Pilkada Calon Tunggal, Bolehkah Masyarakat Kampanye Dukung Bumbung Kosong?

Sabtu, 17 Agu 2024 09:45 WIB
Reporter :
Ni'am Kurniawan
Komisioner KPU Jatim saat Media Gathering di Surabaya (Foto: Ni'am Kurniawan/jatimnow.com)

jatimnow.com - Tahapan Pilkada serentak 2024 telah bergulir. Pendaftaran calon tinggal menghitung hari. Mendekati waktu pendaftaran, pasangan petahana di Pilgub Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak berpotensi melaju mulus.

Mayoritas partai di parlemen telah menyatakan diri mendukung duet tersebut. Menyisakan PDI Perjuangan dan PKB, yang hingga saat ini masih terus menghitung skor kemenangan yang akan mereka dapat jika melaju sebagai penantang.

Besar kemungkinan, Pilgub Jatim 2024 akan diikuti oleh satu pasangan calon saja, alias melawan bumbung kosong. Khofifah-Emil akan menjadi kandidat tunggal.

Baca juga: Diskusi Kawal Demokrasi, PWI Jatim: Pers Harus Memahami Kapasitas

Skema pemilu lawan bumbung kosong bukanlah hal baru di Indonesia. Seluruhnya juga telah dijabarkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Ciri jelasnya adalah surat suara yang hanya dicetak gambar satu paslon saja. Namun, apakah boleh masyarakat mendukung bumbung kosong ketimbang pasrah dengan calon pemimpin yang didukung oleh partai?

"Selama itu dilaksanakan oleh masyarakat secara umum, tidak ada larangan," ucap Komisioner KPU Jatim Choirul Umam, dalam Media Gathering di Surabaya, Jumat (16/8/2024).

Artinya, jika dalam konteks Pilgub Jatim 2024, masyarakat bisa menyatakan kesepakatannya tak mendukung Khofifah-Emil, alias mencoblos surat suara yang tak memiliki gambar. Meski diperbolehkan, kampanye mendukung bumbung kosong bukan berarti bisa dilakukan secara liar.

Warga tetap diwajibkan mengikuti tahapan kampanye sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Kampanye dukungan pada bumbung kosong ini tentunya juga tak mendapat fasilitas KPU, warga hanya bisa melakukannya secara swadaya atau inisiatif secara pribadi.

"KPU tidak memfasilitasi kampanye untuk bumbung kosong. Aturan kampanyenya sama, tetapi KPU tidak memfasilitasi. Tetapi kalau masyarakat merasa perlu mengampanyekan itu, itu inisiatif masyarakat silakan saja nggak ada masalah," jelas Umam.

Baca juga: Pakar Komunikasi Politik Jatim Bocorkan Strategi Rebut Suara Gen Z di Pilkada 2024

Jika menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, calon tunggal bisa dinyatakan menang jika perolehan suaranya mencapai 50 persen lebih dari suara sah. Artinya, jika penduduk Jawa Timur sekitar 31 juta, warga pendukung bumbung kosong bisa menggerogoti minimal separuh dari jumlah tersebut. Itu pun jika partisipasi pemilihnya mencapai 100 persen.

\

Angka 100 persen terlihat cukup mustahil karena partisipasi pemilih warga Jatim pada Pilpres dan Pileg Februari 2024 lalu hanya di angka 84,5 persen. Angka tersebut memang memuaskan karena melampaui target dari pusat di angka 77,5 persen.

"Kalau bumbung kosong menang, berarti ketentuan di Undang-undang 10 Tahun 2016 berarti akan dilaksanakan di periode Pilkada selanjutnya. Berarti selama lima tahun itu akan diisi oleh Pj (Penjabat) Gubernur," kata dia.

Selain tahapan kampanye dalam pemilu, debat calon juga menjadi kunci paslon menggaet simpatik warganya. Paslon biasanya akan tampil secara power full mengenai gagasan dan ide pembangunan untuk kesejahteraan warga yang akan dipimpin. Lantas bagaimana mekanisme debatnya?

Baca juga: Mengenal Gus Hans, Mantan Jubir Khofifah yang Duet dengan Risma di Pilgub Jatim

"KPU tidak memfasilitasi kotak kosong untuk diberikan kesempatan debat dengan calon, karena tidak ada itu," tandas Umam.

Sebelumnya, Pengamat Politik dari Universitas Trunojoyo Madura Surokim Abdussalam sempat mengatakan, potensi pemilu melawan bumbung kosong merupakan fenomena paradoks politik elektoral. Cukup miris, karena partai politik gagal menciptakan calon pemimpin berjiwa besar.

Seharusnya, partai-partai politik lain tidak pragmatis dalam menghadapi pemilu ini. Parpol harusnya juga membangun iklim politik yang sehat. Seumpama kalah dan kemudian memilih menjadi oposisi, hal itu merupakan tugas yang mulia untuk menguatkan check balancing di roda pemerintahan. 

Karena, ketika pemilu nanti hanya melawan bumbung kosong, maka kontestasi itu tidak akan bermakna. Proses poltik tidak akan bermakna dan hanya sekadar jadi dagelan politik. Kalau pun ada usaha agar calon incumbent ini tidak bisa mencapai suara 50 persen, menurutnya hal itu hanyalah ilusi. 

Ikuti perkembangan berita terkini Jawa Timur dan sekitarya di Aplikasi jatimnow.com!
Berita Surabaya

Berita Terbaru
Tretan JatimNow

Terpopuler