jatimnow.com - Krisis iklim semakin nyata dan dampaknya dirasakan oleh semua orang. Gelombang panas ekstrem, polusi yang meningkat, dan bencana alam yang semakin sering terjadi adalah sebagian kecil dari konsekuensi perubahan iklim yang mengancam keberlangsungan hidup manusia dan bumi.
Menyadari ancaman serius ini, anak muda di seluruh Indonesia semakin lantang menyuarakan keprihatinan dan tuntutan mereka. Mereka mendesak pemerintah, pelaku industri, dan seluruh elemen masyarakat untuk segera bertindak mengatasi krisis iklim.
"Kualitas bumi yang kita tinggali sekarang sudah berbeda dari yang ditinggali generasi orang tua kita. Kita hidup di bumi yang panasnya sudah naik lebih dari satu derajat Celcius," ujar Ginanjar Ariyasuta, Koordinator Climate Rangers (CR), sebuah organisasi yang fokus pada isu perubahan iklim.
Baca juga: Gerakan Kawan Sungai Edukasi Lingkungan untuk Generasi Muda Pasuruan
"Kita punya tanggung jawab untuk mencegah agar kenaikan itu tidak terulang, agar generasi berikutnya tidak menghirup udara yang kotor akibat pembangunan yang ekspansif dan eksploitatif," tambahnya.
Dalam Local Conference of Children and Youth Indonesia 2025 yang diselenggarakan oleh CRI bulan lalu, perwakilan anak muda dari seluruh Indonesia berkumpul untuk menyuarakan aspirasi mereka. Acara ini dihadiri oleh tokoh-tokoh muda inspiratif, seperti Gispa Ferdinanda (Research Manager Sa Perempuan Papua) dan Lungli Rewardny Supit (Ketua Forum Anak Sulawesi Utara).
Konferensi tersebut menghasilkan National Children and Youth Statement 2025, sebuah deklarasi yang berisi permintaan kepada pemerintah untuk segera bergerak mengatasi krisis iklim.
"Melalui deklarasi tersebut, orang muda Indonesia membawa mandat yang jelas untuk forum COP 30 di Brasil November mendatang, maupun kebijakan nasional," kata Ginanjar.
Anak muda Indonesia juga menuntut adanya kebijakan yang berkeadilan iklim. Kebijakan ini harus memastikan bahwa kelompok rentan, seperti masyarakat adat dan penyandang disabilitas, tidak menanggung beban yang tidak proporsional akibat dampak perubahan iklim dan kebijakan mitigasi.
Selain itu, anak muda Indonesia juga mendesak pemerintah untuk mempercepat transisi menuju energi terbarukan. Mereka menilai bahwa ketergantungan pada energi fosil, seperti batu bara, harus segera diakhiri.
"Pembangunan infrastruktur energi terbarukan harus dimulai sekarang. Bukan saatnya lagi membangun PLTU baru, yang membuat sumber energi jadi lebih mahal," tegas Ginanjar.
Baca juga: Profesor ITS Kembangkan Satelit Altimetri Pantau Kenaikan Muka Laut di Indonesia
Ginanjar juga menggaris bawahi perlunya jalur bagi anak muda untuk berkreasi dan menawarkan solusi terhadap tantangan iklim. Ia mengusulkan pembentukan lembaga iklim, seperti Youth Climate Council, yang memberikan anggaran khusus bagi anak muda untuk menjalankan proyek-proyek inovatif.
"Kita perlu kelembagaan iklim, seperti Youth Climate Council. Di sana orang muda diberi anggaran sepuluh persen untuk menentukan proyeknya. Jadi, yang harus ada sebenarnya adalah jalurnya terlebih dahulu, bukan solusinya dahulu," katanya.
Lungli Supit, siswa SMA berusia 16 tahun, menyampaikan kekecewaannya terhadap partisipasi anak muda yang seringkali hanya bersifat simbolis.
"Wajah kami terpampang jelas di dalam ruangan itu, namun suara kami tidak pernah didengar dan direalisasikan," ujarnya.
"Tanda tangan kami ada pada berkas, tapi suara dan cita-cita kami tidak pernah masuk di dalam berkas itu. Harapan kami ada di ruangan itu, tapi harapan itu tidak pernah menjadi nyata," sambungnya.
Baca juga: Anak Muda Geram! Pemerintah Dinilai Lambat Berantas Korupsi
Lungli mengajak semua pihak untuk mendengarkan suara anak muda dan mempertimbangkan solusi yang mereka tawarkan. "Ayolah, lakukan sesuatu yang menjamin kesejahteraan rakyat, sekaligus menjaga alam," serunya.
Sementara Gispa Ferdinanda menegaskan pentingnya pengesahan RUU Keadilan Iklim dan RUU Masyarakat Adat. "Pengesahan RUU akan sangat berarti, karena perjuangan keadilan iklim itu tidak bisa hanya bicara soal aksi dan aksi. Harus bicara juga soal kebijakan, karena kebijakan mempunyai daya ikat lebih kuat daripada sekadar aksi," katanya.
Gispa menambahkan bahwa Papua memiliki potensi besar untuk pengembangan energi surya. "Ketika satu rumah sudah bisa mandiri dalam hal listrik, mereka tidak lagi bergantung pada PLN. Alokasi biaya untuk membayar listrik bisa dipakai untuk hal lain," ujarnya.
Dengan suara lantang dan semangat membara, anak muda Indonesia siap menjadi garda terdepan dalam perjuangan melawan krisis iklim. Mereka berharap suara mereka didengar, aspirasi mereka diakomodasi, dan tindakan nyata segera diambil demi masa depan bumi yang lebih baik.