jatimnow.com - Terbukti memalsukan dokumen dan menjual kembali tanah yang sudah dijual, 2 mafia tanah di Surabaya dijebloskan ke sel tahanan Mapolrestabes Surabaya.
Kasus itu ditangani Polrestabes Surabaya setelah mendapat pelimpahan dari Polda Jatim.
Kedua mafia tanah itu bernama HM Ichsan Ja'far (67), warga Jalan Wadungasri RT 4 RW 2 Waru, Sidoarjo dan Nurkasan P Ansori (65), warga Gunungayar Sawah RT 5 RW 4, Surabaya.
Ichsan terbukti melakukan pemalsuan dokumen, sedangkan Nurkasan juga terbukti memalsukan dokumen serta menjual kembali tanah yang sudah dijual.
"Keduanya sudah kami tahan," ungkap Kasatreskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Sudamiran, Kamis (15/11/2018).
Penahanan keduanya dilakukan setelah pihaknya melakukan pemeriksaan barang bukti dan sejumlah saksi.
Bahkan, berkas kedua tersangka sudah hampir sempurna dan siap dilimpahkan ke kejaksaan jika dinyatakan sempurna.
Lanjut Suramiran, keduanya ditahan atas jeratan Pasal 263 KUHPidana tentang pemalsuan surat dan atau keterangan akta autentik. Sedangkan tersangka Nurkasan, ditambah jeratan Pasal 385 KUHPidana tentang penyerobotan tanah.
Korban yang juga pelapor kasus itu sendiri diketahui bernama HM Adhy Suharmadji (60), warga Medayu Utara XX, Rungkut.
Korban awalnya melaporkan kedua tersangka ke Polda Jatim pada 31 Juli 2017 lalu yang kemudian dilimpahkan ke Polrestabes Surabaya.
Kasus pemalsuan ini berawal ketika korban yang juga direktur PT Restabun Karya ini membeli tanah di Gunung Anyar Tambak Persil 3 Kelas Desa 2 nomor 1159.
Baca juga: Siswa Belajar di Rumah Warga Pamekasan Gegara Sengketa Lahan Sekolah
Tanah seluas 15.460 meter persegi pada tahun 1989 dibeli dari tersangka Nurkasan seharga Rp 27 juta. Transaksi tanah tersebut melalui perantara Ichan dan Marjuki.
Setelah pelunasan, korban berniat menjual tanah tersebut dalam bentuk kaplingan dan terbagi menjadi 80 kapling.
Baca juga: Polda Jatim Ungkap Ruislag TKD Rugikan Negara Rp114 Miliar, Tetapkan 3 Tersangka
Sebagai badan usaha, korban mengajak tersangka Ichan dan Marjuki untuk mendirikan PT Restabun Karya. Tapi keduanya hanya mencantumkan nama tanpa penyertaan modal.
Untuk memudahkan pengurusan tanah para pembeli kaplingan, pethok dititipkan ke Kelurahan Gunung Anyar Tambak.
Masalah dimulai saat tanpa sepengetahuan korban, tersangka Nurkasan mengambil pethok D tersebut dengan alasan untuk pengurusan pelebaran sungai yang ada di sekitar tanah tersebut.
Lalu Nurkasan membuat perjanjian di bawah tangan dan dicatatkan ke notaris. Mengetahui hal tersebut, korban mendatangi kelurahan dan diberi penjelasan kalau peminjaman pethok tidak akan menjadi masalah. Alasannya karena seluruh tanah sudah terjual kaplingan.
Masalah baru muncul 20 tahun kemudian atau sekitar 2010. Saat itu, tiba-tiba Ichsan memagari dan mengakui sebagai pemilik tanah tersebut.
Baca juga: Ahli Waris Segel Gedung SDN di Probolinggo, Ini Respon Pj Bupati
Tidak hanya itu saja. Ichsan juga mencabuti patok tanah milik pemilik kapling. Tindakan ini membuat pemilik kapling menuntut tanggungjawab korban sebagai penjual.