jatimnow.com - Pemerintah memperketat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jawa dan Bali dengan kriteria pembatasan kegiatan pada masyarakat menyusul berkembangnya kasus Covid-19 di Indonesia. PSBB salah satunya diterapkan di Surabaya.
Namun, PSBB kali ini bukan pelarangan. Pembatasan dilakukan mulai 11 hingga 25 Januari 2021. Dalam kriteria terbaru PSBB ini mengatur, di antaranya pembatasan kerja dengan WFH 75% dan pembatasan jam operasional pusat perbelanjaan sampai pukul 19.00 Wib.
Kebijakan pemerintah pusat itu direspon Plt Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana. Dia menyebut, pembatasan ini bukan seperti PSBB sebelumnya, tetapi mendekati PSBB.
Baca juga: Mengulik Skenario Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Surabaya
Whisnu mengaku mendapat kabar keputusan pemerintah pusat itu setelah ditelepon Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak.
"Bahwa akan ada pembatasan 75 persen WFH. Artinya bukan PSBB seperti dulu, tapi hampir mendekati PSBB. Ini sebetulnya Surabaya juga harusnya kita berteriak. Bagaimanapun ini keputusan besar. Kita harus antisipasi," ujar Whisnu, Rabu (6/1/2021).
Baca juga: Pemerintah Kembali Perketat PSBB di Jawa dan Bali
Whisnu juga mengaku akan segera melakukan rapat internal dengan Satgas Covid-19 dan dinas terkait. Sebab menurutnya, kebijakan pemerintah pusat ini tidak hanya terkait Covid-19 saja.
"Karena ini akan bicara lebih luas, tidak hanya masalah Covid kalau sudah pembatasan 75 persen," jelasnya.
Menurut Whisnu, perekonomian Surabaya sudah mulai beranjak naik. Daya beli masyarakat sudah mulai tumbuh. Masyarakat juga sudah mulai menerima keadaan ini.
Baca juga: Mengintip Kesiapan Polda Jatim Jelang PSBB Jawa-Bali
Sehingga, lanjutnya, dengan adanya pembatasan dengan skala 75% tersebut, semuanya harus dipikirkan secara matang.
"Kesiapan kita terutama bagaimana nanti yang terdampak lagi. Jadi pasti banyak warga yang dirumahkan, karena 75 persen berkantor, bagaimana gajinya dipotong 75 persen," ungkap Politisi PDI Perjuangan (PDIP) ini.
Whisnu menambahkan, masyarakat yang terdampak kebijakan baru tersebut juga harus diperhitungkan.
"Seperti bagaimana kemampuan Pemkot Surabaya untuk memberikan bantuan, khususnya bantuan nontunai untuk kehidupan masyarakat yang terdampak. Maka perlu dihitung secara global," ulasnya.
Baca juga: Pemkot Surabaya Diminta Verifikasi Tempat Usaha saat Pembatasan Baru
Juga, geliat ekonomi masyarakat seperti warung-warung, rumah makan yang akan terdampak.
"Kemudian kegiatan sosial juga tidak boleh. Ini akan berdampak lebih panjang lagi. Tidak hanya bicara kegiatan sosial. Kemarin-kemarin pernikahan sudah mulai ada, artinya catering sudah mulai tumbuh, persewaan ada yang nyewa itu sudah mulai muncul lagi," tambahnya.
Untuk itu, Whisnu masih belum bisa berkomentar lebih banyak lantaran harus dipikirkan lebih luas lagi. Sebab penanganannya tidak hanya protokol kesehatan saja, melainkan roda ekonomi yang tetap harus bergulir.