jatimnow.com - Sebanyak 259 ABG yang masih di bawah umur di Kabupaten Bojonegoro kebelet menikah. Mereka mengajukan permohonan dispensasi nikah (Diska) di Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro.
Rendahnya tingkat pindidikan serta faktor ekonomi atau kemiskinan yang disebut menjadi salah satu faktor pendukung dari banyaknya kasus pernikahan dini tersebut.
Data dari PA Bojonegoro tercatat dari awal tahun hingga bulan Juni 2023 lalu, terdapat 259 anak di bawah umur yang mengajukan permohonan Diska. Rentan usia mereka berkisar 16 tahun dan hanya lulusan SMP.
Baca juga: 220 Pasangan di Lamongan Ajukan Pernikahan Dini, 75 Alasan Hamil
"Dari data yang ada dari bulan Juni 2023 ada sebanyak 259 anak yang mengajukan Diska, dan rata-rata hanya lulusan SMP, usianya 16 tahun," kata Ketua Panitera PA Bojonegoro Solikin Jamik, Rabu (11/7/2023).
Menurut Sholikin Jamik rata-rata mereka yang mengajukan Diska adalah yang tempat tinggalnya di daerah yang jauh dari perkotaan atau wilayah pinggiran Kota Migas.
Baca juga: Upaya Sekolah-sekolah Pinggiran Jember Cegah Pernikahan Dini
Selain itu, minimnya keterampilan dari para calon pengantin (Catin) serta terbatasnya lapangan pekerjaan juga menjadi penyebab kandasnya rumah tangga para pasangan muda.
Sementara itu, angka perceraian di Bojonegoro juga cukup tinggi. Data dari Pengadilan Agama terhitung Januari hingga Juni 2023 tercatat ada sebanyak 1.500 perkara pengajuan perceraian. Dari jumlah itu, sebanyak 1.063 istri mengajukan cerai gugat.
“Harusnya pemerintah hadir memprioritaskan melaksanakan wajib belajar 12 tahun bagi rakyatnya. Dengan kemampuan APBD yang besar memberikan beasiswa bagi yang tidak mampu mustinya hal yang mudah, dengan begitu sekaligus meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM) di Bojonegoro,” ujarnya.
Baca juga: 301 Remaja di Lamongan Ajukan Dispensasi Nikah, Rerata Beralasan Takut Zina
Sementara itu, disinggung terkait progam insentif bagi Catin yang dicanangkan Pemkab Bojonegoro, dinilai program tersebut belum efektif untuk mengontrol jumlah pemohon Diska di Kabupaten Bojonegoro.
"Program itu lebih ke penanganan bukan pencegahan, tidak pengaruh sama sekali,” pungkasnya.