jatimnow.com - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menciptakan alat pendeteksi dini penyakit rheumatoid arthritis. Alat tersebut telah diujicobakan kepada lebih dari 100 sampel dan mendapatkan respons yang positif.
Salah satu mahasiswa, Abi Mufid Octavio mengatakan, bahwa alat tersebut bekerja dengan menganalisis kondisi kuku, mulai dari tekstur, ridging atau berlubang, kuku menguning, rapuh dan pendarahan serpihan.
Kondisi visual tersebut tidak dapat dilihat secara langsung lewat mata telanjang. Selanjutnya, jika ditemukan indikasi rematik, maka akan dilakukan observasi lebih lanjut dengan dokter.
"Penyakit rheumatoid arthritis ini sudah memasuki masa akut, maka tidak dapat disembuhkan sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan. Maka perlu adanya identifikasi sedini mungkin untuk mengetahui seseorang berpotensi terkena penyakit rematik atau tidak," kata Abi, Kamis (15/8/2024).
Sebagai informasi, penyakit rheumatoid arthritis atau rematik merupakan penyakit autoimun dengan gangguan peradangan jangka panjang pada sendi. Umumnya penyakit ini sering ditemui pada lansia. Tetapi tidak menutup kemungkinan orang dewasa ataupun para remaja juga dapat mengalaminya.
Abi menjelaskan, sampel responden alat yang diujicobakan mulai dari kalangan remaja, dewasa dan lansia.
Pihaknya menggunakan alat tersebut untuk deteksi dini, kemudian melakukan re-check lebih lanjut, dan didapati hasil yang efektif.
"Indikasi rematik itu ada banyak, dan alat kami bertugas untuk memvisualisasi hasil dari kuku yang telah difoto untuk diidentifikasi lebih lanjut," katanya.
Baca juga:
3.840 Warga Banyuwangi Operasi Katarak Gratis
Lebih lanjut, para mahasiswa yang membuat alat tersebut adalah Nuri Vhirdausia, Frenischa Yincenia W, dan Desta Karina yang merupakan mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes), serta ada juga Abi Mufid Octavio dan Muhammad Lutfi yang merupakan mahasiswa Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik (FT).
Abi bersama dengan timnya juga mengalami kendala kesulitan dalam pembuatan alat ini. Para mahasiswa ini memerlukan waktu lebih dari satu bulan untuk mengembangkan inovasi tersebut.
Rencananya, alat tersebut akan dibuat secara massal. Hal ini untuk menambah ragam inovasi dalam dunia kesehatan.
"Biaya produksinya sebesar Rp7 juta. Kedepan kami akan menjalin kerja sama dengan perusahaan yang nantinya dapat dikomersilkan," ungkapnya.
Baca juga:
Marak Bunuh Diri di Surabaya, Waspadai Gejala Ini Rek!
Terakhir, dia berharap lewat inovasinya bersama timnya dapat memberikan warna baru dalam dunia kesehatan.
"Sehingga, masyarakat dapat mengidentifikasi sejak dini terindikasi gejala dari penyakit rematik, dan pasien dapat segera dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pengobatan lebih lanjut," katanya.