jatimnow.com - Anomali cuaca yang tidak menentu dikhawatirkan memicu anjloknya hasil panen buah apel di Kota Batu. Para petani hanya mampu berusaha agar tanamannya bisa tumbuh walaupun dalam kondisi cuaca yang kurang bersahabat.
Salah satu petani apel di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Muhammad Rizal mengatakan, akibat hujan dan panas terik yang tidak menentu, bunga tanaman apel cikal bakal buah yang sudah bermekaran kini mulai berguguran.
"Cuacanya sering tidak menentu. Kadang pagi hari sudah turun hujan, kemudian berkabut. Kadang hujannya malam hari. Hal itu memudahkan bunga pohon apel rontok. Akhirnya produksi apel turun," ujar Rizal, Jumat (23/10/2020).
Baca juga: Petani Terancam Gagal Panen, PU Bina Marga dan SDA Jember Minta Pembagian Air Merata
Para petani hanya bisa mencegah rontoknya bunga apel dengan menyemprotkan cairan pestisida dua kali lipat dari biasanya. Biasanya penyemprotan cairan pestisida sekitar 3-4 kali dalam sehari.
Baca juga: Petani di Tamansari Jember Terancam Gagal Panen Lagi, Tidak Dapat Jatah Air
Namun dengan disemprotkan cairan dua kali lipat merupakan salah satu antisipasi agar bakal buah tidak rontok terlalu banyak mengingat kandungan asam dari air hujan menjadi salah satu musuh utama tanaman apel.
"Apalagi saat ini harga apel sedang anjlok hanya Rp 10 ribu perkilo dari petani. Sekarang sudah banyak petani yang beralih ke jeruk karena lebih mudah perawatannya dan takut merugi," keluhnya.
Baca juga: Petani Tambak di Sidoarjo Gagal Panen Gegara Suhu Panas
Padahal biaya perawatan setiap 120 hari mencapai Rp 20 juta. Dari setiap satu hektare kebun apel miliknya, pada kondisi normal bisa menghasilkan buah sekitar 1 sampai 1,5 ton. Tetapi saat ini produksinya menurun, maksimal hanya bisa 1 ton saja.
"Kalau pas panen bagus saya bisa mendapatkan penghasilan kotor sekitar Rp 45 jutaan untuk sekali panen. Sementara ketika kondisi apel kurang dari Rp 40 juta. Kalau dipotong tenaga perawatan sekali panen hasilnya ya sangat menipis sekali," tandasnya.