemerintah, melalui Kemenkominfo, aktif mengintegrasikan literasi AI dalam program Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) sejak 2024.
Tujuannya, agar masyarakat tidak hanya menjadi korban informasi palsu, tetapi juga mampu memanfaatkan AI untuk inovasi dan kreativitas.
Pergeseran orientasi literasi digital juga mencakup optimalisasi peluang ekonomi digital. Zulaika menegaskan bahwa masyarakat harus didorong untuk menjadi produsen nilai digital yang kompetitif.
"Literasi digital saat ini mencakup kemampuan menjalankan UMKM secara online, mengelola konten di platform global, dan bekerja dari jarak jauh," jelasnya.
Pekerjaan kreatif seperti content creator dan freelancer semakin diakui sebagai bagian penting dari ekonomi digital nasional.
Lonjakan kasus penipuan digital dan investasi bodong menuntut pemahaman yang lebih mendalam tentang keamanan data pribadi dan literasi keuangan digital.
Dosen Fikom Unitomo itu juga mengimbau masyarakat untuk selalu "Cek Legalitas, Cek Logis, Cek Lapak" sebelum berinvestasi.
Selain itu, pemahaman tentang enkripsi, manajemen kata sandi, dan privasi di platform digital juga sangat penting.
"Regulasi seperti UU PDP dan revisi UU ITE memberikan dasar hukum yang kuat untuk melindungi data pribadi," tambahnya.
Baca juga: Kapolri Listyo Sigit Prabowo Resmikan SPPG Polresta Sidoarjo
Pemerintah juga menggaris bawahi pentingnya literasi digital inklusif, dengan fokus pada kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, lansia, anak-anak, dan masyarakat di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Zulaika menjelaskan bahwa aplikasi layanan publik wajib dilengkapi fitur text-to-speech, subtitle otomatis, dan navigasi ramah disabilitas.
"Ini adalah fondasi bagi Indonesia yang lebih adil dan berkelanjutan," tegasnya.
Selain itu, kata dia, si era digital ini, wartawan memiliki peran yang lebih luas, yaitu sebagai *fact-checker*, edukator digital, analis data, dan penjaga keamanan digital.
Untuk itu Zulaika menuturkan bahwa wartawan harus mampu memverifikasi berita palsu, menggunakan AI secara etis, melindungi data narasumber, dan menjaga independensi di tengah tekanan clickbait.
"Wartawan bukan hanya pembuat konten, tetapi juga kurator informasi dan penjaga demokrasi digital," pungkasnya.
Baca juga: Rumah Literasi Digital Hadir di Surabaya, Siap Jadi Teman Baik Pegiat Ekonomi Digital
Meskipun memiliki prospek cerah, Indonesia masih menghadapi tantangan seperti overload informasi, ketimpangan keterampilan digital, dan etika AI yang belum jelas.
Namun, dengan populasi muda, keberagaman budaya, dan semangat inovasi yang tinggi, Indonesia berpotensi menjadi pemimpin digital di Asia Tenggara.
Zulaika optimis bahwa dengan literasi digital yang kuat, Indonesia dapat mengatasi tantangan dan meraih peluang di era digital ini.
Sebagai catatan, siterasi digital di era baru bukan lagi sekadar kemampuan untuk "melek internet". Ini adalah kunci untuk memahami, mengendalikan, menjaga, dan menciptakan sesuatu yang bernilai di dunia digital.
Transformasi dari pengguna pasif menjadi inovator AI, dari konsumen hoaks menjadi kritikus informasi, akan menentukan masa depan Indonesia di era digital.