jatimnow.com - Pemeriksaan terhadap Tri Susanti alias Susi oleh penyidik di Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jatim berlangsung selama 9 jam dan dicecar 28 pertanyaan.
Pemeriksaan terhadap koordinator lapangan (Korlap) aksi pengepungan Asrama Mahasiswa Papua ini berjalan sejak Senin (26/8) sekitar pukul 15.30 Wib hingga pukul 00.30 Wib, Selasa (27/8/2019).
"Sampai pukul 00.30 Wib, pertanyaannya cuma 28, sedikit aja," kata Sahid, kuasa hukum Tri Susanti.
Baca juga: Warga Papua di Surabaya Galang Dana untuk Korban Semeru
Baca juga:
- Buntut Insiden di Asrama Papua Surabaya, Polda Jatim Panggil 7 Orang
- Dipanggil Polda Jatim Terkait Insiden di Asrama Kalasan, Ini Kata Susi
- Susi Penuhi Panggilan Polisi Terkait Insiden di Asrama Papua Surabaya
Dalam pemeriksaan itu, kata Sahid, kliennya diminta untuk menjelaskan secara detail kronologi tentang apa yang terjadi sebelum kerusuhan di Asrama Mahasiswa Papua, Jalan Kalasan, Surabaya.
Sejak 14 Agustus 2019, Susi memang mengundang beberapa rekan ormas untuk melakukan mediasi dengan Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Tambaksari.
Undangan yang di sebar pun resmi dan tidak ada unsur kebencian ataupun provokasi. Susi hanya meminta agar Muspika memasangkan bendera merah putih di depan Asrama Papua, karena mendekati peringatan hari kemerdekaan RI.
"Pemeriksaannya ditanya seputar tanggal 14, 15, 16, 17 (Agustus) waktu ada undangan itu. Mbak Susi itu ngundang teman-temannya, Muspika, Kelurahan, Kecamatan, untuk mediasi minta dipasang bendera di Asrama Papua," ujarnya.
Selanjutnya, pada tanggal 15 Agustus, bendera yang pemasangannya diinisiasi oleh Susi dan pihak ormas ternyata sudah terpasang di depan asrama yang dipasang oleh Muspika setempat.
Setelah terpasang, bendera yang berada di depan asrama bergeser ke rumah sebelah. Pihak Susi yang mengetahui hal itu meminta Muspika untuk mengembalikan posisi bendera seperti semula.
Baca juga: Mengintip Keharmonisan Polisi dan Mahasiswa Papua di Surabaya
"Setelah dipasang ternyata bendera itu bergeser ke pagar rumah sebelah. Akhirnya lapor lagi untuk dipasang lagi," terusnya.
Pada 16 Agustus siang bendera tersebut ditemukan di dalam selokan depan asrama dengan kondisi tiang sudah rusak. Mengetahui hal itu, Susi kemudian menyebarkan foto dan video yang mengatakan bahwa tiang bendera tersebut telah dipatahkan dan disobek.
Menurut Sahid, kronologi yang disampaikan oleh kliennya membuat pemeriksaan berjalan cukup alot lantaran ada perbedaan persepsi antara penyidik dengan Susi.
Menurut penyidik tiang bendera tersebut tidak patah, melainkan bengkok. Begitu juga Bendera Merah Putih juga tidak sobek.
"Tiang bendera yang patah katanya (penyidik) gak patah, terus masalah. Bendera yang kesobek cuma gak ada sobekan, cuma masuk ke selokan ya. Jadi itu kan memang dua sisi (berbeda) maksud dan tujuannya sama," ujar dia.
Baca juga: Teridentifikasi di Luar Negeri, Paspor Veronica Koman Bakal Dicabut
Selanjutnya, foto dan video itu kemudian membuat aparat, ormas dan masyarakat pun mulai berdatangan ke asrama. Sahid mengatakan jika di kondisi itu, bukan menjadi lagi kendali kliennya. Susi sendiri hanya sebentar saja berada di lokasi.
Selain itu, undangan yang dipakai Susi juga tidak menggunakan kalimat ajakan yang provokatif, apalagi menyebarkan ujaran kebencian. Ia pun optimis Susi tidak bisa dipersangkakan pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang ujaran kebencian.
"Gak ada (ujaran kebencian) kita yakin gak ada, bahasanya juga standart aja. 'Ayo rekan-rekan audiensi untuk diminta pasangkan bendera di asrama'. Tidak ada yang provokatif," tukasnya.