jatimnow.com - Sebanyak 53 tambang galian pasir di Kabupaten Mojokerto, disebut tidak mengantongi izin atau ilegal. Pernyataan itu muncul saat anggota DPRD Kabupaten Mojokerto melakukan Forum Grup Diskusi (FGD) di Jalan Jayanegara, Kecamatan Puri.
Anggota dewan akan membawa kasus itu ke tingkat provinsi karena kabupaten tidak memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan dengan tambang.
"Kami akan bawa ke provinsi melalui gubernur, karena regulasi menghambat kami untuk melakukan pengawasan. Kami tidak punya Perda (Peraturan Daerah) dan kami berharap wewenang itu dikembalikan kepada kabupaten. Yang merasakan dampaknya bukan yang di atas, tapi kami yang merasakan dampak galian c ilegal dan saat ini marak," kata Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto, Ayni Zuroh, Jumat (27/12/2019).
Baca juga: DPRD Surati Kapolri, Minta Tambang Ilegal di Pasuruan Diberantas
Data yang dimiliki DPRD, terdapat 87 tambang galian C di Kabupaten Mojokerto. Sebanyak 53 tambang tidak mengantongi izin dan hanya 14 yang memiliki izin.
"Ada 20 tambang yang izinnya mati," terang Ayni.
Baca juga: Polres Mojokerto Periksa Pemilik Galian C, Gegara Korban Longsor
Perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menambahkan, dampak yang dirasakan akibat galian C yaitu kerusakan lingkungan dan harus segera ditutup.
"Dampaknya pada lingkungan hidup dan masyarakat. Kemarin ada banjir bandang di Kalimati itu salah satu dampak galian C. Jika gunung diambil batunya dan kalau tinggal tanahnya bisa mengakibatkan longsor," bebernya.
Ayni menyebut, untuk menertibkan galian C ilegal dirinya akan membentuk tim khusus yang melibatkan banyak pihak di Kabupaten Mojokerto.
Baca juga: Galian C di Mojokerto Longsor, Dua Tewas
"Ada daerah aliran sungai yang digali ilegal, ada cagar budaya yang dirusak. Mojokerto pertanian produktif, lahan yang harusnya tidak diberikan izin ternyata ditambang," tambahnya.
"Harus ada dukungan dari gubernur, yang menerbitkan izinnya kan gubernur. Jadi, gubernur harus ikut bertanggungjawab dengan masalah ini. Kalau kita melakukan pengawasan itu salah, karena kami tidak punya perda," pungkasnya.