jatimnow.com – Teater realis harus dibunuh. Statemen ini disampaikan Luhur Kayungga, sutradara Teater Api Indonesia sebagai penutup diskusi bertema Membaca Tubuh, di Galeri Dewan Kesenian Surabaya (DKS), Senin (1/8/2023) malam.
Dalam diskusi yang juga menghadirkan Halim HD sebagai pembicara ini, Luhur Kayungga menjelaskan, statemen itu tidak bermakna teater realis sebagai teater konvensional.
“Makna membunuh teater realis ini artinya kita harus bisa mengelola dan mengendalikan realitas yang ada atau yang kita hadapi,” tutur Luhur Kayungga.
Baca juga: Teater Api Indonesia Raih Anugerah Sabda Budaya 2024, Kurator: Inspiratif!
Mengelola realitas ini telah membuat Teater Api Indonesia ini masih tetap eksis dihidupkan oleh personelnya meskipun telah melewati masa 30 tahun dalam kekaryaan. Teater Api Indonesia telah memilih dan memandang teater tubuh sebagai ruang seluas - luasnya berkarya.
“Dulu, para personel Teater Api memang berasal dari teater realis, teater konvensional. Namun kami sudah selesai dan sudah meninggalkan teater realis. Dan sekarang kami juga bekerja dan berumah tangga, namun di sela aktivitas bekerja dan berumah tangga, kami masih tetap melanjutkan aktivitas berkesenian di sini (Teater Api Indonesia),” papar Luhur Kayungga.
Inilah yang dimaksud dengan membunuh teater realis, tegas sutradara Teater Api Indonesia ini.
Sementara Halim HD, budayawan sekaligus networker internasional memberikan apresiasi kepada komunitas teater yang kini berusia 30 tahun ini.
“Tetap jaga kesehatan, jaga tubuh kita, agar Teater Api tetap dapat memberi kontribusi pada kehidupan,” pesan Halim HD.
Baca juga: Novel Tak Kenal Maka Taaruf Bakal Diangkat ke Layar Lebar, Ini Kata Penulisnya
Sebelumnya, dalam rangkaian perayaan 30 Tahun Perjalanan Teater Api Indonesia menghadirkan perform teater dari aktor sekaligus sutradara Bandung, Tony Broer, bersama tim.
Pada perform berjudul Berontak Tubuh, para aktivis teater ini menyajikan adegan-adegan yang cukup membuat penonton merasa takut sekaligus waswas.
Seperti adegan saat aktor merubuhkan diri ke tanah beralaskan seng, atau saat seseorang berdiri menghadap seng, dan aktor lainnya melempari seng dengan batu sebesar kepal tangan orang dewasa.
Baca juga: Mengenal Siswoyo, Keturunan Kedelapan Pelestari Reyog Kendang Khas Tulungagung
Sementara dua adegan yang dapat dikatakan menjadi ciri khas aktor kawakan ini adalah adegan berguling dan adegan meletakkan kepala sebagai tumpuan di bawah dan kedua kaki melayang di atas. Dua adegan itu pun dihadirkan pada perform yang halaman Balai Pemuda Surabaya dan Galeri DKS, Minggu (30/7/2023).
Soal adegan teater yang cukup ekstrim ini, Broer menyampaikan, bahwa manusia haruslah berani mempertanyakan kembali konsep tubuhnya sendiri yang selama ini disematkan masyarakat.
“Dengan mempertanyakan kembali konsep tubuh ini untuk kemudian menuliskan kembali konsep tubuh yang baru, manusia akan kembali mengenali tubuhnya sendiri dengan konsep yang baru,” tutur pria yang juga dosen pengajar di Institut Seni Bandung Indonesia (ISBI).