Pixel Codejatimnow.com

Tradisi Kupatan Peninggalan Mbah Mesir di Durenen Trenggalek, Berbeda Lho Cah!

Editor : Zaki Zubaidi  Reporter : Bramanta Pamungkas
Warga berebut ketupat di acara kupatan masal di Desa Durenan Trenggalek. (Foto: Bramanta Pamungkas/jatimnow.com)
Warga berebut ketupat di acara kupatan masal di Desa Durenan Trenggalek. (Foto: Bramanta Pamungkas/jatimnow.com)

jatimnow.com - Ratusan warga memeriahkan tradisi kupatan massal di Desa/Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek. Tradisi tersebut sudah berusia ratusan tahun dan tetap eksis hingga saat ini.

Tradisi kupatan masal tersebut dikemas dalam bentuk arak-arakan yang diikuti ratusan masyarakat. Terdapat dua tumpeng raksasa yang berisi kupat dan sayur mayur.

Santri dan masyarakat kemudian mengarak tumpeng kupat raksasa menuju ke Pondok Pesantren Babul Ulum Durenan. Di sana, pengasuh pondok memberikan doa keselamatan untuk para santri dan seluruh masyarakat.

Setelah itu, masyarakat kembali mengarak tumpeng kupat raksasa menuju ke lapangan yang tak jauh dari pondok, untuk diperebutkan dengan suka ria.

Pengasuh Ponpes Babul Ulum, KH Abdul Fattah Mu'in mengatakan tradisi kupatan pertama kali dilakukan dalam satu rumah di lingkup ponpes. Namun, sampai ke generasi keempat, tradisi kupatan sudah berkembang hingga masyarakat luas.

"Tradisi kupatan ini sudah diperingati sejak 200 tahun lalu. Dimulai dari kakek saya yakni Mbah Mesir," ujarnya, Rabu (17/4/2024).

Pihak keluarga pondok memiliki tradisi untuk melakukan puasa Syawal selama 6 hari. Setelah itu mereka baru menggelar open house di hari kedelapan bulan Syawal. Dalam tradisi ini ketupat selalu menjadi hidangan untuk menjamu para tamu yang hadir.

Baca juga:
Warga Kota Malang Lestarikan Tradisi dan Budaya pada Kartini Riyoyo Kupatan

"Jadi dulu keluarga pondok itu selalu menjalankan puasa sunah selama 6 hari setelah Lebaran. Baru di hari ke-7, keluarga pondok membuka silaturahmi dan menyediakan hidangan ketupat," paparnya.

Kiai Mu'in menjelaskan, ada perbedaan yang mendasar dalam pelaksanaan tradisi kupatan di Durenan dengan daerah lainya dan tidak bisa ditiru. Yakni, silaturahmi kepada kiai dan antar masyarakat.

"Kalau di daerah lain, tradisi kupatan dilakukan dengan hiburan. Jadi kalau tidak ada hiburan, ya tidak ada yang mau datang," jelasnya.

Baca juga:
Video: Ratusan warga meriahkan Tradisi Kupatan Massal di Durenan Trenggalek

Sementara itu, salah satu warga asal Blitar, Dewi mengatakan telah mengikuti tradisi kupatan masal di Durenan sebanyak tiga kali. Dia mengikuti tradisi kupatan bersama keluarganya.

"Tradisi ini sangat unik. Selain itu kami juga bisa sowan kepada kiai pondok," ucapnya.

Saat berebut kupat di tumpeng raksasa, Dewi juga berhasil mendapatkan beberapa ketupat dan sayur. Rencananya, ketupat akan dibagikan kepada keluarga yang ada di rumah.
"Setelah ini kami langsung kembali pulang dan membagikan kupat kepada keluarga," pungkasnya.