Surabaya - Wanita bernama Ira melaporkan pria berinisial DY ke polisi atas dugaan memberikan keterangan palsu atau pasal 263 KUHP, dan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah atau pasal 242 KUHP.
Kuasa Hukum Ira, HK Kosasih mengatakan, laporan bermula dari adanya pemecahan menjadi 2 Sertifikat Hak Milik (SHM) No 1645 dengan luas 2080 M2 milik Gunawan Hadi. SHM dialihnamakan oleh DY tanpa sepengetahuan Ira selaku pemilik sah yang membeli lahan tersebut pada 2008 lalu.
SHM yang diklaim milik DY diduga diperoleh dengan cara merekayasa dan dugaan mafia tanah. Itu terlihat dari penetapan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tertanggal 30 Agustus 2017, di mana disebutkan bahwa DY menggantikan kedudukan hukum dari pihak pertama (Yudianto Roestamadji) dan pihak kedua (Gunawan Hadi).
Baca juga: Kasus Ibu Ronald Tannur Diambil Alih Kejagung, Penahanan Pindah Jakarta
"Dalam pertimbangan penetapan PN Surabaya, disebutkan bahwa pada 15 Maret 1995, saat itu ulang tahun Yudianto Roestamadji bersepakat menjadi kakak-adik dengan Gunawan Hadi. Selain itu mereka juga bersepakat bekerja sama dalam usaha jual beli tanah dan bangunan di Bali. Kesepakatan tersebut dibuat di depan Rustamadji selaku ayah kandung dari Yudianto Rustamadji," jelas Kosasih, Selasa (28/12/2021).
Saat dimohonkannya penetapan di PN Surabaya, Gunawan Hadi sudah meninggal dunia pada 10 Oktober 2012 silam. Secara hukum antara Gunawan Hadi dengan DY tidak ada hubungan keluarga dan bukan pula sebagai ahli waris Gunawan Hadi.
"Perlu dicatat bahwa Gunawan Hadi sudah memiliki tanah seluas 2080 M2 tersebut sejak tahun 1993. Apabila dihubungkan dengan penetapan seakan-akan terjadi adanya kerja sama pada tahun 1995 untuk beli tanah-tanah di Bali adalah sangat aneh. Tanah yang sudah dibeli di tahun 1993 dijadikan hasil kerja sama yang dimulai tahun 1995. Itupun kalau perjanjian itu benar adanya," terang Kosasih.
Untuk memecah SHM No 1645 dengan luas 2080 M2, DY membuat laporan kehilangan di Polres Kota Denpasar, bahwa SHM Gunawan Hadi telah hilan. Kejanggalan nampak lantaran laporan kehilangan tersebut tidak sama sekali tercatat di Polres Denpasar.
Dengan bukti surat kehilangan, kantor pertanahan kota Denpasar membuat pengumuman kehilangan sertifikat dan kemudian menerbitkan dua sertifikat pengganti yakni SHM nomer 1645 seluas 1040 M2 atas nama Gunawan Hadi, dan SHM no 12417 seluas 1040 M2 atas nama DY, tanpa memperhatikan data yuridis maupun data fisik atas tanah yang sudah dikuasai oleh Ira sejak tahun 2008.
"Penerbitan dua sertifikat tersebut jelas tidak sah karena pengajuannya berdasarkan data yang dimanipulasi. Sebab sertifikat asli yang dibeli klien saya pada 6 Agustus 2008 sesuai akta perjanjian untuk melakukan jual beli (PPJB) yang dibuat di hadapan notaris Josef Sunar Wibisono masih disimpan dengan baik oleh klien saya dan tidak pernah hilang," ujarnya.
Kosasih menegaskan kliennya adalah pemilik sah dari tanah yang berada di Jalan Imam Bonjol Gang Perum Mutiara RT-RW/000-00 di Desa Pemogan (sekarang Desa Pemecutan Klod) Kecamatan Denpasar Selatan.
Baca juga: 3 Hakim PN Surabaya Diperiksa di Jakarta dalam Kasus Zarof Ricar dan Lisa Rahmat
"Apabila Kantor Pertanahan Kota Denpasar mendasarkan pada penetapan PN Surabaya No 605/Pdt.P/2017/PN Sby menerbitkan 2 sertipikat pengganti dan di atasnamakan Dony Yudianto (DY) secara data yuridis maupun data fisik adalah keliru. Sebab, dalam SHM No 1645 tertulis jelas bahwa Gunawan Hadi adalah pemilik sah lahan tersebut sejak 5 Februari 1993. Sedangkan penetapan PN Surabaya berkaitan dengan surat kerja sama pada 15 Maret 1995. Artinya bahwa tanah SHM bukan hasil kerja sama antara Almarhum Yudianto Rustamadji dengan Almarhum Gunawan Hadi," tegas Kosasih.
Pihaknya, lanjut Kosasih, sudah mengajukan pembatalan penetapan PN Surabaya No 605/Pdt.P/2017/PN Sby dan sudah dinyatakan tidak sah dan telah dinyatakan batal berdasarkan putusan PN Surabaya No 1045/Pdt.G/2020/PN Sby jo Pengadilan Tinggi No 695/Pdt/2021/PT.Sby.
Terpisah, kuasa hukum DY, Akhmad Sobirin mengatakan, pihaknya tak pernah memalsukan apapun sebagaimana tudingan pihak Ira. Ia justru berbalik mempertanyakan legal standing Ira yang dianggap tak jelas.
"Dia (Ira) memiliki dua legal standing. Satu pengikatan jual beli yang satunya akta wasiat yang dibuat di hari yang sama, tanggal yang sama dan jam yang sama. Memang secara logika apakah bisa satu objek tanah dibuatkan dua legal standing," ujarnya.
Pihaknya juga mempertanyakan bagaimana pelapor bisa memiliki PPJB atas aset yang dimiliki Gunawan Hadi.
Baca juga: Kejaksaan Agung Tetapkan Ibu Ronald Tannur sebagai Tersangka, Begini Perannya
"Kalau kita masalah pembuktian materiil kita serahkan ke Polda. Kalau memang pelapor merasa kita melakukan pemalsuan maka kita pun akan melakukan pembuktian. Yang jelas legal standingnya kita sudah jelas ditetapkan oleh PN Surabaya," jelasnya.
Terkait penetapan PN Surabaya yang sudah batal, Akhmad menyebut produk penetapan PN Surabaya hanya bisa dibatalkan lewat gugatan kasasi sebagaimana tertuang dalam aturan Mahkamah Agung.
"Nah mereka mengajukan gugatan ke pengadilan atas produk pengadilan itu sendiri. Dari sini kita juga nggak tahu siapa yang bermain, ya. Karena produk Pengadilan Negeri dibatalkan Pengadilan Negeri sendiri. Harusnya yang membatalkan adalah tingkat yang lebih tinggi," paparnya.
"Selain itu kita juga sudah melakukan pengecekan di dewan kenotariatan Denpasar bahwa PPJB punya Ira tidak terdaftar," tandas Akhmad.