Bali - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) berkomitmen meningkatkan penggunaan produk dalam negeri melalui belanja daerah. Targetnya mencapai Rp2,293 triliun pada 2022. Jika diakumulasi dengan 38 kabupaten/kota, ditargetkan sebanyak Rp26,8 trilliun.
Hal itu sebagaimana disampaikan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa usai menghadiri pertemuan dengan Presiden RI Joko Widodo terkait Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia kepada Menteri dan Kepala Daerah. Acara berlangsung di Hotel Grand Hyatt Nusa Dua, Bali, Jumat (25/3/2022) pagi.
Nilai komitmen tersebut menjadikan Jatim meraih peringkat kedua tertinggi, di bawah DKI Jakarta dengan total nilai transaksi sebanyak Rp5,19 triliun. Komitmen Pemprov Jatim untuk TKDN sebesar Rp2,293 trilliun setara dengan 54,5 persen. Jatim juga memiliki alokasi belanja untuk UMKM mencapai Rp2,27 triliun atau setara dengan 53,9 persen.
Baca juga: Pj Gubernur Jatim Adhy Optimistis Regulasi Baru jadi Solusi Atasi Mafia Tanah
“Nilai komitmen Pemprov Jatim tersebut juga sudah lebih dari target yang dibuat. Kami bertekad untuk melaksanakan apa yang menjadi pesan presiden untuk mengalokasikan belanja barang dan jasa dari APBD minimal 40 persen untuk produk dalam negeri. Targetnya se-Jatim akan mencapai Rp26,8 triliun,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Khofifah menyampaikan bahwa secara keseluruhan sesuai data penanyangan Rencana Umum Pengadaan (RUP) pada Kamis (24/4), total belanja Provinsi Jatim mencapai Rp9,4 triliun. Namun yang terumumkan tercatat sebanyak Rp7,71 triliun atau setara 82 persen. Sehingga masih ada Rp 1,69 Triliun atau sekitar 18 persen yang masih belum terinput datanya.
“Ini karena transaksi dengan nilai dibawah Rp60 juta belum diinput datanya. Sehingga untuk data Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) masih bisa akan berubah sampai 31 Mei mendatang,” kata Khofifah.
Profil belanja Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ) Jatim pun menunjukan komitmen nyata dalam upaya melestarikan produk karya anak bangsa. Dengan rincian pengadaan melalui penyedia Jatim, total paket mencapai 24.729 dengan nilai Rp4,2 triliun. Detilnya, pengadaan melalui penyedia UMKM mencapai 22.167 paket, Pembelanjaan Dalam Negeri (PDN) mencapai 407 paket dan e-purchasing mencapai 2.575 paket.
“Sehingga ini menunjukan bahwa program Jatim Bejo (Belanja Online) sudah mudah diakses oleh pemilik UMKM yang ada di Jatim,” tutur Khofifah.
Atas komitmen ini, Khofifah optimistis bahwa gerakan peningkataan penggunaan produk dalam negeri akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Jatim. Setidaknya dalam target yang telah ditetapkannya, akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi sebanyak 0,8 persen.
“Karena data ini masih dinamis, prediksi kami kalau total belanjnya mencapai Rp36 triliun akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi sebesar 1,1 poin,” ujar Khofifah.
Di sisi lain, sampai hari ini total daerah yang sudah menyampaikan komitmen belaja produk dalam negeri sebanyak 24 kabupaten/kota. Totalnya mencapai Rp11,3 trilliun. Untuk itu, Bupati/Walikota di Jatim perlu segera membentuk Tim Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Sebab saat ini tercatat ada 15 kabupaten/kota yang sudah memiliki Surat Keputusan (SK) Tim P3DN. Sedangkan 11 kabupaten/kota lain masih dalam proses pembuatan surat dan 12 lainnya belum memiliki SK Tim P3DN.
Baca juga: Pj Gubernur Jatim Adhy Dinobatkan jadi Tokoh Keterbukaan Informasi Publik
“Saya harapkan kepala daerah melakukan monitoring secara berkala utamanya yang masih dalam proses. Sedangkan yang belum punya SK, saya harap percepatan pembuatan Tim P3DN bisa disegerakan. Hal ini juga sesuai dengan arahan Presiden dalam forum ini,” pintanya.
Dalam semangat Optimis Jatim Bangkit 2022, Khofifah percaya bahwa upaya peningkatan penggunaan produk dalam negeri akan mendorong pertumbuhan ekonomi Jatim hingga 5,0-5,8 persen.
Sebelumnya, dalam kegiatan ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan arahannya bahwa semua negara mengalami kesulitan ekonomi. Baik karena pandemi Covid-19 maupun perang berdampak pada sektor secara luas. Di Indonesia misalnya, kelangkaan harga pangan serta langkanya kontainer menjadikan pengiriman logistik terhambat. Sehingga berimbas pada angka inflasi yang melonjak.
“Hari ini kami masih bisa mengendalikan laju inflasi. Namun format pengendalian inflasi dengan ditingkatkannya pertumbuhan ekonomi harus ditemukan oleh lembaga, kepala daerah, BUMN dan sektor strategis lainnya,” ungkap Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi menyampaikan, ada cara mudah yang bisa dilakukan. Yakni menggunakan APBN untuk trigger pertumbuhan ekonomi. Hari ini, skema kerja detail harus dilakukan secara makro dan mikro. Masih banyak ditemukan baik kementerian, lembaga, BUMN, hingga pemerintah daerah yang belanja produk impor.
Saat ini anggaran untuk pemerintah pusat Rp526 triliun, pemerintah daerah Rp536 triliun, serta BUMN sebanyak Rp 420 triliun. Angka itu merupakan jumlah yang besar dan harus dimanfaatkan untuk belanja produk dalam negeri.
Baca juga: Pj Gubernur Adhy Karyono Jamin Pilkada Serentak di Jatim Lancar
“Dibelokkan sedikit, sekitar 40 persen saja akan sangat berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Di daerah bisa mencapai 1,5-1,7 persen dan untuk BUMN bisa mencapi 0,4 persen. Jangan sampai kita tidak melakukan belanja dalam negeri. Kita harus mengubah mindset agar tidak terjadi capital outflow,” paparnya.
Kepada seluruh audiens dalam arahannya, Jokowi meminta seluruh pihak untuk tidak berbangga dengan capaian transaksi belanja dalam negeri sebanyak Rp214,4 triliun. Sebelum Mei, target nasional sebesar Rp400 triliun harus bisa dicapai. Oleh karenanya, Jokowi menginstruksikan untuk segera mendorong UMKM yang ada di daerah segera bisa masuk e-katalog sebanyak-banyaknya.
“Saya minta kepada Kepala LKPP, akhir tahun harus bisa tembus di atas satu juta. Kepala daerah ambil lah umkm yang bagus untuk masuk ke e-katalog. Buatlah proses pembuatan SNI yang murah dan mudah. Jangan dipersulit, mari dipermudah. Biar semua bisa masuk (e-katalog),” jelasnya.
Di akhir pidatonya, Jokowi meminta untuk implementasi pelaksanaan belanja produk dalam negeri melalui Gerakan Nasional (Gernas) Bangga Buatan Indonesia (BBI) untuk betul terlaksana di lapangan.
“Jangan sampai ada impor barang dan diakui oleh pabrik-pabrik lokal. Pengawasan ini harus diperketat. Sehingga target-target yang sudah dibuat bisa terpenuhi,” pungkasnya.