jatimnow.com - Surabaya Fashion Parade (SFP) 2025 kembali menjadi saksi munculnya talenta baru dalam industri mode Indonesia. Di tengah kemegahan panggung dan sorotan lampu yang dramatis, nama Candida Ardelle Aurelia, siswi kelas 11 SMAK Mater Dei Probolinggo, mencuri perhatian lewat karya batik bertajuk “Etnica Probolinggo”.
Koleksi ini bukan sekadar motif kain. Ia hadir sebagai pernyataan identitas budaya, mengangkat ikon mangga dan anggur, dua kekayaan alam khas Probolinggo yang selama ini menjadi simbol ekonomi sekaligus kebanggaan masyarakat lokal.
“Batik ini melambangkan keindahan dan identitas Probolinggo. Ada mangga dan anggur karena itu kekayaan alam kota kami,” ungkap Candida ketika ditemui di belakang panggung setelah tampil, pada Minggu (16/11/2025) malam.
Baca juga: SFP 2025: Migi Rihasalay Usung Darah dan Pemberontakan
Goresan indah talent muda Probolinggo tersebut membersamai puluhan model cilik yang show bareng Rose Talent School X Alben Ayub Andal Batik Candida Ardelle Aurelia, di panggung spektakuler SFP 2025.
Candida bukan tipikal desainer muda yang muncul secara instan. Ia tumbuh dari kebiasaan menggambar, seni mural, hingga aktif mengikuti lomba. Pada September 2025, ia mengalahkan 131 peserta dari tingkat SMP hingga mahasiswa dalam ajang Lomba Desain Motif Batik Kota Probolinggo, menempatkannya sebagai juara pertama.
Karya yang kini tampil di runway bermula dari tugas seni dekoratif sekolah. Ia memotret hasil tugas tersebut dan mengirimnya ke fashion desainer Alben Ayub Andal, sekaligus Ketua Pelaksana SFP 2025 yang sudah lama mengenal keluarga Candida.
“Katanya Om Alben, ‘Ini dijadiin batik aja.’ Jadi aku buat ulang dari awal, lalu kutambahin mangga dan anggurnya,” cerita Candida.
Alben yang dikenal sering menggali potensi anak muda Probolinggo melihat sesuatu yang lebih besar. Menurutnya, talenta Candida layak dibawa ke panggung fashion berskala besar.
“Dia itu bisa menggambar, bisa bikin desain baju. Dulu juga juara mural. Potensi anak seperti ini kalau dibiarkan hilang, ya hilang,” ujar Alben.
Di tengah kekhawatiran nasional terhadap menurunnya jumlah perajin batik tradisional, sebagian studi menyebut regenerasinya kian sulit dalam 10 tahun terakhir, kehadiran remaja seperti Candida menjadi angin segar.
Ia bukan hanya merancang motif, tetapi juga membatik dan mewarnai sendiri, sebuah proses yang biasanya digeluti perajin senior.
“Dia ikut menggambar, ikut mewarna. Saya ini hanya mewadahi saja. Dia yang hebat,” jelas Alben.
Keterlibatan aktif Candida membuat karyanya bukan hanya cantik secara visual, tetapi juga autentik dari sisi proses. Hal inilah yang membuat koleksi “Batik Tari Glipang – Etnica Probolinggo” tampak berbeda di runway, menggabungkan estetika modern, sentuhan budaya daerah, dan energi kreatif generasi muda.
Meski usianya masih 17 tahun, Candida sudah berkali-kali tampil dalam fashion show, terutama di Surabaya. Ia juga dikenal sebagai aktris cilik yang pernah bermain di film Nenek Gen Zi, menunjukkan bahwa kreativitasnya tidak hanya di bidang seni rupa, tetapi juga seni peran.
Baca juga: Batik Shibori Usung Tagline Bumi Biru, Isyaratkan Pesan Ini di Surabaya Fashion Parade 2023
Ketika ditanya bagaimana rasanya melihat karyanya melintas di runway yang megah, ia hanya tersenyum lebar.
“Seneng. Sudah sering tampil di Surabaya, sering di-job sama Om Alben,” ujarnya singkat.
Dukungan keluarga menjadi fondasi penting. Orang tuanya selalu menemani, bahkan menempuh perjalanan Probolinggo–Surabaya hanya untuk sesi kecil seperti latihan atau fitting.
“Support orang tuanya besar sekali. Itu yang bikin saya semangat mengembangkan talentanya,” tambah Alben.
Meski kini dikenal sebagai pembatik muda, Candida menegaskan bahwa tujuannya adalah menjadi fashion designer profesional. Baginya, batik adalah fondasi yang akan terus melekat, bukan satu-satunya tujuan.
“Saya ingin tahu lebih banyak soal proses batik. Tapi inginnya jadi desainer,” tuturnya.
Alben menilai langkah Candida sangat tepat. Menurutnya, di tengah regenerasi yang lemah, desainer muda yang memahami batik secara teknis sangat dibutuhkan industri.
“Desainer banyak. Tapi yang bisa membatik? Yang seusia dia? Nggak banyak. Ini modal besar untuk masa depannya,” kata Alben.
Baca juga: Foto: Model-model Cantik Pamer Busana Karya UMKM Surabaya
Generasi Baru Penjaga Budaya
Kisah Candida menunjukkan bahwa kreativitas lokal dapat bersanding dengan dinamika industri fashion modern. Di tengah derasnya budaya populer, ia memilih mengangkat ikon Probolinggo sebagai DNA karyanya.
SFP 2025 bukan sekadar panggung baginya, melainkan batu loncatan menuju dunia fashion yang lebih luas, sekaligus simbol harapan bahwa batik tidak akan punah di tangan generasi muda.
Dengan dukungan ekosistem yang kuat dari keluarga, sekolah, komunitas seni, hingga desainer senior, Candida membuktikan bahwa batik dapat terus hidup, berkembang, dan relevan di era digital.
Sebagaimana diketahui, Surabaya Fashion Parade (SFP) adalah ajang mode tahunan terbesar di Jawa Timur yang tahun ini memasuki penyelenggaraan ke-18.
Mengusung tema "Reebillion," SFP 2025 mendorong desainer untuk keluar dari zona nyaman dan menantang pakem mode arus utama.
Digelar pada 14-16 November 2025 di Convention Hall Tunjungan Plaza 3, Surabaya, SFP menghadirkan runway teatrikal dan eksperimental, menampilkan karya-karya desainer lokal dan nasional yang berani, otentik, dan merefleksikan semangat perlawanan positif dalam mode. SFP merupakan kolaborasi strategis antara Tunjungan Plaza dan Indonesian Fashion Chamber (IFC).