jatimnow.com - Di tengah tumpukan sampah yang seringkali dianggap menjijikkan, Achmad Taufik justru melihat peluang emas. Pria asal Desa Wringinanom, Gresik, Jawa Timur ini berhasil mengubah limbah organik menjadi pundi-pundi rupiah melalui bisnis kompos yang berkelanjutan.
Bagi sebagian orang, harga sembako mungkin menjadi momok yang menakutkan. Namun, bagi Taufik, tumpukan kulit pisang, daun kering, dan sisa sayur di depan rumahnya adalah "ladang duit" yang menjanjikan. Dari halaman rumahnya yang sederhana, ia mampu mengubah bau busuk menjadi penghasilan tambahan yang lumayan.
"Menggali emas dari kotoran organik," itulah prinsip yang dipegang teguh oleh Taufik. Setiap dua hingga tiga minggu sekali, ia memanen kompos hasil fermentasi limbah organik.
Baca juga: Polres Jember Gagalkan Pengiriman 3 Ton Pupuk Subsidi ke Luar Area
Hasilnya, ia bisa meraup penghasilan tambahan hingga satu juta rupiah lebih per bulan. Sebuah angka yang cukup berarti bagi seorang pekerja kuli bangunan seperti dirinya.
Taufik bukanlah sosok yang tiba-tiba terinspirasi dari video zero waste di media sosial. Ia adalah "lulusan lapangan" sejati.
Pengalaman selama lima tahun bekerja di TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle) telah membekalinya dengan ilmu dan keterampilan untuk menaklukkan aroma tak sedap dan menghasilkan pupuk organik berkualitas. Kini, ilmu tersebut ia terapkan di halaman rumahnya sendiri.
Dalam setiap proses pengomposan, Taufik mampu mengolah hingga dua ton sampah organik. Bahan bakunya pun sederhana, yaitu sisa dapur tetangga, daun kering dari kebun, dan berbagai limbah organik lainnya.
Dalam waktu singkat, semua limbah tersebut berubah menjadi pupuk kompos berwarna gelap, lembut, dan beraroma tanah basah yang khas.
Jika sebelumnya Taufik menjual kompos dalam kemasan 4 kg, kini ia hanya menyediakan kemasan karung 20 kg. Strategi ini ternyata ampuh untuk meningkatkan penjualan.
Baca juga: 6 Ribu Petani Geruduk Gebyar Diskon Pupuk di Lamongan
"Sekarang cuma jual kemasan 20 kg aja. Orang-orang lebih milih yang gede, sekalian banyak," ujarnya.
Pelanggan Taufik pun beragam, mulai dari anggota PKK, sekolah adiwiyata, hingga para penghobi tanaman dari berbagai kecamatan di Wringinanom, Benjeng, Balongpanggang, hingga Gresik kota. Mereka percaya bahwa kompos buatan Taufik mampu membuat tanaman lebih subur dan hasil panen melimpah.
Dari hasil penjualan kompos organik, Taufik mampu menambah penghasilan antara Rp800 ribu hingga Rp1,3 juta setiap bulannya. Baginya, ini adalah hasil dari kerja keras, ketekunan, dan kontribusi nyata terhadap lingkungan. Ia menjual sebagian komposnya secara langsung, dan sebagian lagi melalui mitra yang membantu distribusi.
Taufik telah membuktikan bahwa bisnis ramah lingkungan tidak harus mewah dan glamor. Terkadang, bisnis tersebut justru bisa dimulai dari halaman rumah, dengan memanfaatkan karung bekas dan limbah organik yang diolah dengan sabar hingga menjadi pupuk yang bernilai.
Baca juga: Petani Bojonegoro Dapat Pupuk Murah, Full Senyum dong..
Di akhir perbincangan, Taufik menyampaikan harapan sederhananya, yaitu agar semakin banyak orang sadar untuk memilah sampah dari rumah. Menurutnya, jika semua warga bisa memisahkan sampah organik dan anorganik, maka masalah sampah di Indonesia akan berkurang secara signifikan.
"Sampah organik bisa jadi kompos, bisa untuk nutrisi tanaman pangan dan nonpangan," ucapnya.
Kisah Achmad Taufik adalah bukti nyata bahwa perubahan besar bisa dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana. Dari Gresik, ia menginspirasi banyak orang untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan melihat peluang di balik tumpukan sampah.