jatimnow.com - Kasus penipuan oleh santri gadungan asal Demak di Desa Tugurejo, Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri berakhir damai. Para pelaku mengakui perbuatannya dan menandatangani surat pernyataan untuk tidak lagi melakukan aksi tipu-tipu dengan mengatasnamakan pondok pesantren.
Ada 5 fakta menarik tentang kasus ini. Mulai penggunaan foto palsu, pemaksaan hingga meminta amal jariyah.
1. Gunakan Foto Palsu, Keberadaan Pondok Pesantren Fiktif
Baca juga: Drama Kolosal Resolusi Jihad di Surabaya Bikin Merinding
Kalender yang dijual oleh pelaku dengan mengatasnamakan Pondok Pesantren Nurul Musthofa dipastikan palsu.
Pelaku menggunakan foto-foto palsu. Karena keberadaan pondok di Sragen seperti yang disebut dalam desain kalender 2023 itu fiktif. Pihak Nurul Musthofa yang hadir dalam pemeriksaan di Balai Desa Tugurejo membantah adanya pondok pesantren putra-putri seperti yang disebut oleh para pelaku.
"Sejak kemarin malam sudah saya pastikan itu bukan pondok karena di sana tidak ada pondok putra-putrinya. Yang ada hanya musala dan ruangan-ruangan. Hari ini mbah kiai juga menyampaikan, mereka hanya rintisan pondok. Tapi pondoknya belum ada,” ujar Kepala Desa Tugurejo, Agung Witanto.
2. Bukan Santri, Hanya Pekerja
Berdasarkan hasil pertemuan hari ini, juga dipastikan bahwa mereka yang menjual kalender ini bukan santri. Delapan orang itu hanya karyawan yang direkrut oleh Yusuf, penggagas bisnis tipu-tipu ini. Satu di antaranya bertugas sebagai koordinator lapangan yang langsung bekerja di bawah Yusuf. Satu lainnya sebagai sopir.
Mereka mengenakan sarung dan kopyah layaknya santri pondok pesantren dan menawarkan kalender itu dari rumah ke rumah. Dalam praktiknya mereka kerap memaksa warga untuk membeli. Jika tidak, mereka tak sungkan meminta amal jariyah.
3. Sewa Hotel di Kediri, Untung Puluhan Juta
Selama di Kediri mereka menyewa hotel dan mobil. Keuntungannya tak main-main. Mereka membawa sekitar 1.000 kalender yang dijual dengan harga Rp25.000. Rinciannya, Rp6.000 untuk biaya cetak, Rp19.000 keuntungannya dibagi Rp12.000 untuk penjual dan Rp7.000 untuk koordinator lapangan.
Berdasarkan pemeriksaan awal, 5 hari di Kediri, mereka sudah menjual sekitar 500 kalender. Jika ditotal, keuntungan mereka mencapai Rp9.500.000.
Baca juga: Ratusan Alumni Ponpes Bata-Bata dan Banyuanyar Dukung Santri Pimpin Jember
Jumlah itu dipotong biaya sewa hotel dan mobil yang dibayarkan dari fee penjual.
Jika aksi ini terus berjalan bukan tak mungkin mereka masih untung lebih karena saat diamankan masih ada tumpukan kalender yang banyak.
4. Kerja Sama dengan Musala Nurul Musthofa Hanya Kedok
Agung memastikan ada kerja sama antara Musala Nurul Musthofa dan pihak penjual kalender. Untuk membantu donasi melalui cara ini.
Namun nyatanya, nominal yang diberikan ke pihak musala hanya sedikit. Hanya Rp300 ribu-Rp1 juta perbulan.
“Ya ada memang kerja sama tapi yang dilakukan oleh kelompok ini sudah di luar konteks atau perjanjian. Yang ditasarufkan hanya sedikit, padahal kita tanya pendapatannya bisa puluhan juta setiap minggunya,” tambahnya.
Baca juga: Santri Digitalpreneur di Banyuwangi, Menparekraf: Potensi Ekrafnya Lengkap
5. Damai dengan Surat Pernyataan
Kasus penipuan oleh santri gadungan asal Demak di Desa Tugurejo, Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri berakhir damai. Para pelaku mengakui perbuatannya di depan tiga pilar termasuk pengurus NU ranting setempat.
Yusuf selaku penggagas juga sudah menandatangani surat pernyataan untuk tidak lagi melakukan aksi tipu-tipu dengan mengatasnamakan pondok pesantren.
Mereka kemudian dilepas setelah menjalani pemeriksaan panjang.
Pihak desa mengimbau untuk warga cermat jika ada aksi meminta sumbangan seperti kelompok Yusuf.
“Kami mengimbau untuk warga Desa Tugurejo dan umumnya Kabupaten Kediri mohon hati-hati bilamana ada penjual kalender atau meminta bantuan apapun agar cermat. Kalau memang betul-betul monggo silakan. Tapi pastikan dulu,” tandasnya.