Warek UIN KHAS Jember Tekankan Moderasi Beragama Berakar dari Falsafah Nusantara

Jumat, 21 Nov 2025 17:00 WIB
Reporter :
Sugianto
Wakil Rektor III UIN KHAS Jember, Dr. Khoirul Faizin, saat menjadi narasumber. (Foto: Humas UIN KHAS)

jatimnow.com – Wakil Rektor III Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, Dr. Khoirul Faizin, menegaskan bahwa moderasi beragama di Indonesia memiliki akar kuat dalam falsafah dan tradisi lokal.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara dialog mahasiswa bertajuk Moderasi Beragama dan Nasionalisme Bangsa yang diselenggarakan oleh Pusat Moderasi Beragama LP2M UIN KHAS Jember, Rabu (19/11/2025), di Gedung B Lantai 1 BEC UIN KHAS Jember.

Sebagai narasumber, Dr. Faizin tampil dengan gaya pemaparan kritis yang khas akademisi, namun tetap ringan dan dekat dengan realitas masyarakat.

Baca juga: Warek UIN KHAS Jember Buka Dialog Mahasiswa Moderasi Beragama dan Nasionalisme

Ia membuka pemaparannya dengan menyampaikan fakta bahwa jauh sebelum berdirinya negara Indonesia, nilai-nilai moderasi telah tumbuh dan hidup dalam praktik sosial masyarakat Nusantara, khususnya di wilayah Jawa. Hal ini merujuk pada ajaran para Wali Songo pada abad ke-14 hingga ke-16 yang menanamkan etika keberagamaan tanpa menafikan keberagaman budaya dan kepercayaan.

“Para leluhur kita sudah mengajarkan keseimbangan, keselarasan, dan penghormatan antarmanusia sejak berabad-abad lalu,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Dr. Faizin juga menyebut upaya Menteri Agama RI periode 2014–2019, Lukman Hakim Saifuddin, sebagai tonggak penting formulasi moderasi beragama dalam konteks modern. Meski demikian, ia menegaskan bahwa gagasan tersebut sejatinya hanyalah bentuk aktualisasi baru dari kebijaksanaan lama yang telah menjadi laku hidup masyarakat Jawa.

“Semua agama pada dasarnya moderat. Intoleransi bukan berasal dari ajaran agama, melainkan cara pandang pemeluknya. Karena itu, moderasi tidak ditujukan pada objek, tetapi pada subjek, yaitu manusia,” tegasnya.

Dr. Faizin kemudian mengajak mahasiswa mengkaji lima indikator moderasi beragama versi Kementerian Agama dan mengaitkannya dengan falsafah Jawa yang sarat dengan nilai harmoni.

Baca juga: Tingkatkan Kelembagaan dan Akademik, UIN KHAS Jember Jalin Kerjasama Dengan Unibraw

Dalam penjelasannya, ia menghidupkan kembali sejumlah istilah yang mungkin asing bagi generasi muda, salah satunya kabèdhayen, yaitu falsafah keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan dan dengan sesama.

\

“Kalau kita lupakan falsafah ini, jangan-jangan kita justru kehilangan jati diri,” katanya.

Ia juga mengutip prinsip memayu hayuning bawono, yang menegaskan bahwa tanggung jawab sosial tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab personal. Setiap tindakan individu, menurutnya, harus mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan sosial.

Selain itu, Dr. Faizin menjelaskan konsep keadilan dalam perspektif Jawa yang lebih luas dari sekadar memberikan hak sesuai porsinya. Keadilan berarti menciptakan keseimbangan, harmoni, serta keselarasan sosial sejalan dengan prinsip moderasi: tidak ekstrem kanan, tidak ekstrem kiri, tetapi berada di jalan tengah yang proporsional, bijak, dan adil.

Baca juga: UIN KHAS Jember Komitmen Keterbukaan Informasi Publik

Pada bagian lain, ia menyinggung fenomena masuknya ideologi transnasional yang berusaha menggantikan Pancasila dan sistem kebangsaan Indonesia. Menurutnya, ideologi semacam itu gagal memahami bahwa keberagaman Indonesia merupakan historical necessity sebuah keniscayaan sejarah yang telah dirancang leluhur bangsa.

“Indonesia tidak lahir sebagai kecelakaan sejarah. Ia didesain agar nyaman untuk semua,” ujarnya.

Materi tersebut ditutup dengan pesan agar mahasiswa tidak mudah terjebak dalam polarisasi agama maupun politik. Ia menekankan pentingnya sikap nrimo, eling, lan waspada, menerima dengan bijak, sadar diri, tetapi tetap kritis dan berhati-hati.

Dialog mahasiswa ini berhasil menghadirkan perspektif segar mengenai hubungan antara moderasi beragama, nasionalisme, dan kearifan lokal. Melalui pendekatan falsafah Jawa, Dr. Faizin menegaskan bahwa moderasi bukan konsep baru, melainkan identitas yang perlu dihidupkan kembali. Bagi para mahasiswa yang hadir, pesan tersebut terasa relevan di tengah derasnya wacana keberagamaan yang kerap dipenuhi suara keras dan klaim absolut.

Ikuti perkembangan berita terkini Jawa Timur dan sekitarya di Aplikasi jatimnow.com!
Berita Jember

Berita Terbaru
Tretan JatimNow

Terpopuler