jatimnow.com - Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Gubernur Jawa Timur dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam kasus pencemaran Sungai Brantas resmi ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).
Keputusan itu sekaligus menguatkan tuntutan Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) agar kedua pihak tergugat melaksanakan 10 poin putusan pengadilan, termasuk desakan untuk segera meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat.
Penolakan permohonan PK tersebut diketahui setelah Jurusita Pengganti mengirimkan rilis pemberitahuan isi putusan Peninjauan Kembali Nomor: 821 PK/Pdt/2025 pada 1 Oktober 2025. Putusan ini memperkuat putusan sebelumnya, yaitu Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 8/Pdt.G/2019/PN.Sby yang telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa Timur.
Baca juga: Gubernur Jatim dan Kejati Sepakat Jalan Bareng Perkuat Restorative Justice
Koordinator Kampanye Ecoton, Alaika Rahmatulla, menjelaskan bahwa penolakan PK ini secara langsung mewajibkan pihak tergugat untuk segera melaksanakan putusan yang telah inkrah. Salah satu poin krusial yang harus segera direalisasikan adalah pemasangan CCTV pada outlet pembuangan limbah cair di sepanjang Kali Brantas.
"Setiap industri wajib hukumnya memasang CCTV yang langsung nyorot ke outlet buangan limbah," tegas Alaika Rahmatulla.
Ia menambahkan bahwa pasca-ditolaknya PK Gubernur, industri di sepanjang Sungai Brantas akan kesulitan membuang limbah tanpa diolah, yang menandakan langkah hukum serius terhadap praktik pencemaran.
Alaika juga menyebutkan bahwa kerusakan Sungai Brantas saat ini sudah tidak terkendali. Kerusakan ini dipicu oleh industri yang bebas membuang limbah tanpa diolah dan menjamurnya pemukiman akibat kelalaian PUPR, yang secara signifikan meningkatkan volume sampah plastik di sungai.
Baca juga: Bus Trans Jatim Koridor VII Lamongan-Paciran Resmi Mengaspal
Selain kewajiban teknis seperti pemasangan CCTV dan alat pemantau kualitas air Real Time , poin penting putusan Pengadilan Negeri Surabaya adalah perintah bagi para tergugat untuk meminta maaf kepada masyarakat di 15 kota/kabupaten yang dilalui Sungai Brantas.
Alaika menilai permintaan maaf ini sudah "sepatutnya" dilakukan oleh Gubernur Jatim dan Menteri PU karena dinilai gagal memulihkan kualitas air Kali Brantas.
Kelalaian ini didukung hasil survei Ecoton terhadap 535 warga Jawa Timur, di mana 62,1% responden menyatakan pengelolaan Sungai Brantas oleh Gubernur masuk kategori Buruk.
Mayoritas responden (88%) juga meyakini bahwa Kali Brantas saat ini masih dalam keadaan tercemar. Pencemaran utamanya bersumber dari sampah plastik dan limbah cair warga (73,5%) dan limbah industri (25%).
Baca juga: Hari Jadi Jatim ke-80, Program Pembebasan Pajak Kembali Dibuka
Manager Sains, Seni, dan Komunikasi Ecoton, Prigi Arisandi, juga menyindir kegagalan pemerintah dalam menangani kasus ikan mati massal yang terus berulang.
"Selama ini kejadian ikan mati masal terus berulang dan tanpa penyelesaian karena penyebab terjadinya ikan mati masal tidak diungkap ke publik dan cenderung di peti es-kan sehingga peristiwa ikan mati masal terus berulang,” ungkapnya.
Ecoton mendesak agar Gubernur Jatim dan Menteri PUPR segera melakukan upaya-upaya pemulihan pencemaran , termasuk memasukkan program pemulihan kualitas air sungai Brantas ke dalam APBN 2020 dan membentuk Tim SATGAS untuk memantau pembuangan limbah cair di Jawa Timur.