Mojokerto - Ketua Yayasan Amanatul Ummah Muhammad Al Barra akhirnya menanggapi gugatan yang dilakukan oleh DPD Lembaga Pemantau Pembangunan dan Kinerja Pemerintah (LP2KP).
Selain yayasan yang dituding berdiri di atas Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) ini juga menggugat 8 orang lainnya.
LP2KP meminta pihak yayasan yang membangun pondok di di Desa Kembangbelor, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto membayar denda Rp8 miliar. Serta dituntut mengembalikan fungsi lahan seperti keadaan dan bentuk semula, yaitu menjadi lahan sesuai dengan fungsi LP2B.
Baca juga: Pemkab Tulungagung Dukung Warga Buka Lahan Pertanian Baru
"Kita sedang mempersiapkan materi-materi sidang yang nanti diwakili pengacara, biar pengacara nanti yang datang langsung ke sidang. Kita hadapi saja, siap," kata Muhammad Al Barra, Selasa (13/9/2022).
Pria yang juga Wakil Bupati Mojokerto ini menambahkan, Yayasan Amanatul Ummah mulai membangun gedung Ponpes sejak tahun 2006. Sebelum adanya aturan terkait tata ruang Kabupaten Mojokerto disahkan pada tahun 2012, yakni Perda nomor 9 tahun 2012 tentang rencana tata ruang/wilayah (RT/RW).
"Pembangunan (pondok) sudah mulai tahun 2006, cuman kalau prasastinya kira-kira pada tahun 2008. Adanya Perda RT/RW itu-kan tahun 2012. Sedangkan pesantren ini jauh sebelum 2012 sudah berdiri," ucapnya.
Gus Barra, sapaan akrabnya menjelaskan, seharusnya Pemda memfasilitasi dan mempermudah proses pengajuan izin dan alih fungsi lahan yang sudah dibangun sebelum aturan tersebut diterbitkan.
"Karena sudah ada bangunannya, mau diapakan? Tinggal bagaimana lahan itu dikeluarkan dari lahan hijau dengan cara diajukan ke Kementerian untuk menjadi lahan kuning. Kan simpel sebenarnya," cetusnya.
Baca juga: Kopitiam di Surabaya, Susut Ribuan Haktare, Siap Hadapi Makau
Menurutnya, dirinya sudah mencari informasi terkait status lahan yang terdapat bangunan ponpes miliknya tersebut dari pihak Desa Kembangbelor. Dimana lahan yang ditempati Yayasan Amanatul Ummah tidak produktif atau tak dipergunakan untuk pertanian.
"Kalau menurut carik, status lahan itu perengan, artinya tidak produktif untuk pertanian. Sepaham saya ya, dia (lahan) mengandalkan air hujan saja. Itu tanah bukan murni untuk lahan sawah," jelasnya.
Gus Barra mengklaim sudah pernah mengurus izin mendirikan bangunan (IMB) dan peralihan fungsi lahan melalui seseorang. Akan tetapi hingga saat ini belum keluar.
"Dulu pernah diurus, terus kita mengurusnya melalui orang, tapi tidak tahu karena permasalahanya apa kok sampai tidak keluar," paparnya.
Baca juga: Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Tulungagung Menyusut Ribuan Hektare
Masih kata Gus Barra, bahkan sebelum adanya laporan dari DPD LP2KP Kabupaten Mojokerto, pihaknya sudah mengurus alih fungsi lahan ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Mojokerto.
"Terus diurus pula izin lahan kuning, pada waktu Bapedda-nya Pak Hariyono, berkas-berkas sudah kita kasihkan semua. Terus Bapedda diganti Pak Bambang kita juga sudah mengajukan juga untuk peralihan status lahan. Itu bisa di cek ke Bapedda," ungkapnya.
Meski begitu, saat dikonfirmasi terkait luasan lahan milik yayasan itu, Gus Barra tak mengetahui pasti dan berapa luas lahan yang masuk LP2B.
"Saya kurang tahu ya, luas semuanya berapa. Lahan yang kita miliki menurut keterangan Pak Kades itu 62 hektare, yang terpakai bangunan mungkin 10 persennya kira-kira. Kalau itu (LP2B) saya kurang tahu, mungkin pak lurah yang bisa mejelaskan," pungkasnya.