jatimnow.com - Viral sementara bukan ukuran kompetensi, dan duta wisata asal-asalan hanya memperburuk citra daerah di mata nasional maupun internasional.
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu warganet digemparkan aksi bocah penari Pacu Jalur asal Riau yang viral. Tak lama kemudian, Rayyan Arkan Dhika dinobatkan sebagai Duta Wisata Provinsi Riau. Tentu, fenomena asal tunjuk itupun memicu kontroversi di kalangan publik dan para ahli pariwisata.
Prof Dr Bambang Suharto, Guru Besar Ilmu Industri Pariwisata dan Perhotelan Universitas Airlangga (UNAIR), secara tegas menyatakan bahwa pengangkatan duta wisata tidak boleh dilakukan asal-asalan hanya karena faktor viralitas sesaat.
Baca juga: Video Ciuman di Musala GOR Lembu Peteng Tulungagung Viral
“Tradisi seperti Pacu Jalur memang istimewa, dan ini saat yang tepat untuk mengangkat kearifan lokal dari Sabang sampai Merauke. Namun, kita tidak boleh memperlakukan penunjukan duta wisata sebagai ajang popularitas sesaat tanpa proses yang jelas. Yang kita perlukan adalah pembekalan mendalam, pemahaman budaya, serta kemampuan komunikasi yang baik,” ungkapnya.
Prof Bambang menegaskan bahwa viralitas memang bisa menjadi pemicu awal, tapi tidak cukup dijadikan alasan utama dalam pengangkatan duta wisata.
“Duta wisata bukan hanya soal tampil dan menarik perhatian, melainkan mengemban tugas mempromosikan dan mengembangkan produk wisata daerah secara profesional dan berkelanjutan,” terangnya.
Ia mengkritik praktik pengangkatan duta wisata yang cenderung instan dan simbolik tanpa melalui mekanisme yang transparan dan sistematis.
“Kalau duta wisata hanya asal tunjuk, bisa berdampak buruk bagi citra pariwisata daerah. Kualitas promosi harus didukung oleh pengetahuan budaya dan keterampilan komunikasi,” tambahnya.
Menurut Prof Bambang, pengangkatan duta wisata harus dibangun dalam sebuah sistem kaderisasi dan kelembagaan yang berjenjang.
“Pemerintah daerah jangan hanya terpaku pada figur tunggal yang viral. Harus ada ekosistem untuk melahirkan duta-duta tematik dalam bidang seni, budaya, kuliner, hingga sportourism,” jelasnya.
Baca juga: Sopir Bus Bagong Viral Ugal-ugalan di Tulungagung Disanksi Tilang
Ia menuturkan, pengangkatan duta wisata seharusnya disertai pelatihan oleh para ahli dan proses yang transparan.
"Sebagai contoh, saat saya menjadi juri Putri Pariwisata Indonesia, para peserta mendapat pelatihan dari tokoh seperti Rhenald Kasali. Itu modal penting agar mereka dapat menjalankan tugas dengan tepat dan kredibel,” tutur Prof Bambang.
Guru Besar UNAIR tersebut juga mengusulkan adanya klasifikasi usia dalam sistem duta wisata.
“Tidak masalah bila ada duta usia dini, asalkan fungsinya jelas. Misalnya, untuk segmen wisata keluarga atau anak-anak, tapi tetap harus ada proses kaderisasi supaya tidak hanya jadi simbol yang viral sesaat,” tegasnya.
Dengan pendekatan yang serius dan terstruktur, Prof Bambang optimistis akan muncul figur-figur duta wisata yang benar-benar menjalankan peran sebagai promotor budaya dan pariwisata daerah dengan sungguh-sungguh.
Baca juga: Polisi Tangkap 2 Pelajar Gangster yang Resahkan Warga Lamongan
“Jika dikelola dengan benar, dunia akan terpesona dengan keberagaman budaya kita, dari Pacu Jalur hingga ragam budaya dari Papua, Aceh, dan Labuan Bajo. Indonesia akan viral bukan hanya karena popularitas, tetapi karena identitas budayanya yang kuat,” ujarnya.
Ia mengingatkan agar duta wisata tidak menjadi alat politik atau perpanjangan tangan kepentingan personal.
“Duta wisata harus menjadi milik masyarakat dan daerah, bukan milik pribadi atau kelompok tertentu,” tandasnya.
Pada akhirnya, Prof Bambang menegaskan, duta wisata yang kuat adalah mereka yang memiliki posisi pasar yang jelas, mampu mengemas pesan budaya dengan matang, serta paham peran strategis mereka dalam ekosistem promosi pariwisata lokal dan nasional.