jatimnow.com - Ada yang berbeda di sepanjang Goa Lowo menuju Gunung Gamping, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo, Senin (4/2/2019). Arakan panjang dengan barisan paling depan tampil muda-mudi layaknya seorang prajurit dan di belakangnya, seribu takir yang ada di dua tandu dipikul delapan orang.
Takir sendiri berbahan daun pisang dilipat yang menyerupai kotak tersebut berisi nasi kuning dan lauk-pauk khas Jawa.
Sebelum seribu takir diarak, para sesepuh mengadakan ritual di Goa Lowo. Selain memanjatkan doa, ritual juga sekaligus membersihkan goa yang dipercaya sebagai situs peninggalan purba itu. Batu stalagmit yang ada di bibir gua dilapisi dengan bentangan kain putih.
Baca juga: Sudah Tahu Udeng Pacul Gowang? Berikut Filosofinya
Setelah doa terpanjatkan, kirab seribu takir menempuh perjalanan lima kilometer menuju Gunung Gamping. Tua muda tumpah ruah jadi satu. Apalagi kirab diikuti iringan kesenian puluhan Jaran Thek. Warga yang dilalui kirab turut bergabung dalam barisan hingga tempat tujuan.
Koordinator acara Wisnu Hadi Prayitno, mengatakan bentangan kain putih yang dibentangkan ada makna sendiri. Yakni putih bermakna suci.
"Sekaligus ini menandai banyak potensi yang digali dari goa yang sudah ditemukan ratusan tahun lalu ini," kata Hadi Prayitno usai acara.
Perjalanan kirab dari Goa Lowo menuju Gunung Gamping memiliki makna banyak hal yang dapat digali dari dua ciri khas desa setempat. Goa Lowo diharapkan dapat menjadi destinasi wisata.
Dan Gunung Gamping yang telah memberikan mata pencaharian warga setempat dapat pula mengangkat wisata di desa setempat.
Baca juga: Budaya 2 Daerah Bertemu di Amphitheater Arjuna Wiwaha Kota Batu
"Terutama untuk wisatawan dari luar kota diharapkan dapat berdatangan," sambungnya.
Setelah tiba di Gunung Gamping, seribu takir diletakan di tengah-tengah kerumunan. Seorang sesepuh desa tampak membacakan mantra dan doa. Mulutnya komat-kamit dan sesekali tangannya menengadah.
Saat sesepuh bergeser menandakan usai berdoa, seribu takir siap dipurak.
"Kami selipkan juga doa agar desa sini dijauhkan dari balak dan berbagai penyakit. Apalagi saat ini demam berdarah dengue (DBD) semakin mewabah," tegasnya.
Baca juga: Melestarikan Banyolan Khas Jawa Timuran Lewat Republik Ludruk Indonesia(3-Habis)
Seribu takir yang diusung dalam acara pagi itu memiliki makna filosofi tersendiri. Orang Jawa memaknai takir sebagai pikir, dzikir, dan takwa. Sementara seribu dimaknai banyaknya doa yang terpanjat.
"Seribu takir mewakili seribu dzikir, doa, dan harapan. Bermunajat kepada Tuhan," pungkasnya .