jatimnow.com - Terdakwa Siska Wati menjalani sidang perdana dalam kasus dugaan korupsi pemotongan dana Insentif pegawai BPPD Sidoarjo di Ruang Sidang Candra, Pengadilan Tipikor PN Surabaya di Juanda Sidoarjo, Selasa (25/6/2024).
Dalam dakwaan yang dibacakan di depan majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Usman mendalilkan bahwa Mantan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Saerah (BPPD) Sidoarjo itu telah melanggar pasal 12 huruf f Undang-Undang Tipikor dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara atau denda maksimal Rp 1 Miliar.
"Pasal 12 huruf (f) berbunyi, Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang," ucapnya.
Baca juga: Sidang Korupsi BPPD Sidoarjo, Gus Muhdlor Siap Bongkar Rekening
Ia menegaskan dalam hal ini, dapat diartikan bahwa tindakan Siska Wati menurut JPU telah memenuhi unsur dalam pasal 12f.
Menanggapi dakwaan ini, Siska Wati melalui kuasa hukumnya Dr. Erlan Jaya Putra mengatakan bahwa sebenarnya praktik pemotongan insentif yang menjerat kliennya sudah ada sejak tahun 2014, di era Bupati sebelumnya yang notabene melibatkan banyak pihak.
"Siska Wati bukanlah satu-satunya pegawai BPPD yang mendapatkan tugas untuk kolektif potongan insentif pegawai. Dari pengakuan Siska, termasuk Kepala Bidang (Kabid) lainnya juga turut menerima tugas dari atasan mereka, Ari Suryono yang menjabat Kepala BPPD yang juga menjadi tersangka," imbuhnya.
Baca juga: Kuasa Hukum Gus Muhdlor Keberatan dengan Saksi di Sidang Korupsi BPPD Sidoarjo
“Praktik pemotongan insentif pegawai itu sudah diberlakukan jauh di era bupati sebelumnya sejak tahun 2014. Tentunya bukan hanya Siska yang diberi tugas pimpinannya. Banyak yang terlibat harusnya semuanya diproses juga, jangan tebang pilih KPK itu," tambah Erlan.
Erlan pun menegaskan bahwa dalam perkara yang menjerat kliennya ini, tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan. Hal ini terlihat dari konstruksi perkaranya.
"Saya kira tidak ada kerugian negara sepeserpun. Karena potongan insentif itu atas persetujuan bersama dan perlu diingat, insentif Siska Wati sendiri juga turut dipotong. Semua bukti kami ada," ujarnya.
Baca juga: Lagi, Puluhan Pegawai Bersaksi di Sidang Korupsi BPPD Sidoarjo
Dari hal tersebut Erlan meminta agar aparat penegak hukum juga mengusut tuntas termasuk pihak lain yang terlibat sejak tahun 2014. Ia menyayangkan hanya segelintir pihak saja yang dimintai pertanggungjawaban.
"Harus di usut semua itu dari 2014 silam. Apalagi aliran potongan insentif itu tidak hanya mengalir ke Bupati saja. Ada beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) dan juga pejabat lainnya yang turut menerima," tegasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, Siska Wati sebagai tersangka kasus dugaan pemotongan insentif ASN. Penetapan Siska Wati ini sebagai pengembangan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK yang melibatkan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor.