jatimnow.com - Lebaran ketupat telah menjadi tradisi masyarakat Islam di sejumlah daerah di Indonesia. Bagi masyarakat Jawa, tradisi ini diperkirakan sudah ada sejak ratusan tahun silam.
Umumnya, lebaran katupat ini dilakukan pada hari ketujuh atau kedelapan setelah Hari Raya Idul Fitri. Di mana masyarakat membuat ketupat yang lengkap dengan sayur untuk dihidangkan atau dibagikan kepada sanak saudara maupun tetangga.
Begitu juga dengan warga Kecamatan Durenan, di Trenggalek. Pada hari ketujuh, masyarakat di sana telah menjalankan tradisi yang diperkirakan berjalan ratusan tahun. Dalam tradisi ini, ketupat beserta aneka sayur dan lauk menjadi hidangan wajib, sambil bersilaturahmi untuk menikmati hidangan sepuasnya.
Baca juga: Tradisi Kupatan Peninggalan Mbah Mesir di Durenen Trenggalek, Berbeda Lho Cah!
Menurut Pengasuh Ponpes Babul Ulum, KH Abdul Fattah Mu'in, tradisi lebaran ketupat ini berawal dari kebiasaan kakeknya, KH Imam Mahyin menjalankan puasa syawal usai lebaran hari pertama.
Saat berpuasa, KH Imam Mahyin dijemput oleh adipati yang memerintah Kadipaten Trenggalek. Selanjutnya pihak Kadipaten Trenggalek meminta KH Mahyin untuk mendampingi open house selama enam hari.
Kiai kharismatik itu diketahui menjalankan sunnah dengan berpuasa mulai tanggal 2 hingga 7 Syawal. Termasuk keluarga yang ditinggalkan di rumah juga menjalankan puasa bulan Syawal.
Selanjutnya KH Imam Mahyin diantar pulang setelah melewati enam hari mendampingi adipati di pendopo kadipaten. Kepulangan kakeknya itulah langsung disambut masyarakat yang berduyun-duyun sowan ke ponpes.
"Sejak saat itu menjadi tradisi perayaan lebaran di pondok ini, dan selalu dilakukan pada tanggal 7-8 Syawal," ujarnya, Sabtu (29/4/2023).
Baca juga: Puluhan Balon Udara di Trenggalek Gagal Terbang Karena Disita Polisi
Saat menyambut tamu, mereka menghidangkan ketupat serta sayur lodeh nangka muda. Tamu yang datang untuk bersilaturahmi diminta menikmati hidangan tersebut.
Tradisi ini kemudian menyebar ke lingkungan keluarga di sekitar pondok dan dilanjutkan generasi berikutnya. Hingga pada sekitar tahun 80-an, warga sekitar juga mulai menjalankan tradisi lebaran ketupat, setelah sebelumnya beribadah puasa syawal usai lebaran hari pertama.
"Kupatan (lebaran ketupat) ini sudah berjalan lebih dari 200 tahun. Setelah mbah saya (KH Imam Mahyin) meninggal tahun sekitar tahun 1910-an, tradisi ini diteruskan ayah saya," tuturnya.
Baca juga: Festival Kupatan Lamongan Berlangsung Meriah, setelah Vakum 3 Tahun
Sementara itu, Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin berencana menjadikan tradisi kupatan sebagai salah satu agenda dalam kalender wisata. Bukan tanpa alasan, karena tradisi kupatan telah menjadi magnet tidak hanya masyarakat Trenggalek, namun juga luar daerah.
Salah satunya adalah kirab tumpeng ketupat yang dilaksanakan pada malam hari sebelum tradisi kupatan.
Tumpeng yang berisi ketupat ini diarak dari lingkungan Ponpes Babul Ulum, kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat. Tak hanya warga sekitar, pengunjung dari luar Pulau Jawa juga ada yang turut hadir.
"Nanti kita akan jadikan kalender wisata, tadi salah satu zuriah, salah satu keluarga pondok juga menyampaikan kelihatannya yang malam sebelum hari-H itu akan terus dilaksanakan tiap tahun," pungkasnya.