Kediri - Sebuah masjid dengan arsitektur khas Jawa berdiri megah di Kabupaten Kediri. Hadir sebagai simbol cahaya dan penegakan Islam di wilayah sekitar, Masjid An-Nuur pernah meraih penghargaan Internasional dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Masjid An-Nuur berdiri di lahan seluas 4 Ha di Desa Tulungerjo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Sejatinya, Masjid An-Nuur berdiri sejak 1977. Namun saat itu, masjid berukuran kecil yang hanya cukup menampung sekitar 300 jamaah. Lokasinya berada di dekat menara yang berdiri menjulang saat ini. Namun seiring dengan terus bertambahnya jumlah jamaah dan masyarakat sekitar, membuat pemerintah daerah memugar masjid tersebut.
Pada 1996 era Gubernur Jawa Timur (Jatim) Muhammad Nur, Masjid An-Nuur direnovasi dan dibangun seperti saat ini dengan dana pemerintah dan swadaya masyarakat. Sempat terhenti karena krisis moneter pada 1998, pembangunan kembali dilanjutkan hingga 2002 untuk bangunan induk masjid, tempat wudhu dan basement. Termasuk melengkapi dengan bedug kulit lembu dengan ukiran kaligrafi, sebagai penanda waktu salat dengan diameter yang cukup besar.
Baca juga: Keunikan Masjid Kurung di Probolinggo, Berdiri Sejak 1979
Ide pertama pembangunan masjid dua lantai ini ada pada masa pemerintahan Bupati Kediri Supariadi. Kemudian diteruskan Insinyur Sutrisno yang menggantikan jabatannya.
Bangunan Masjid Agung An-Nur diarsiteki Gunadi, dosen Universitas ITS Surabaya. Ia terinspirasi dari karya arsitek asal Amerika Serikat John Portman.
Arsitektur khas Jawa sangat terlihat pada bangunan masjid kebanggaan warga Kediri itu. Yaitu, atap masjid yang berbentuk joglo. Atap atau tajug dirancang berbentuk piramid dengan kemiringan sudut yang tajam. Sehingga diperoleh kesan atap yang menjulang ke langit.
Pada masjid yang menelan biaya hingga Rp19 miliar lebih ini, terdapat 4 tiang penyangga berukuran besar yang disebut soko guru. Dengan filosofi bahwa tiang tersebut menjadi guru bagi sekitar 40 tiang kecil lainnya. Makna lain, mampu menjadi penegak Islam di Kecamatan Pare agar semakin kokoh.
Sesuai namanya, An-Nuur berarti cahaya. Masjid dilengkapi banyak lampu-lampu kecil yang menempel di sepanjang dinding, juga tiang penyangga. Harapannya menjadi cahaya bagi masyarakat sekitar.
"Masjid ini kalau malam kelihatan banyak lampu-lampu sehingga membuat daya tarik tersendiri," kata Ketua Bidang Peribadatan Masjid Agung An-Nuur Dafid Fuadi, Selasa (5/4/2022).
Baca juga: Keunikan Langgar Dhuwur Lamongan, Mirip Loteng Berusia Seabad Lebih
Dinding yang mengitari bangunan utama masjid juga dipilih dari kaca. Jadi cahaya di dalamnya akan terlihat dari bagian luar.
"Ini bisa memberikan cahaya untuk masyarakat sekitar," tambahnya.
Nama An-Nuur sebenarnya diambil dari nama tokoh agama, Nur Wakhid. Dia yang pertama kali melakukan syiar agama Islam dan membangun Desa Tulungrejo, tempat Masjid An-Nuur berdiri.
Sementara ditahap ketiga pada 2002-2003, Masjid An-Nuur membangun menara yang menjulang setinggi 99 meter. Angka itu diambil dari jumlah Asmaul Husna.
Baca juga: Kisah Masjid Mbah Buyut Sona Jombang Berada di Tengah Galian C
Masyarakat Kabupaten Kediri pun patut bangga. Sebab keindahan, keunikan dan kekokohan Masjid An-Nuur mendapat penghargaan juara pertama sayembara internasional untuk kategori perancangan arsitektural masjid. Adapun penghargaan diberikan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi di awal 2000.
Saat pandemi mulai mereda, Masjid An-Nuur kembali melakukan kegiatannya secara normal.
"Salat tarawih di Masjid Agung An-Nuur pada Ramadaan ini berjalan normal. Kegiatan-kegiatan lain selama Ramadan di Masjid Agung An-Nuur Pare juga sudah normal kembali," terang Dafid.
Ada kajian menjelang berbuka, takjil gratis 100 paket, kajian setelah tarawih sebelum witir, tadarus Alquran, kajian setelah subuh, serta pengumpulan dan pembagian zakat fitrah saat Lebaran. Namun demikian, pihaknya tetap memberlakukan protokol kesehatan. Mengingat jamaah Masjid An-Nuur yang tergolong heterogen. Ada dari masyarakat yang tengah melintas atau mereka yang tengah menempuh pendidikan di Kampung Inggris.