jatimnow.com - Ribuan mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) memperingati Hari Perdamaian Internasional yang jatuh pada Minggu (21/9/2025) dengan cara berbeda. Mereka tidak turun ke jalan dengan orasi, melainkan menuangkan gagasan damai lewat sapuan kuas di dinding besar yang diberi nama The Wall of Peace.
Karya kolaboratif ini lahir di tengah maraknya konflik global yang terus memanas di Palestina–Israel, Ukraina–Rusia, Pakistan–India, Suriah, Afganistan hingga Thailand–Kamboja. Alih-alih larut dalam pesimisme, para mahasiswa baru UMS urabaya memilih mengirim pesan optimisme: perdamaian masih bisa diperjuangkan.
Steering Committee Masa Orientasi eXpo (MOX) 2025, M. Febriyanto Firman Wijaya, menegaskan bahwa kegiatan ini tidak sekadar agenda seremonial. Menurutnya, seni bisa menjadi jembatan universal untuk menyampaikan pesan damai.
Baca juga: 26 Jurnalis Ikuti Uji Kompetensi di UM Surabaya
“The Wall of Peace adalah simbol bahwa ribuan mahasiswa baru memilih merawat kehidupan dengan perdamaian, bukan pertikaian. Momentum ini penting agar sejak awal mahasiswa memahami bahwa ilmu pengetahuan bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kemanusiaan,” ujar Riyan, sapaan akrabnya.
Riyan menjelaskan, setiap kelompok mahasiswa diberikan tema konflik internasional yang masih berlangsung. Dari Palestina–Israel hingga Thailand–Kamboja, mereka diminta menerjemahkan keresahan dan harapan menjadi karya visual.
“Mereka diberi kebebasan mengekspresikan pesan damai sesuai isu yang sudah ditentukan. Inilah bukti bahwa generasi muda berani menyuarakan perdamaian melalui cara yang positif dan kreatif,” tegasnya.
Salah satu peserta, Nur Elza Tripsetyani dari Kelompok 34, memilih menggambarkan konflik perbatasan Thailand–Kamboja melalui lukisan kuil yang menjadi perebutan kedua negara.
Baca juga: Foto: Kritik Tajam di Layangan Maba UM Surabaya
“Kami menggunakan warna dasar hitam dengan visual kuil, bendera dua negara, serta tulisan pesan perdamaian. Kami ingin menunjukkan bahwa konflik di luar negeri memberi pelajaran berharga agar Indonesia tetap menjaga kerukunan,” kata Elza.
Bagi mahasiswa baru, pengalaman ini bukan hanya melatih kreativitas, tetapi juga membangun kesadaran global. Ketika konflik di luar negeri masih merenggut korban, mereka berharap karya ini menjadi pengingat bahwa suara damai tak boleh redup.
Aksi The Wall of Peace sejalan dengan semangat UM Surabaya dalam menanamkan pendidikan karakter sejak dini. Melalui kegiatan ini, mahasiswa diarahkan untuk melihat ilmu pengetahuan sebagai sarana membangun perdamaian, bukan memperuncing perpecahan.
Hari Perdamaian Internasional yang diperingati setiap 21 September menjadi momentum tepat untuk menegaskan sikap itu.
Baca juga: Gen-Z UM Surabaya Gaungkan Kebebasan Lewat Layang-Layang di MOX 2025
"Melalui The Wall of Peace, ribuan mahasiswa baru UM Surabaya tidak hanya mengukir warna, tetapi juga mengukir sejarah: menandai komitmen bahwa perdamaian harus diperjuangkan bersama,” pungkas Riyan.
Di tengah bisingnya dunia oleh konflik dan kekerasan, aksi mahasiswa baru UM Surabaya menghadirkan catatan berbeda. Dengan kuas dan warna, mereka membuktikan bahwa generasi muda tidak pasif menghadapi isu global.
The Wall of Peace bukan sekadar dinding penuh lukisan, tetapi manifesto damai yang lahir dari kampus untuk dunia.