jatimnow.com - Desa Purworejo, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo, memiliki inovasi desa yang berbasis kearifan lokal, yaitu lumbung padi, sebagai cara warga bertahan di masa panceklik.
Lalu bagaimana lumbung padi ini menjadi inovasi, dengan simbol kearifan lokal dan tradisi budaya masyarakat Indonesia yang masih terawat baik di Desa Purworejo?
Mengunjungi Desa Purworejo, jatimnow.com menemukan lumbung padi, yang menjadi tempat warga mengumpulkan pagi setiap kali panen.
Baca juga: 21 Inovasi Pengelolaan Posyandu Desa Junrejo Kota Batu Raih Bangga Kencana Jatim
Di desa ini, warga memiliki kewajiban mengembalikan 40 kilogram gabah yang pada tahun lalu, dipinjam. Kemudian ditambah 8 kilogram sebagai bunga dan 5 kilogram sebagai setoran awal.
Kepala Desa Purworejo, Didik Subagio mengatakan program ini merupakan inovasi ketahanan pangan seakaligus mempertahankan semangat gotong royong.
“Memang menjadi program yang sangat berdampak terhadap ketahanan pangan warga sini (Desa Purworejo),” ujar Didik, Jumat (8/12/2023).
Untuk program ini, warga memanfaatkan lumbung pagi yang sudah dibangun sejak tahun 1970 silam, hingga saat ini. Bahkan tidak hanya satu, keberadaan lumbung padi di desa ini, berjumlah 6 bangunan.
Inovasi ini mewajibkan setiap Kepala Keluarga (KK) untuk aktif terlibat dalam program lumbung padi. Program lumbung padi dari warga, untuk warga sendiri.
“Dulu sekali ada saatnya panceklik, ini sangat bermanfaat. Karena warga bisa meminjam gabah yang kemudian dijadikan beras,” katanya.
Baca juga: Sukses Kelola Aset, Durensewu Kondang jadi Desa Wisata di Pasuruan
Didik mengaku, bahwa lumbung padi tersebut menjaga ketahanan pangan di masa paceklik. Namun untuk masa normal, lumbung padi ini bisa dijadikan kas desa, seperti untuk konsumsi kegiatan warga setempat.
“Sebelum tahun 2000 memang untuk pangan, tapi kalau sekarang, adalah untuk kebutuhan masyarakat seperti membuat tenda warga, meja kursi untuk acara warga dan semua aset warga,” ungkapnya.
Didik mengaju bahwa setiap dusun ada lumbung padi. Hingga kini bangunan lumbung padi tetap aktif, masyarakat bisa terjaga dari musim paceklik, khususnya untuk ketahanan pangan.
Sementara salah satu warga, Sofian menjelaskan, sangat tidak keberatan. Dia menyebut kebijakan menyetor gabah kering hasil panen warga ke lumbung memang sudah ada saat dulu. Kini aktifitas tersebut masih diteruskan hingga sekarang.
“Sistemnya transparan. Dipinjami 40 kilogram, lalu ada bunga 8 kilogram dan harus setor 5 kilogram. Total ada 53 kilogram,” katanya.
Baca juga: Sanggar Tari Sari Kalam Banjarkematren Sidoarjo, jadi Kontrol Sosial Birokrasi Desa
Dia memastikan, bahwa sistem ini sangat baik dirasakan oleh masyarakat. Pasalnya, selain untuk stok ketahanan pangan di musim paceklik, kalau ada warga yang tidak mampu juga bisa menikmati manfaat lumbung padi.
“Kegiatan ini sangat baik bagi masyarakat, ini adalah program yang dilaksanakan secara aktif sejak ia masih kecil” ungkapnya
Untuk sekedar diketahui simpan pinjam gabah dicatat dengan baik. Gabah masyarakat dengan bunga seberat 13 kg, untuk pinjaman gabah seberat 40 kg. Nantinya bunga gabah ini digunakan untuk kebutuhan acara desa.
Setiap anggota wajib andil dalam peminjaman gabah, yang nantinya bunganya yang harus berbentuk gabah bisa digunakan untuk kebutuhan konsumsi acara desa seperti kegiatan perayaan 17 Agustusan.