jatimnow.com - Jutaan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dari baterai atau aki bekas beredar di masyarakat. Pemerintah diharapkan menertibkan pengolahan limbah baterai atau aki bekas.
Karena diduga banyak pengepul atau pengolah limbah dari aki bekas ini illegal atau tidak memiliki izin.
"Kami memiliki beberapa usulan terkait tata kelola baterai bekas ke depannya," ujar Direktur PT Indra Eramulti Logam Industri (IMLI), Dian Triharjo, di sela acara Gathering Plant Tour dan FGD Pengelolaan Limbah B3 untuk Kelestarian Lingkungan Hidup, Senin (20/5/2019).
Baca juga: SIER Industrial Run 2024: Sensasi Lari di Bawah Pengolahan Limbah Surabaya
Dian, pimpinan dari perusahaan pengolah limbah baterai atau aki bekas menjadi timah batangan ini menerangkan, ada 5 poin usulan terkait tata kelola baterai bekas.
Pertama, Penyempurnaan regulasi dan prasyarat pengumpulan dan pengelolaan limbah baterai bekas yang termasuk kategori limbah B3 agar lebih tepat sasaran.
"Karena banyak pengepul ilegal atau tidak memiliki izin," tuturnya.
Kedua, Mengharuskan produsen produk baterai ikut bertanggungjawab dan memastikan atas produk yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan.
"Produsen wajib menarik semua peredaran baterai bekas yang sudah terjual melalui jaringan distribusi retail yang dipunyainya," katanya.
Baca juga: Teknologi Ciptaan Mahasiswa PCU Ini Jaga Postur Tubuh Agar Tetap Sehat
Ketiga, Melarang praktek jual beli aki bekas yang termasuk limbah B3 oleh pelaku usaha, baik perorangan, sekelompok orang, badan usaha yang tidak berizin.
"Dan harus didaur ulang di perusahaan pemanfaatan dan pengolahan baterai bekas sesuai aturan yang sudah ditetapkan," terangnya.
Keempat, Menindak tegas kepada semua pelaku usaha yang melanggar tata kelola baterai bekas yang sudah ditetapkan, demi mewujudkan program peduli lingkungan dan kesehatan.
Baca juga: Warga Protes Bau Tidak Sedap Perusahaan Pengolahan Limbah di Mojokerto
"PT IMLI siap diawasi. Kalau memang ditemukan pelanggaran, kami siap ditindak," tegasnya.
Kelima, Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendata peredaran produk baterai yang diproduksi dan dijual oleh produsen baterai dan agen retailnya.
"Nantinya bisa dicocokkan antara jumlah baterai yang diproduksi dengan penarikan kembali baterai bekas, sehingga bisa dipastikan peraturan extended producer responsibilites (EPR) bisa berhasil dengan sebagaimana mestinya," tandasnya.