jatimnow.com - Hasil penelitian terbaru dari Jaringan Gen Z Jatim Tolak Plastik Sekali Pakai (Jejak), Komunitas Growgreen, River Warrior, dan Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) menunjukkan adanya dugaan kontaminasi mikroplastik dalam air hujan di Kota Surabaya. Temuan ini memicu kekhawatiran akan potensi dampak buruk bagi kesehatan warga.
Sebelumnya, Surabaya menduduki peringkat 6 dari 18 kota di Indonesia dengan kontaminasi mikroplastik di udara sebesar 12 partikel/90 cm2/2 jam. Penelitian terbaru ini melanjutkan riset tersebut dengan fokus pada air hujan.
Peneliti GrowGreen sekaligus mahasiswa Unesa Surabaya, Shofiyah, menghimbau warga untuk berhati-hati dan tidak menelan air hujan secara langsung.
Baca juga: Ecoton Desak Pemkot Malang Selamatkan DAS Brantas dari Sampah
“Semua lokasi penelitian tercemar mikroplastik, kondisi ini mengkhawatirkan dan akan jadi ancaman serius bagi kesehatan warga, maka kami menghimbau agar warga tidak mangap atau menelan air hujan karena masuknya air hujan akan meningkatkan kontaminasi mikroplastik dalam tubuh,” ujar Shofiyah, di Surabaya, Jumat (14/11/2025).
Penelitian yang dilakukan pada 11-14 November 2025 di 5 lokasi menunjukkan bahwa daerah Pakis Gelora memiliki tingkat pencemaran mikroplastik tertinggi, yaitu 356 partikel Mikroplastik (PM) per liter. Disusul Tanjung Perak dengan 309 PM/L.
Koordinator Penelitian Mikroplastik Kota Surabaya, Alaika Rahmatullah, menjelaskan bahwa tingginya tingkat pencemaran mikroplastik dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
“Semisal di Pakis Gelora menunjukkan kadar mikroplastik tinggi karena terdapat aktivitas pembakaran sampah dan lokasi yang berdekatan dengan pasar dan jalan raya,” ungkap Alaika.
Baca juga: Komunitas Brantas Mbois Geruduk Balai Kota Malang
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi beberapa sumber utama yang diduga berkontribusi terhadap keberadaan mikroplastik dalam air hujan di Surabaya. Di antaranya pembakaran sampah plastik secara terbuka, gesekan antara ban kendaraan bermotor dengan permukaan aspal jalan raya, kegiatan laundry seperti mencuci dan menjemur pakaian, timbunan sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik, polusi dari aktivitas industri, serta emisi asap kendaraan bermotor.
Ridha Fadhillah menambahkan bahwa pencemaran plastik di laut juga dapat berkontribusi terhadap kontaminasi mikroplastik dalam air hujan.
“Faktor lain penyumbang mikroplastik dalam air hujan kota Surabaya berasal dari pencemaran plastik air laut. Dalam proses siklus air, air laut terevaporasi menjadi uap air dan terkondensasi menjadi awan, jadi semakin tinggi tingkat polusi plastik atau mikroplastik dalam air laut maka akan berdampak pada tingginya tingkat pencemaran mikroplastik dalam air hujan,” ujar Ridha.
Sementara peneliti Ecoton, Sofi Azilan Aini, menjelaskan bahwa jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan dalam air hujan di Surabaya adalah jenis fiber atau filamen.
Baca juga: Gawat! Uji Air di Malang Temukan 11 dari 12 Sampel Terpapar Mikroplastik
“Membakar sampah plastik akan menghasilkan jenis mikroplastik fiber, dari riset sebelumnya yang dilakukan di lokasi dekat tungku pembakaran sampah di Sidoarjo menunjukkan jenis fiber mendominasi mikroplastik di udara sekitar daerah pembakaran sampah,” ungkap Sofi.
Menyikapi temuan ini, para peneliti menyampaikan sejumlah rekomendasi penting sebagai upaya mitigasi dan pencegahan pencemaran mikroplastik lebih lanjut, antara lain menghentikan praktik pembakaran sampah secara terbuka, menghentikan pembuangan sampah plastik ke sungai dan wilayah pesisir, dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai secara signifikan.
Kemudian juga menerapkan publikasi atau sanksi sosial berupa pemasangan foto bagi warga yang terbukti melakukan pembakaran sampah plastik atau membuang sampah ke sungai dan pesisir, serta melaksanakan pengujian mikroplastik secara berkala di udara Surabaya.